
sergap.id, BAOBOLAK – Warga Desa Baobolak, Kecamatan Nagawutung, Kabupaten Lembata, mengaku, kecewa dengan kebijakan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) yang menetapkan harga Rumput Laut Kering sebesar Rp 20 ribu per kilo gram (kg).
“Gubernur juga melarang pembeli dari luar masuk ke NTT. Baru-baru ini banyak pembeli dari Makasar yang ditangkap. Padahal mereka beli rumput laut kita dengan harga bagus, yakni Rp 37 ribu per kilo gram”, beber warga Baobolak, Stefanus Beda Waran, kepada SERGAP di Pantau Baobolak, Senin (6/3/23).
Dia menjelaskan, VBL menerbitkan Peraturan Gubernur NTT Nomor 39 tahun 2022 tentang Tata Niaga Komudidas Hasil Perikanan yang kemudian ditindaklanjuti oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT sebagai acuan untuk menetapkan harga rumput laut yang secara rutin berubah setiap 10 hari.
“Kebijakan ini tidak masuk akal. Berubah-ubah terus, kadang Rp 25 ribu per kg, kadang turun Rp 21 ribu per kg, kadang juga turun sampai Rp 20 ribu per kg. Terakhir ini harga naik sedikit menjadi Rp 27 ribu per kg. Padahal harga standar nasional di kisaran Rp 40 ribu sampai Rp 68 ribu per kilo gram”, ujar Stefanus.
Menurut dia, selain harga yang rendah, petani rumput laut juga diwajibkan menjual rumput laut ke tiga perusahan yang bermarkas di Pulau Semau dan Kabupaten Rote Ndao.
“Kalau kebijakan seperti ini bagaimana kami orang kecil ini bisa hidup? Lihat saja kondisi sekarang, harga beras melambung tinggi, belum lagi kami harus banyar uang sekolah anak, kami mau makan pakai apa lagi?”, tandasnya.
Lambertus Sina Jawang, warga Baobolak lainnya, meminta VBL segera menetapkan harga lumput laut yang tidak ‘mencekik leher’ petani.
“Sebelum adanya surat edaran Gubernur tentang harga rumput laut itu, harga rumput laut di sini di kisaran Rp 37 ribu sampai Rp 40 ribu per kg. Tapi begitu surat edaran itu disebarkan ke semua desa penghasil rumput laut, maka harganya langsung turun drastis menjadi Rp 20 ribu per kilo gram. Ini yang membuat kami kesal. Gubernur pikir gampang kah budidaya rumput laut ini? Kita setengah mati Pak. Kita kerja di bawah terik matahari. Kita juga harus hadapi gelombang laut. Jadi kalau mau menetapkan harga, ya sesuaikan dengan harga nasional, atau setidaknya harga yang tidak mematikan petani rumput laut”, tegasnya.
Lambertus juga menyesali sikap VBL yang seringkali membuat kebijakan di luar nalar akal sehat, termasuk mengharuskan anak SMA mulai sekolah pukul 05:30 Wita.
“Jangan karena dia ngaku dia mantan preman lalu pikir kita takut? Gubernur itu dipilih oleh rakyat, bahkan kami ini termasuk yang menyukseskan dia menjadi gubernur. Jangan mentang-mentang mantan preman lalu bikin kebijakan sesuka hati. Dia kalau maju lagi, kami tidak akan pilih. Dia cukup satu periode ini. Dia hanya bikin susah rakyat saja”, pungkasnya.
Sementara itu, Lusia Warat, petani rumput laut Baobolak, mengaku, dirinya tidak akan mengikuti perintah atau kebijakan Gubernur VBL soal harga rumput laut itu.
“Kami yang kerja setengah mati, dia yang menetapkan harga sesuka hati. Lebih baik rumput laut ini kami simpan. Orang Makasar datang dengan harga bagus, baru kami jual ke mereka”, ucapnya, singkat. (al/cs)