
sergap.id, DUKA – Duta Besar RI untuk Korea Selatan, Umar Hadi, mengatakan KBRI dan aparat penegak hukum Korea Selatan saat ini tengah melakukan investigasi terhadap dugaan penyiksaan terhadap 18 ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal China, Long Xing 629.
Selain itu, KBRI juga menyelidiki apakah pelarungan atau penghanyutan tiga ABK Indonesia yang meninggal di atas kapal itu sudah memenuhi ketentuan internasional atau tidak.
“Pelarungan di laut ada syarat-syaratnya,” ujar Umar Hadi.
Bagaimana dengan kapten kapal China yang diduga bertanggung jawab atas penyiksaan itu?
Umar mengatakan kapal itu masih melaut, namun KBRI sudah memiliki data perusahaan yang mempekerjakan ABK.
“Kita tahu kok perusahaannya, kaptennya siapa, datanya lengkap,” tegasnya
Sebelumnya, 14 ABK Indonesia melaporkan dugaan penyiksaan yang dilakukan otoritas kapal Long Xing 629.
Wahyu Susilo, Direktur Eksekutif Migrant Care, menyebut, kasus ini menunjukkan muramnya kondisi pekerja migran Indonesia, terutama yang bekerja di sektor kelautan.
Kementrian Luar Negeri Indonesia menyatakan akan memanggil Duta Besar China untuk meminta penjelasan tentang alasan pelarungan atau penghanyutan tiga jenazah ABK Indonesia dan dugaan eksploitasi terhadap ABK di kapal itu.
Para ABK mengklaim kondisi kerja mereka sangat buruk, bahkan ketika teman mereka yang meninggal di kapal, jasadnya dihanyutkan ke laut.
BBC Korea Selatan melaporkan belasan ABK memutuskan meninggalkan kapal karena eksploitasi yang mereka alami di kapal.
Mereka menumpang kapal lain dan kemudian berlabuh di Busan, Korea Selatan, hingga menjalani karantina selama dua pekan terakhir ini.
Informasi tentang pelarungan jenazah WNI dan dugaan eksploitasi terhadap para ABK semula diberitakan oleh stasiun televisi Korsel, MBC. Berita ini kemudian diulas lagi oleh YouTuber, Jang Hansol di kanalnya, Rabu (06/05/20), yang kemudian viral dan menjadi sorotan pengguna media sosial di Indonesia.
Dalam keterangan tertulisnya, Judha Nugraha, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI) Kementerian Luar Negeri, mengatakan, pihaknya telah mengkonfirmasi kematian tiga ABK Indonesia saat kapal sedang berlayar di Samudera Pasifik.
Menurut laporan stasiun televisi Korea Selatan MBC NEWS, para ABK Indonesia dipekerjakan dengan sangat tidak manusiawi. Mereka dihadapkan dengan dua pilihan, bertahan hidup atau mati lantasi dibuang ke laut.
Bertahan hidup bukan perkara gampang bagi para ABK. Sebab dalam sehari mereka diperkajakan secara tidak wajar. Menurut salah satu ABK yang selamat, dirinya bisa bekerja hingga 18 jam per hari atau lebih.
“Bahkan kadang-kadang saya harus bekerja hingga 30 jam. Saya tidak boleh istirahat maupun duduk kecuali ketika nasi keluar setiap 6 jam,” ujar sang ABK seperti dikutip dari MBC News, Rabu, 7 Mei 2020.
Hal ini kontras dengan yang dialami ABK asal China. ABK Indonesia minum air laut, sementara ABK China minum air botol mineral.
“Ketika saya mencoba meminum air laut (yang telah difilter), saya merasa pusing. Tak lama kemudian, sputum mulai keluar di tenggorokan saya,” ujar ABK Indonesia lainnya.
Perlakuan yang tak wajar, menurut MBC News, tak ayal berujung pada tewasnya tiga ABK asal Indonesia, yakni A (24), Al (19), dan S (24). Sadisnya lagi, ketiga jenasah ini dihanyutkan ke laut.
Sebelum dihanyutkan, prosesi yang dilakukan sangat sederhana. Jenazah hanya dibungkus terpal warna merah, diperciki alkohol, dan diasapi dengan dupa.
Bayangan para ABK Indonesia, jenazah akan dikremasi untuk kemudian dibawa pulang ke Indonesia.
“Sebelum meninggal, ABK tersebut mengaku kakinya bengkak dan mati rasa. Perlahan pembengkakan itu terjadi ke seluruh tubuh dan ia kesulitan bernafas,” kata para ABK yang digaji setara Rp 135 ribu per bulan itu.
Pengacara asal Korea Selatan, Kim Jong Chul, menyampaikan, praktik yang dialami ABK asal Indonesia sudah kerap terjadi. Dan, kata dia, mereka tidak bisa berbuat banyak karena biasanya passport para ABK ditahan. Itulah kenapa pilihan ABK biasanya hanya antara bertahan hidup atau mati di laut.
“Ini kasus eksploitasi yang sangat sering terjadi. Penahanan dokumen yang membuat mereka terjebak. Selain itu, juga soal ongkos pulang,” ujar Jong Chul, dikutip dari MBC News.
Para ABK baru bisa selamat ketika kapal berlabuh di Busan pada 14 April lalu. Saat menanti keberangkatan berikutnya pada 24 April, salah satu dari mereka menderita sesak nafas hingga kemudian dilarikan ke rumah sakit. Sayang nyawanya tak terselamatkan. Dari 15 ABK yang tersisa tinggal 14.
Direktur Perlindungan WNI dari Kementerian Luar Negeri Indonesia, Judha Nugraha, menyebut para ABK dijadwalkan pulang ke Indonesia pada tanggal 8 Mei besok. (el/se)