
sergap.id, RONDA – Abri dan Boy, dua Anggota TNI Kodim 1627/Rote Nado yang dilaporkan menganiaya Petrus Seuk alias Ba’i, bocah umur 13 tahun, di Kabupaten Rote Ndao, mengaku, hanya memukul korban sebanyak 2 kali, yakni di jari tangan dan betis kaki bagian kiri menggunakan ranting bambu kecil.
Ba’i dirotan karena menipu berulang kali saat menunjuk tempat dimana dia menyembunyikan HP milik Abri.
“Anak ini sudah saya anggap seperti adik sendiri. Dia sering masuk keluar di rumah saya. Makan minum di rumah saya. Nah waktu itu saya sedang tidur. Saat saya bangun, HP saya yang disimpan di meja sudah hilang. Saya lantas cari informasi dan bersama team siber mendeteksi zona dimana HP saya berada. Ternyata posisinya di belakang hotel, dan Ba’i ada disitu. Karena dia sudah seperti adik saya sendiri, makanya saya tanya dia baik-baik. Dia pun mengaku dia yang ambil HP itu. Dan, setelah itu saya tidak pukul dia, apalagi aniaya dia sampai pingsan seperti yang diberitakan media lokal disini,” ujar Abri kepada SERGAP, Minggu (22/8/21).
Menurut Abri, setelah Ba’i mengaku mencuri HP, ia pun melaporkan kronologi hilangnya HP dan pengakuan Ba’i ke orang tua Ba’i. Namun orangtuanya mengatakan, “Pak dong ator sa itu anak. Kami sudah tidak bisa ator lagi”.
Sikap orangtuanya itu ternyata dilatari seringnya Ba’i melakukan kenakalan dan mencuri barang milik orang.
“Saya hanya pukul dua kali pakai ranting bambu kecil. Saya pukul di jari tangannya dan di kaki bagian kiri. Selebihnya keluarganya yang pukul dia,” ujar Abri.
“Saya ketok dia punya jari tangan itu karena ada 10 tempat yang dia bawa kami, katanya dia simpan HP di itu tempat. Ternyata tidak ada. Kita benar-benar capek dibuat keliling 10 tempat itu. Baru ada beberapa tempat yang kita berulang kesitu. Makanya saya ketok dia punya jari dan rotan dia punya kaki. Tidak ada bekas rotan, karena saya rotannya pelan saja. Saya sadar saya badan besar begini, bagaimana mungkin tega memukul anak kecil. Lagi pula dia biasa keluar masuk di rumah saya,” beber Abri.
Hal yang sama disampaikan Boy. “Ada satu titik dia bawa kami, katanya dia sembunyi HP disitu. Ternyata di pinggir kali. Dan ternyata juga dia tipu kami. Karena disitu HP tidak ada. Dan, disitu ada Pak RT. Waktu Pak RT lihat kami, dia bertanya, ada apa pak? Kami jelaskan maksud kedatangan kami. Tiba-tiba Pak RT itu menunjuk Ba’i sambil bilang ‘oh anak ini yang dulu masuk be pu rumah’. Setelah itu kami pulang kembali, dan tidak aniaya dia seperti yang diberitakan. Karena kami sadar betul bahwa dia masih anak-anak yang masih sangat memerlukan bimbingan orangtua,” ungkapnya.
Sementara itu, Salim, salah satu wartawan di Rote Ndao, mengaku, tidak melihat Abri dan Boy menganiaya Ba’i seperti yang diberitakan media lokal.
“Sejak awal saya di TKP. Dari malam sampai subuh, saya ada di tempat kejadian. Mestinya saya orang pertama yang beritakan kasus ini. Tapi karena tidak ada hal yang luar biasa, makanya saya tidak tulis. Karena memang tidak ada penganiayaan, apalagi penyiksaan. Waktu itu kasus ini diurus secara kekeluargaan (di rumah Boy). Saya lihat sendiri kaki dan tangan Ba’i itu diikat oleh keluarganya sendiri, agar dia tidak melarikan diri. Karena memang track record anak ini jelek. Tukang nyolong, tukang kabur,” beber Salim kepada SERGAP, Minggu (22/8/21).
Salim menjelaskan, saat kejadian, di tempat kejadian perkara, yakni di rumah Boy, hadir pula orang tua Ba’i bersama keluarga Ba’i yang lain, termasuk Kepala Lingkungan.
“Saat itu pelaku mengaku (bahwa dia yang mencuri HP). Lalu anggota tanya ke orangtuanya, bagaimana mama anak ini, dia sudah mengaku, tapi dia tidak mau kasi tunjuk dimana dia sembunyi HP itu. Lalu orangtuanya bilang, adoooo bapa eee, kami sonde bisa urus ini anak lagi. Mau tembak kasi mati na tembak saja. Kami sonde bisa urus dia lagi. Orang tuanya sendiri yang mengatakan begitu. Tapi anggota tidak aniaya seperti yang diberitakan. Dia hanya dipukul dalam konteks mendidik dia. Bukan menganiaya apalagi penyiksaan,” tegasnya.
“Dia (Ba’i) itu sering nyolong. Bahkan sudah berulang buat surat penyataan di kantor polisi. Yang terakhir menyatakan bahwa jika dia mengulangi perbuatannya, maka orangtuanya yang dimasukan ke penjara, karena orangtuanya tidak bisa mendidik anaknya,” kata Salim.
Ba’i sendiri telah dipulangkan oleh RSUD Ba’a sejak hari Jumat (20/8/21) kemarin, karena dinyatakan telah sembuh, dan Minggu (22/7/21) siang, Ba’i bersama ayah dan ibunya menemui Abri dan Boy di sel tahanan Kodim 1627/Rote Ndao. Kedatangan mereka untuk meminta maaf kepada Abri dan Boy.
Tampak di depan sel, ketiganya menangis tersedu-sedu meminta maaf kepada Abri dan Boy. Bahkan Joni Seuk, ayah Ba’i, sampai bersujud di depan pintu sel untuk meminta maaf kepada Abri. Itu karena Abri selama ini diketahui sering memberi perhatian kepada Ba’i layaknya adik sendiri.
Abri sendiri tampak terharu melihat Joni bersujud. Ia kemudian spontan mengeluarkan tangannya dari celah pintu sel, lalu merangkul pundak Joni dan berusaha membangunkan Joni.
“Sudah bapa… tidak apa-apa. Diam sudah. Diam sudah bapa,” ujar Abri membujuk Joni.
Joni pun bangun berdiri dan berusaha memeluk Abri dari balik pintu sel tahanan.
Melihat itu, Ati Hanas, ibunda Ba’i, yang sejak awal berdiri dan menangis di pojok sel bersama Ba’i langsung mendekati Abri dan berjabat tangan dengan Abri.
Selepas itu, sambil mengelus kepala Ba’i, Abri menasehati Ba’i agar tidak lagi mengambil barang orang tanpa ijin.
“Kasian bapa mama e. Jangan bikin malu kita punya keluarga. Belajar yang rajin supaya besok-besok mudah cari kerja,” kata Abri mengingatkan Ba’i.
BACA JUGA: Bocah 13 Tahun Diikat, Disulut Api Rokok, dan Dianiaya Oknum TNI Hingga Pingsan
Sebelumnya, Jumat (20/8/21), Abri bersama Boy telah melakukan perdamaian dengan Ba’i dan keluarganya, dan termuat dalam surat pernyataan damai yang ditandatangani oleh Abri bersama Joni disaksikan Ferdy Bahrudin dan Jeremias Menoa. (cep/cep)