sergap.id, JAKARTA – Bupati Kabupaten Ngada Marianus Sae dinilai sebagai salah satu kepala daerah yang konsisten memanfaatkan APBD untuk kepentingan rakyat. Itu sebabnya ia diundang khusus sebagai narasumber di TVRI dalam acara Solusi Untuk Negeri pada Kamis (7/12/17) malam.
Selain Marianus, TVRI juga menghadirkan Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, Direktur Perencanaan APBN Ditjen Kemenkeu RI Kunta Wibawa Dasa Nugraha, Pakar Politik LIPI Prof R Siti Zuhro, Deputi Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan, dan Pengamat Kebijakan Publik Harryadin Mahardika.
Dalam forum tersebut, Marianus mengatakan, jika kepala daerah atau pemerintah ingin melihat rakyatnya hidup sejahtera, maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus dimanfaatkan tepat menjawab persoalan rakyat.
Khusus di kabupaten, kata Marianus, ada 4 sektor masalah utama, yakni infrastruktur, ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Yang paling terlihat adalah masalah infrastruktur. Itu sebabnya banyak daerah di NTT masih terisolasi.
Akibatnya, sangat berpengaruh terhadap akses ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Dalam posisi ini masyarakat selalu jadi korban. Contoh, harga kemiri di kota Rp30 ribu, tapi di desa Rp15 ribu. Kenapa begini? Ya karena akses jalan yang buruk.
Yang seharusnya masyarakat bisa saving Rp15 ribu, tapi malah rugi Rp15 ribu. Begitu juga ketika barang masuk ke desa, contoh gula di kota harganya Rp10 ribu, tapi di desa Rp20 ribu. Lagi-lagi masyarakat rugi Rp10 ribu.
“Karena itu, ketika saya menjadi Bupati Ngada tahun 2010, saya fokus urus infrastruktur, urus ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Uangnya darimana? Dari penghematan perjalanan dinas, biaya operasional kantor dan biaya operasional kendaraan. Ditambah dengan efiensi anggaran dari bidang lain totalnya mencapai Rp200 miliar lebih. Akhirnya hanya dalam tempo 3 tahun, Ngada dinyatakan keluar dari status daerah tertinggal,” kata Marianus.
Marianus menjelaskan, APBD Ngada tahun 2010 hanya berjumlah Rp448 miliar dan di dalamnya terdapat jatah gaji PNS sebesar Rp157 miliar.
“Setelah saya dilantik, saya membentuk tim analisa APBD berjalan. Hasilnya ditemukan biaya operasional kantor sebesar Rp98 miliar. Salah satunya untuk belanja ATK (Alat Tulis Kantor). Disini ditemukan kecurangan. Ada belanja hekter selama 7 tahun berturut-turut. Setiap tahun ada kwitansinya. Tapi anehnya, kondisi hekter sudah dekil dan karat. Lalu ditemukan juga biaya operasional kendaraan sebesar Rp37 miliar. Ketika ditelusuri, ternyata ada pejabat yang mengisi bensin 40 liter per hari. Begitu juga dengan biaya perjalan dinas sebesar Rp68 miliar,” paparnya.
“Saya kemudian melakukan pemangkasan dari Rp98 miliar menjadi Rp30 miliar, Rp37 miliar menjadi Rp7 miliar dan Rp68 miliar menjadi Rp24 miliar. Setelah digabung nilainya mencapai diatas Rp100 miliar lebih. Ditambah dengan efiensi anggaran di bidang lain mencapai Rp200 miliar lebih. Dana ini saya pakai untuk pembangunan infrastruktur. Yang biasanya hanya satu kilo meter per tahun, saya buat menjadi 20 kilo meter per tahun. Sisanya saya manfaatkan untuk pendidikan, salah satunya untuk menggaji guru kontrak dan beasiswa. Selebihnya saya manfaatkan untuk biaya kesehatan gratis masyarakat dan pemberdayaan ekonomi rakyat,” ucap Marianus.
Hasilnya, dalam tempo 3 tahun, Marianus mampu membawa keluar masyarakat Ngada dari zona hitam daerah tertinggal.
Kata Marianus, setiap daerah beda karakteristiknya. Penanganan masalah pembangunannya pun beda-beda. Tapi solusinya adalah harus manfaatkan APBD seefektif mungkin sesuai dengan kebutuhan rakyat.
“Pemanfaatan dana harus tepat menjawab persoalan masyarakat. Persoalan tersebut meliputi infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Artinya dengan dana APBD yang ada, yang jumlahnya hanya sedikit, harus dimanfaatkan secara efektif,” tegas Marianus.
Deputi Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Ade Irawan, memuji langkah efiensi anggaran yang dilakukan oleh Marianus. Apalagi Presiden Joko Widodo telah mengingatkan agar tidah boleh satu rupiah pun bocor untuk hal-hal yang tidak berkaitan dengan kepentingan rakyat.
“Implementasi yang dijelaskan oleh pak bupati sangat baik, dan itu prakteknya (pemborosan) banyak terjadi dimana-mana. Anggaran lebih banyak terserap di birokrasi. Bukan hanya di biaya rutin, tapi diselundupkan juga di biaya pembangunan,” kata Ade.
Menurut dia, untuk mengetahui apa yang dibutuhkan rakyat, maka masyarakat harus dilibatkan secara penuh mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan kegiatan APBN atau APBD.
“Cara untuk memastikan agar anggaran negara digunakan untuk rakyat adalah rakyat harus diposisikan sebagai aktor penting dalam penyusunan dan eksekusi anggaran. Mereka harus dilibatkan dalam perencanaan sekaligus diberi ruang untuk melakukan pengawasan pelaksanaan anggaran,” tegasnya. (cs/cs)