Sely Ajo
Sely Ajo

sergap.id, MBAY – Tahun 2021 lalu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nagekeo, mengalokasikan dana APBD II sebesar Rp 2 Miliar untuk kegiatan kajian lokasi dan peluang bisnis Bandara Internasional Mbay atau Bandara Surabaya II yang rencananya akan dibangun di Desa Tonggurambang, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo.

Kajian itu dilakukan oleh Perseroan Terbatas (PT) Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI), salah satu unit usaha milik Institut Teknologi Bandung (ITB).

Hasilnya PT LAPI mempresentasikan kajiannya secara virtual pada Senin, 6 Desember 2021.

Dalam kajian itu ada 4 konteks laporan yang disampaikan, yakni preface (pengantar), profile (profil), analysis (analisis) and summary (ringkasan.

Pada kontes analysis terdapat tiga item penjelasan, yakni proyeksi pergerakan, perhitungan kebutuhan fasilitas, serta tahapan pengembangan Bandara Mbay.

Tim Kajian PT LAPI ITB menyebut, proyeksi pergerakan penumpang berdasarkan proyeksi yang telah dikaji, Bandara Mbay akan melayani 67.330 penumpang di tahun pertama pada skenario moderat.

PT LAPI ITB pun telah menyiapkan tiga skenario proyeksi, mulai dari skenario dasar (pesimis), skenario moderat, dan skenario optimis. Namun untuk kebutuhan perencanaan fasilitas, baik sisi darat maupun udara, tim kajian menggunakan proyeksi skenario moderat sebagai dasar.

Sementara pada proyeksi pergerakan pesawat, pada tahun pertama diprediksi melayani 3.503 pesawat. Akan terus meningkat sampai mampu melayani 7.350 pergerakan pesawat pada akhir tahap ultimate.

Sedangkan proyeksi pergerakan kargo, tim memprediksi bahwa bandara Mbay akan melayani 166 ton pergerakan kargo pada tahun pertama. Jumlah pergerakan kargo akan terus meningkat sampai pada akhir tahap ultimate.

Namun Ketua DPRD Nagekeo, Marselinus F. Ajo Bupu  alias Sely Ajo, menilai, kajian ITB itu mubazir dan penggunaan uang untuk kajian tersebut menyalahi aturan.

Kepada wartawan, Senin (20/3/23), Sely menjelaskan, kajian terhadap Bandara Mbay ini telah dilakukan sebanyak dua kali di lokasi yang sama dan telah menggerogoti miliaran rupiah dari APBD II Nagekeo.

Sebab pada tahun 2011 lalu telah dilakukan kajian dan lokasi bandaranya telah ditentukan. Bahkan kajian dan penentuan lokasi (penlok) ini telah disahkan dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Perhubungan, Fredy Numberi.

“Surat Keputusan itu masih berlaku sampai hari ini”, tegas Sely, blak-blakan.

Mestinya, lanjut Sely, Pemkab Nagekeo melakukan revisi terhadap kajian dan penlok 2011, bukan malah membuat kajian baru di lokasi yang sama.

“Kajian baru itu justru jadi mubazir”, ungkapnya.

Menurut Sely, proses kajian bandara harus mengikuti ketentuan Perpres tentang Pengadaan Barang dan Jasa, bukan Permendagri tentang Litbang dan Swakelola.

“Ini yang harus dipahami”, ucapnya.

Anehnya dana kajian bandara 2021 itu diberikan kepada PT LAPI ITB dengan sistem swakelola.

“Yang menunjuk PT LAPI adalah Balitbang Nagekeo. Itu rujukan regulasi darimana sehingga 2 Miliar itu di swakelola?”, tanyanya.

Kajian PT LAPI pun dianggap fiktif.

“Karena selama tahun 2021, kita dari Lembaga DPRD tidak pernah melihat aktivitas di lapangan, berupa kajian, pengukuran, dan pemetaan lokasi oleh tim kajian di lokasi. Dan, pada tahun 2022, dalam Evaluasi Kajian di Kementerian Perhubungan, selaku Ketua DPRD saya hadir. Tapi hasil kajian kedua yang dipresentasikan tentang studi kelayakan, dan master Plannya tidak ada. Banyak hal yang diminta dan dipertanyakan oleh Kementerian Pehubungan, tapi lagi-lagi dari Pemda Nagekeo dan tim pengkaji tidak bisa memberikan argumen dan jawaban secara teknis. Kesimpulannya bahwa dana senilai 2 Miliar yang sudah dialokasikan untuk kajian itu mubazir”, beber Sely.

Sely menambahkan, berdasarkan hasil konsultasi dengan Kementerian Perhubungan pada tahun 2021,  maka program kegiatan bebandaraan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Sementara Bandara Mbay, Kementerian Perhubungan menyarankan agar administrasi anggaran di kelola oleh Litbang Kabupaten Nagekeo, namun pelaksanaannya tetap mengikuti Perpres sesuai mekanisme Pengadaan Barang dan Jasa.

“Di Republik ini tidak pernah ada studi kelayakan dan kajian bandara yang dilakukan secara swakeloa, yang ada hanya di Nagekeo. Bahkan Kementerian Perhubungan yang memiliki kewenangan dan keahlian pun tidak pernah lakukan secara swakelola”, tutup Sely.

Sementara itu Kasmir Doy, Kepala Bappelitbangda Nagekeo yang juga adik kandung Bupati Nagekeo, Yohanes Don Bosco Do, yang dihubungi SERGAP per telepon belum berkomentar banyak.

“Besok (Selasa 21/3/23) kita ketemu di kantor. Karena semua data ada di kantor”, ujar Kasmir, Senin (20/3/23) siang.

  • Dugaan Korupsi 2 Miliar

Kajian yang menghabiskan Rp 2 miliar tersebut diduga sebagai kajian fiktif. Selain tim kajian diduga tidak pernah melakukan kajian di lapangan, penggunaan dana kajian itu juga diduga tidak sesuai dengan aturan yang berlaku di republik ini.

Alhasil masyarakat kemudian membuat pengaduan dugaan korupsi tersebut ke Polres Nagekeo dan penyidik Satuan Reskrim Unit Tipiskor Polres Nagekeo langsung meresponnya dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan. Hasilnya?

“Para pihak sudah kita panggil untuk dimintai keterangan. Kasusnya juga sudah kita gelar perkara, dan saat ini sudah masuk tahap Penyidikan”, ujar Kapolres Nagekeo melalui Kasat Reskrim Polres Nagekeo, Iptu. Rifai, SH, kepada SERGAP, Senin (20/3/23).

Rifai menjelaskan, saat ini pihaknya sedang menunggu hasil Perhitungan Kerugian Negara (PKN).

“Jika sudah kita kantongi, selanjutnya kita gelar perkara untuk penetapan tersangka”, pungkas Rifai. (sg/cs)