Mesin Daur Ulang Sampah di Boawae
Salah satu mesin daur ulang sampah yang dibiarkan di halaman rumah warga di Boawae, Nagekeo.

sergap.id, BOAWAE – Proyek pembangunan fasilitas pengolahan sampah di RT 10, Kelurahan Natanage, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo, kini mubazir. Padahal proyek ini telah menghabiskan Dana Alokasi Khusus (DAK) TA 2021 sebesar Rp 500 juta lebih.

Camat Boawae, Vitalis Ba’i, mengatakan, keberadaan gedung dan mesin daur ulang tersebut, seharusnya dapat mendukung pengelolaan sampah di wilayahnya. Namun sayangnya ia sama sekali tidak mengetahui proses perencanaan dan pelaksanaan proyek itu.

“Tujuannya baik, tapi kalau hasilnya tidak bisa dimanfaatkan, itu sama dengan mubazir. Saya meminta aparat penegak hukum (APH) dapat menyelidiki ini,” ungkap Vitalis kepada SERGAP, Selasa (5/8/25).

Sementara itu, Lurah Natanage, Mikhael Jumeli, menegaskan, sejak dibangun hingga saat ini, fasilitas daur ulang sampah itu belum pernah dioperasikan.

Kondisi terkini, satu unit mesin daur ulang disimpan di dalam gedung. Sementara satunya lagi dibiarkan begitu saja di halaman rumah warga.

  • Rp 400 JUta

Ketua RT 10, Kris Nara, mengatakan, pihak yang terlibat dalam pelaksanaan proyek ini, antara lain, Ketua LPMK saat itu, almarhum Bonevasius Siga Ngole, dan Toni Bhadi.

“Toni menjabat sebagai Sekretaris Kelompok Pengelola Proyek”, ucapnya.

Terpisah, Toni Bhadi, menjelaskan,  proyek daur ulang sampah ini dikerjakan secara swakelola dengan alokasi anggaran Rp 280 juta untuk pembangunan fisik, dan Rp 120 juta untuk pengadaan mesin.

“Total dana untuk keseluruhan sebesar 400 juta”, katanya.

Kata Toni, peralatan yang dibeli meliputi satu unit mesin pencacah sampah organik, satu unit mesin pres sampah plastik, dan tiga unit motor roda tiga jenis Viar. Sedangkan tenaga kerja  berasal dari warga sekitar.

Biaya pegadaan mesin dan komponen lainnya sudah dibayar lunas kepada pihak perusahaan.

“Tapi setelah proyek selesai, kami tidak bisa melakukan aktifitas. Karena Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Nagekeo melarang untuk beroperasi. Karena lokasinya terlalu dekat dengan permukiman dan tidak dilengkapi dengan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Ya, tugas kami hanya membangun. Soal pengoperasian dan kelanjutannya merupakan tanggung jawab kelompok”, tegas Toni.

  • Tidak Dilibatkan

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Nagekeo, Remigius Jago, mengatakan, pihaknya tidak pernah dilibatkan sejak perencanaan hingga pelaksanaan proyek tersebut.

“Kami pernah  melakukan survei lokasi alternatif di bekas kantor Dolog Boawae bersama Sekcam pada 2021. Lokasi itu kami nilai layak. Tapi karena anggaran tidak tersedia, rencana itu tidak jadi direalisasikan,” ungkap Jago kepada SERGAP, Rabu (6/8/2025).

Jago mengaku, dirinya baru mengetahui proyek yang dibangun di Kelurahan Natanage itu setelah stafnya mengikuti asistensi di Kantor Bapelitbangda pada 2023.

“Setelah itu, saya menugaskan tim untuk melakukan verifikasi lapangan. Verifikasi membuktikan adanya bangunan TPS-3R di lokasi tersebut, namun belum berfungsi. Informasi soal keberadaan mesin baru diketahui saat staf saya mendampingi tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dalam kegiatan monitoring pada 24 Juli 2025”.

“Kami tidak pernah melarang beroperasinya fasilitas tersebut. Justru kami tidak tahu-menahu sejak awal, sehingga tidak tepat jika kami dijadikan pihak yang bertanggung jawab atas belum beroperasinya fasilitas ini. Jangan jadikan orang lain sebagai kambing hitam”, tegasnya.

  • Pengawasan Teknis

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Nagekeo, Roni Rosok, menjelaskan, proyek tersebut bersumber dari dana DAK Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp 599.999.927,42.

Rinciannya, Rp.467.678.167,02 untuk pembangunan fisik, dan Rp 125 juta untuk pengadaan mesin dan sepeda motor pengangkut sampah. Mesin-mesin itu dibeli dari PT Balarea Jaya Tekhnik di Karawang, Jawa Barat.

Menanggapi pernyataan Toni Bhadi soal nilai proyek sebesar  Rp 400 juta, Roni menyatakan informasi tersebut tidak akurat.

“Semua pelaksanaan dan pengadaan dilakukan pada tahun 2021. Dana dicairkan dalam tiga tahap langsung ke rekening kelompok pelaksana. Setelah serah terima, tanggung jawab pengelolaan dan pengoperasian berada pada kelompok,” ucap Roni kepada SERGAP, Kamis (7/8/25).

Roni menambahkan, pihaknya hanya bertugas melakukan pendampingan dan pengawasan teknis.

“Saya sudah berulang kali meminta kepada kelompok melalui Toni Bhadi agar fasilitas segera dimanfaatkan. Tapi alasan tidak ada dana operasional”, ungkapnya. (sg/sg)

Komentar Sesuai Topik Di Atas