Gusty Halek, petugas lapangan PT. BISI International,Tbk sedang memberikan penyuluhan kepada para petani di Litemali Malaka.

sergap.id, BETUN – Curah hujan yang rendah dan masih minimnya petani tentang pola pertanian modern membuat petani di Kabupaten Malaka membutuhkan petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang aktif.

Gusty Halek, petugas lapangan PT. BISI International, Tbk wilayah Malaka, Belu & TTU saat ditemui SERGAP, mengatakan, hujan yang tidak menentu, sering terlambat dari waktu biasanya, dan tidak merata membuat petani di Malaka sering kali mengalami gagal tanam dan gagal panen.

Akibatnya, ketersediaan pangan menjadi tidak menentu. “Saat mendengar  keluhan dari kawan-kawan petani tersebut, dalam hati saya berpendapat bahwa konsep keamanan dan kedaulatan pangan sudah harus menjadi manstreaming dari para pengambil kebijakan di Provinsi NTT, khususnya di Malaka. Sebab konsep ketersediaan pangan saja tidak cukup untuk mengatasi persoalan pangan yang ada,” kata Gusty.

Menurut dia, keluhan petani ini mestinya mampu menggugah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malaka untuk segera memberi solusi menghadapi persoalan yang ada.

Mengenai program Revolusi Pertanian Malaka (RPM) yang digalahkan Pemkab Malaka haruslah benar-benar menjadi solusi kedaulatan pangan menuju kemandirian pangan.

Karena itu, pendampingan teknis dari PPL yang ditugaskan di setiap desa mestinya menyadari tupoksinya dan selalu ada bersama-sama petani dalam memecahkan persoalan yang dialami petani.

“Solusi untuk petani harus diberikan secara berkelanjutan,” ujar Gusty.

Gusty Halek bersama para petani Litamali, Malaka.

Jefri Seran, salah satu petani asal Desa Litamali, Malaka, mengaku kesulitan menghadapi minimnya curah hujan di awal musim tanam periode satu ini.

“Selama Ini saya selalu berjumpa dengan pak Gusty dari PT BISI. Beliau selalu Mendampingi saya. Beliau selalu membawa solusi dalam menangani hama tanaman yang saya tanam. Kalau Saja PPL dari Dinas Pertanian aktif sepeti pak Gusty, maka kami petani pasti semangat dalam berusaha,” paparnya.

Menurut Jefri, petani memiliki hak untuk tidak berada pada posisi dikasihani oleh pemerintah. Tapi pendampingan terhadap petani mesti dilakukan secara berkesinambungan dan tidak hanya bersifat emergency atau darurat saja.

Perlu terintegrasi dalam tidakan pembangunan sebagai upaya dalam memanage resiko kekeringan yang dihadapi petani.

“Fakta di atas membuat saya bertanya-tanya, apakah tidak bisa dilakukan sesuatu yang dapat menjawab keluhan masyarakat?,” ucap Jefri, kritis. (seldi/seldi)

 

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini