Sumber resmi dari Gereja Katolik di Adigrat, mengatakan, Uskup Fikre ditangkap dan ditahan karena terang-terangan menentang perang di Tigray.
Sumber resmi dari Gereja Katolik di Adigrat, mengatakan, Uskup Fikre ditangkap dan ditahan karena terang-terangan menentang perang di Tigray.

sergap.id, ERITREA – Pihak berwenang Eritrea menahan Uskup Segheneity, Mgr. Fikremariam Hagos Tsalim, pada 15 Oktober 2022 lalu. Uskup Fikre ditangkap di Bandara Internasional Asmara sekembalinya dari perjalanannya ke Eropa.

Eritrea adalah sebuah negara di bagian timur laut Afrika yang berbatasan dengan Sudan di sebelah barat, dan Ethiopia di bagian selatan.

Kepastian penangkapan tersebut setelah pihak Gereja Katolik Eritrea bertanya kepada pihak berwenang tentang keberadaan Uskup Fikre. Otoritas pemerintah pun mengkonfirmasi bahwa Uskup yang akan memasuki usia 52 tahun pada 23 Oktober 2022 itu sedang berada di sel tahanan.

Hingga kini otoritas pemerintah belum memberikan alasan kenapa Uskup Fikre ditangkap dan ditahan.

Fides, kantor berita Institut Misi Kepausan merilis bahwa Uskup Fikre dan dua imam lainnya ditahan di penjara Adi Abeto.

Dikutip dari Catholic News Service, Pastor Mussie Zerai, seorang imam Katolik Eritrea yang bekerja untuk para migran, mengatakan, dirinya bingung kenapa Uskup dan dua Imam itu ditangkap.

“Kami telah menerima berita yang tidak menyenangkan (tentang penangkapan) itu dan dengan rasa sakit yang luar biasa dan kebingungan atas apa yang terjadi di negara kami,” ujarnya.

Pastor Mussie berharap Uskup dan dua imam itu segera dibebaskan.

Sebelumnya, yakni pada tangga 11 Oktober 2022, aparat keamanan menangkap Pastor Mihratab Stefanos, imam yang bertanggung jawab atas Paroki St. Michael di keuskupan tersebut. Seorang imam Katolik lainnya yang diketahui sebagai Kepala Biara Kapusin Abraham juga ditahan di barat Kota Teseney.

Penangkapan ini terjadi pada saat Eritrea terus memaksa kaum muda menjadi militer untuk berperang di Provinsi Tigray, Ethiopia.

Mgr. Fikre telah menjadi Uskup sejak 2012.

“Kami meminta solidaritas semua uskup Afrika dan seluruh Gereja Katolik di seluruh dunia berdoa untuk pembebasan mereka dan perdamaian di seluruh wilayah Tanduk Afrika. Orang-orang di wilayah ini kelelahan karena perang dan kelaparan dan tidak adanya perdamaian abadi,” kata Pastor Mussie.

Baru-baru ini, ketidakpuasan internal telah muncul di negara itu karena terlibat dalam perang dengan negara tetangga Ethiopia antara Front Pembebasan Rakyat Tigray dengan pasukan pemerintah bersama milisi sekutu.

Pemerintah Eritrea telah mengintensifkan untuk mobilisasi kaum muda guna ikut berperang. Alasan ini yang membuat banyak orang muda lari bersembunyi, bahkan banyak yang melarikan diri ke luar negeri.

Sumber resmi dari Gereja Katolik di Adigrat, mengatakan, Uskup Fikre ditangkap dan ditahan karena terang-terangan menentang perang di Tigray.

“Dia adalah salah satu klerus di Eritrea yang vokal tentang kekejaman yang dilakukan oleh pasukan di Adigrat. Dia baru-baru ini mengatakan kepada masyarakat untuk tidak membeli ‘jarahan’ dari Tigray,” bebernya.

“Ketakutan saya adalah lebih banyak klerus Katolik di kedua negara itu akan menjadi target.”

Hanya 4 persen dari 6 juta penduduk Eritrea yang beragama Katolik. Di Eritrea ada 4 agama resmi yang diakui pemerintah.

Di bawah kepemimpinan Presiden Isaias Afwerki, selama 30 tahun terakhir di negara itu tidak ada mengembangkan konstitusi dan pemilihan umum.

Karena itu para Uskup dan Imam Katolik disana terus menyerukan agar pemerintah segera mengakhiri kediktatoran dan segera menjalankan pemerintahan yang demokratis. (pes/pes)