Falensius Lewa (45) di kebun sayur miliknya.

sergap.id, MBAY – Peristiwa produksi padi menurun pada tahun 2013 hingga 2014 silam membuat Falensius Lewa (45), petani asal Boanio, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo banting stir menanam sayur.

Kondisi ekonomi rumah tangganya kala itu sempat mengalami krisis. Sebab sandaran utama untuk mencukupi kehidupan keluarganya hanya bersumber dari sawah.

Falensius memiliki lahan seluas satu hektar yang berlokasi di KM 6, Desa Aeramo, Kecamatan, Aesesa, Nagekeo.

Sebelumnya, kata dia, lahan tersebut  hanya khusus untuk menanam padi. Namun karena produksinya terus menurun dari tahun ke tahun, ia kemudian beralih menanam sayur.

“Saya sudah tidak tanam padi lagi sejak 2014, tanam padi hasil tidak ada, paling cukup buat makan, kadang bisa tekor. Walaupun tidak punya pengalaman, tapi saya coba tanam sayur, ternyata hasilnya memuaskan,” beber Falensius kepada SERGAP pada Rabu (23/10/2019).

Selain sayur mayur seperti Terong, Kacang Panjang dan Kol, ia juga menanam Tomat. Hasilnya, setiap bulan ia bisa meraih untung puluhan juta rupiah.

”Kalau saya bandingkan dengan tanam padi, tanam sayur begini hasilnya jauh lebih besar, dalam satu bulan bisa puluhan juta,” tegasnya.

Untuk mendongkrak hasil panen, Falensius memanfaatkan pupuk kandang yang didapat secara gratis di padang pengembalaan atau pada kandang-kandang ternak milik warga sekitar.

Tomat yang ditanam di lahan seluas 0,25 hektar, kata dia, bisa menghasilkan 10 ton dalam sekali panen.

Bahkan saat ini Falensius mampu mempekerjakan 5 hingga 10 orang tenaga kerja di lahannya.

Ketika disambangi SERGAP pada Rabu siang, Falensius tengah asik memberikan arahan kepada  beberapa tenaga kerjanya sebagai persiapan menghadapi panen sayur Kol varietas Sehati sebanyak 7000 pohon di lahan 0,25 hektar miliknya.

“Untuk Kol ini, kita kalikan saja Rp 5000 per pohon. Itu bisa dapat 35 juta. Belum tomat dan yang lainnya. Kalau saya tanam padi tidak mungkin hasilnya seperti ini, karena padi seperempat hektar paling menghasilkan 1 ton,” katanya.

Untuk urusan pemasaran, Falensius mengaku tidak sulit. Karena banyak pembeli yang langsung datang ke kebunnya. Sedangkan sisanya di jual keluar Nagakeo, yakni ke Bajawa (ibukota Kabupaten Ngada), Borong (ibukota Kabupaten Manggarai Timur) dan Ende.

Sebagai petani yang memiliki lahan di area persawahan KM 6 Desa Aeramo, Falensius pun tidak luput dari program 1000 hektar Jagung yang dicanangkan oleh Dinas Pertanian (Distan) pada Juli 2019 lalu.

Sayangnya, program yang digadang-gadang mampu memproduksi 8 ton jagung per hektar itu hasilnya mengecewakan.

“Itu lihat saja hasilnya, pohonnya ada tapi isi tidak ada, saya hanya dapat 1 karung,  coba kemarin saya tanam tomat pasti sudah panen,” ucap Falensius sambil menunjuk tanaman jagungnya.

Falensius berencana dalam waktu dekat ia akan membersihkan semua batang jagung yang tidak menghasilkan itu untuk kembali menanam tomat.

“Minggu depan nanti saya suruh bersihkan, rencana mau tanam tomat saja,” ungkapnya.

Berkat jual sayur, kini pendapatan ekonomi keluarga Falensius semakin membaik. Bahkan ia mengaku sudah bisa membeli sepeda motor baru, menyekolahkan anak, serta bisa mempekerjakan 10 orang masyarakat setempat.

“Kalau tidak ada halangan saya rencana mau beli pick up, biar kalau mau jual ke Ende atau Bajawa tidak pake oto milik orang lagi,” pungkasnya. (sev/sev)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini