Koordinator TPDI, Petrus Selestinus.

sergap.id, KUPANG – Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, mengaku kecewa dengan hasil gelar perkara kasus OTT terhadap mantan Kasat Reskrim Polres Manggarai, Iptu Aldo Febrianto.

Menurut Petrus, penjelasan KOMPOLNAS dalam audiens dengan TPDI dan Forum Pemuda NTT pada Jumat (27/4/18) terkait gelar perkara yang dilakukan oleh Penyidik dan Propam Polda NTT pada tanggal 19 Maret 2018 mengisyarakatkan kasus ini akan diSP3kan dan Aldo Fenrianto hanya akan diproses menggunakan instrumen Penegakan Disiplin Internal Polri.

“TPDI menyatakan sangat kecewa dengan Hasil Gelar Perkara yang proses penyelidikannya sudah berlangsung 5 bulan, akan tetapi hasil yang didapat justru mengarah kepada penyelesaian yang bersifat kompromistis, dimana Ipto Aldo Febrianto hanya akan dikenakan sanksi internal Polri,” kata Petrus kepada SERGAP via WhatsApp, Sabtu (28/4/18).

“Ini bukti bahwa model penyelesaian yang berlarut-larut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, telah melahirkan kompromi negatif atas sebuah peristiwa pidana hasil tertangkap tangan dengan bukti-bukti materil yang lengkap, tetapi hasilnya bertujuan untuk melindungi pelaku korupsi yang sesungguhnya,” ujar Petrus.

Menurut dia, hasil gelar perkara bertolak belakang dengan peristiwa materil yang didapatkan pada saat OTT tanggal 11 Desember 2017 silam yaitu menangkap “tertangkap tangan” melalui OTT terhadap Aldo Febrianto yang dilakukan oleh Propam Polda NTT.

Febrianto diduga memeras korban (Yustinus Mahu) sebesar Rp 50 juta. Uang tersebut langsung disita sebagai barang bukti.

“Sebuah perkara yang sudah terang benderang peristiwa pidananya, pembuktiannya sederhana karena diakui oleh yang memberikan uang disertai dengan bukti-bukti SMS permintaan uang Rp 50 juta tetapi hasil penyelidikan sudah berjalan selama 5 bulan dipelintir dan diarahkan hanya untuk sebuah pelanggaran disiplin,” ucap Petrus.

Petrus menduga pembelokan arah penyelidikan Polda NTT terdapat kecenderungan kuat (involusi) yang mengarah kepada penyelesaian hanya sebagai pelanggaran disiplin sehingga cukup dengan menggunakan instrumen Penegakan Disiplin di Internal Polri.

“Kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi bisa ditutup. Yustinus Mahu diduga kuat telah diarahkan untuk mengubah jalannya peristiwa, agar skenario penyelesaian melalui instrumen Penegakan Disiplin Internal Polda mudah dicapai dengan memanfaatkan posisi rentan saudara YUSTINUS MAHU yang meskipun sebagai korban akan tetapi bisa dikenakan pasal turut serta, pasal 55 KUHP,” paparnya.

Sebab, lanjut Petrus, hasil Gelar Perkara Propam Polda NTT, tanggal 19 Maret 2018, mengarah kepada pelemahan terhadap proses pidana (involusi) untuk menghentikan penyelidikan dan menegasikan harapan dan rasa keadilan publik.

Ini nampak dari 3  point yang diekspose dalam gelar perkara, yakni pertama, saudara Yustinus Mahu tidak berniat memberikan uang Rp 50 juta yang diduga atas permintaan Iptu Aldo Febrianto. Kedua, Yustinus Mahu berkeinginan agar perkara tersebut tidak dilanjutkan secara hukum dan ingin diselesaikan melalui instrumen Penegakan Disiplin di Internal Polri. Ketiga, pendapat ahli Pidana Dr. Pius Bere, SH. M.HUM bahwa pemberian uang dari Yustinus Mahu kepada Aldo Febrianto tidak memenuhi unsur tindak pidana umum pasal 368 ayat (1) KUHP dan Pidana Korupsi.

“Ada dugaan kuat, selama 5 bulan belangsung, Yustinus Mahu diduga telah ditakut-takuti akan dipidana sebagai pemberi suap atau gratifikasi sebagai Tindak Pidana Korupsi, karena telah memenuhi permintaan uang dari Iptu Aldo Febrianto, sebagai Penyelenggara Negara dan Penegak Hukum,” beber Petrus.

“Rasa takut Yustinus Mahu telah dikapitalisasi, karena posisi Yustinus Mahu rentan terhadap bayang-bayang akan dijadikan Tersangka suap, manakala proses hukum dilanjutkan, sehingga korban Yustinus Mahu diduga diarahkan untuk tidak melanjutkan tuntutannya terhadap Iptu Aldo Febrianto, dan diarahkan untuk memenuhi skenario Propam Polda NTT bahwa OTT Propam Polda NTT tidak memenuhi unsur, sambil melihat reaksi publik,” ujar Petrus.

Petrus menjelaskan, kelanjutan penangan kasus OTT  tersebut tidak boleh direkayasa dan digantungkan hanya kepada niat korban yang merasa diperas atau memberi suap, apalagi konten kasus ini adalah Tindak Pidana Korupsi karena dilakukan oleh Penyelenggara Negara atau Penegak Hukum.

“Ini bukan delik aduan, karena itu penyelesaiannya tidak boleh diserahkan pada kehendak korban Yustinus Mahu yang diperkuat dengan pendapat ahli hukum pidana yang sangat subyektif. Polda NTT tidak boleh menghentikan Penyelidikan Kasus ini dan wajib hukumnya untuk ditingkatkan ke Penyidikan biar Pengadilan Tipikor yang memutus perkara ini,” tegas Petrus.

Menurut Petrus, penerapan ketentuan pasal 12 UU Tipikor lebih tepat dikenakan kepada Iptu Aldo Febrianto dan Yustinus Mahu, karena itu Propam Polda NTT tidak boleh mengarahkan atau memaksakan penerapan pasal 368 KUHP, mengingat kedudukan Iptu Aldo Febrianto adalah Penyelenggara Negara yang meminta uang agar diserahkan oleh Yustinus Mahu.

Yustinus Mahu menurut penjelasan Hasil Gelar Perkara, sudah menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki niat untuk memberikan uang Rp 50 juta kepada Iptu Aldo Febrianto bahkan tidak berniat untuk menuntut Iptu Aldo Febrianto secara hukum.

Itu berarti Yustinus Mahu ingin menegaskan bahwa yang punya niat mendapatkan uang dari dirinya adalah Iptu Aldo Febrianto. Dan, kewenangan menuntut secara hukum sepenuhnya ada pada Polda NTT untuk menindak anak buahnya yang nakal, apalagi Iptu Aldo Febrianto kala itu menduduki jabatan startegis yaitu selaku Kasatreskrim Polres Manggarai.

Karena itu sikap tegas, profesional, jujur dan konsisten dari Propam Polda NTT harus dikedepankan dan ditunggu Publik NTT.

“Jika Polda NTT membelokan arah penyelidikan kasus ini kepada Penegakan Disiplin Internal, maka TPDI dan Forum Pemuda NTT di Jakarta akan mendesak KPK untuk megambialih penanganan kasus ini, karena kasus ini bukan saja merusak citra polri tetapi menambah jarak semakin jauh antara Polisi dan Masyarakat di NTT,” kata Petrus. (ps/cp)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini