
sergap.id, OPINI – Pengamat Politik, Dr. Stanis Klau, S.Sos, M.I.Kom, mengatakan, kemenangan Simon Nahak dan Kim Taolin (SNKT) di Pilkada Malaka 9 Desember 2020 lalu adalah kemenangan rakyat. Berikut pernyataan lengkapnya yang disampaikan kepada SERGAP, Senin (14/12/20):
Politik itu momentum. Hari ini adalah bukti. Pasangan SNKT menggunakan momentum itu. Momentum apa?
Sangat budayawan jika diamati, SNKT menggunakan segenap potensi yang ada untuk mendekatkan diri kepada hutun renu (semua rakyat) Malaka. Dengan keyakinan terukur tanpa jumawa.
Stefanus Bria Seran – Wendelinus Taolin (SBS-WT) nampaknya melewatkan momentum itu, meski sebagai incumbent.
Secara kasat mata SBS tampil percaya diri. Oveconfidence? Bisa jadi. Seperti lalai mengorganisir potensi yang ada. Dan, bercerai berai.
Hari ini nampak hasilnya. SNKT mampu ungguli SBS-WT versi pleno pada 12 Kecamatan. 50.890 vs 49.906. Selisih: 984. SNKT: Winner
Apa artinya? SNKT lebih efektif menggunakan momentum saat kampanye untuk mengambil hati renu Malaka lebih menggunakan budaya atau adat istiadat Malaka.
Apa yang harus dilakukan lagi? Bagi saya. Loron liu tian (hari telah beralu).
Pengalaman berpolitik mereka (SBS family) menyimpan banyak sekali pelajaran. Bahwa, ekpresi ketidakpuasan dalam bentuk apa saja. Hanya menperdalam luka. Hal terindah adalah dalam keadaan seperti ini adalah legowo. Menerima realitas. Itu adalan insan yang berimani setiap takdir ada hikmahnya.
SBS memiliki segudang pengalaman menang. Dan, segudang pengalaman mengalahkan. Itu lebih dari cukup menjadi cerminan. Langkah terbijak untuk menyikapi keadaan ini.
Ego dan harga diri bukan tujuan. Hal terpenting adalah marwah Malaka tercinta. Rumah dan tanah yang telah banyak memberi tanpa meminta. Harap disayang dan dicintai. Menjaga harmoni untuk membangun Malaka tercinta. Itu jauh lebih indah.
Karena siapapun yang menang hakekatnya kemenangan rakyat Malaka. Bukan SNKT dan SBS-WT secara personal. Salam Kemenangan Rakyat Malaka!
SBS boleh kecewa dan marah. Tapi saran saya, sebelum marah kepada semua orang di luar sana, maka marahlah pada dokumen C1 yang terkumpul. Mengapa? Karena C1 yang terkumpulah dari saksi-saksi SBS itulah yang membuat SBS kalah, karena tidak menggambarkan kemenangan nyata? Tapi hanya kemenangan semu?
Maka, secara akademis. Wajar saja SBS mempertanyakan dan menggali lebih dalam terkait kebenaran dokumen C1 yang menjadi acuan penginputan real count versi SBS.
Sekadar mengingatkan bahwa hitungan hasil PILKADA masing-masing paslon antara lain: Pleno 12 PPK, SNKT: 50.890 dan SBS-WT: 49.906. Kemenangan berpihak pada SNKT dengan selisih 984 suara.
Sementara itu perhitungan versi real count SBS dimana SNKT: 50.180 dan SBS: 50.599. Artinya, versi real count SBS mengunggulkan SBS dengan selisih 419.
Dalam hal ini, pihak SBS mengalami kehilangan suara atas komparasi real count versi SBS dan Pleno PPK terdapat perbedaan angka 693.
Pertanyaan mendasarnya mengapa terjadi seperti itu?
Apakah C1 yang terkumpul untuk bahan penginputan adalah C1 yang sebenarnya? Kalau C1 yang sebenarnya, mengapa angka realnya jauh berbeda dengan hasil pleno PPK? Bahkan selisih ratusan angka, bukan satuan.
Dimana letak erornya? Dalam hal ini bisa dari hulu ke hilir. Apakah perbedaan penulisan saksi saat perhitungan di TPS dan saksi tidak melakukan singkronisasi dengan saksi lain dan petugas TPS? Namun kalau hanya perbedaan dalam penulisan angka, tentu hanya pergeseran bilangan satuan. Bukan bilangan puluhan, ratusan, apalagi ribuan. Berarti dimana letak erornya?
Membaca realitasnya, Ini penampakan yang aneh bin ajaib dalam kacamata seorang politisi kondang sekelas SBS.
Dengan demikian, hemat saya. SBS harus melakukan analisasi dan evaluasi internal untuk memastikan dimana letak erorisasi data C1 mereka. Jangan sampai terlalu jauh melempar permasalahan ini kepasa pihak PPS / PPK. Karena menurut kacamata saya, bukan tidak mungkin ada praktek manipulasi data C1 oleh tangan jahil. Entahlah …. Salam Malaka Menang. (sb/sb)