Kasmirus Doy, Kepala Balitbangda Kabupaten Nagekeo.
Kasmirus Doy, Kepala Balitbangda Kabupaten Nagekeo.

sergap.id, MBAY- Kepala Balitbangda Kabupaten Nagekeo, Kasmirus Doy, mengaku dirinya telah berkali-kali dipanggil dan diperiksa oleh penyidik Tipidkor Polres Nagekeo terkait kasus dugaan Korupsi dana kajian Bandara Mbay senilai Rp 2 miliar.

Kepada SERGAP, Selasa (21/3/23), Kasmir yang juga adik kandung Bupati Nagekeo, Yohanes Don Bosco Do itu, menjelaskan, dari total Rp 2 miliar itu, Rp 1,5 miliar diberikan kepada PT LAPI ITB, dan Rp 500 juta dipakai untuk perjalanan dinas dari Mbay, ibu kota  Kabupaten Nagekeo, ke Jakarta, Pulang-Pergi (PP), untuk tujuan konsultasi ke Kementerian Perhubungan.

“Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah kenapa Rp 1,5 Miliar tidak di tenderkan  tapi di swakelola (oleh PT LAPI ITB). Kemudian mengapa (Bandara Mbay) harus dikaji ulang, padahal tahun 2011 lalu sudah ada kajian dan Penentuan Lokasi I (Penlok I)? Dan, kenapa bukan Dinas Perhubungan yang melakukan kajian? Disini perlu saya jelaskan secara detail biar  clear”, ujar Kasmir.

Pada prinsipnya, lanjut Kasmir, Balitbangda bertindak sudah sesuai arahan dan petunjuk dari Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. Terkait Penlok I itu dengan sendirinya gugur karena masa berlakunya hanya lima tahun. Kajian untuk Penlok I itu dilakukan pada tahun 2008 dan tahun 2011 hasil kajian ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan yang ditandatangani oleh Fredi Numberi.

Secara regulasi, seharusnya Bandara Surabaya II (Mbay) harus sudah dibangun, namun lokasi (bandara) tersebut bukan tanah milik Pemda Nagekeo, tetapi milik TNI AD. Inilah yang menjadi akar permasalahannya.

Dalam perjalanan kita tetap melakukan komunikasi dengan pihak- pihak yang berhubungan dengan lokasi Bandara, sehingga pada tahun 2019, Pemda Nagekeo melalui Badan Pertahan Nasional (BPN) Kabupaten Nagekeo bisa menerbitkan sertifikat tanah seluas 49 hektar.

Berdasarkan Sertifikat ini, maka pada Tahun 2021, Pemda Nagekeo mengalokasikan Rp 2 Miliar untuk Kajian Teknis. Rp 1,5 miliar digunakan untuk kajian teknisnya, sementara Rp 500 juta untuk biaya perjalan dinas dan konsultasi ke Kementerian Perhubungan. Dana ini diswakelolakan karena kita merujuk pada  Peraturan LKPP 3 tahun 2021 tentang Pedoman Swakelola.

Ruang lingkup Pedoman Swakelola ini meliputi perencanaan pengadaan melalui Swakelola; persiapan Swakelola; pelaksanaan Swakelola; pengawasan Swakelola; dan serah terima hasil pekerjaan.

Peraturan LKPP 3 tahun 2021 merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 16 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan untuk memenuhi perkembangan dan kebutuhan hukum, maka Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola perlu disempurnakan.

Mengapa bukan Dinas Perhubungan yang melakukan kajian? Ini dasar hukumnya, yakni Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 90 Tahun 2019 tentang  Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur. Jadi semuanya sudah jelas.

Proses pembangunan Bandara  Surabaya II saat ini belum bisa berjalan normal dikarenakan semua pihak masih menjalani proses hukum yang sedang ditangani Polres Nagekeo.

“Kita ikuti saja prosesnya. Dan, yang kita butuh saat ini adalah kepastian hukum”, tutup Kasmir.

BACA JUGA: Kajian ke 2 Bandara Mbay Diduga Fiktif, Ketua DPRD blak-blakan, Polisi Tunggu PKN

Sementara itu, Lukas Mbulang, Pengacara asal Mbay, mengatakan, rencana pembangunan Bandara Mbay merupakan tipu daya pemerintah kepada masyarakat.

“Saya tidak tahu regulasi mana yang mereka pakai untuk kelola 2 M itu, tapi 500 juta untuk perjalanan dinas ini sangat fantastis. Aduh…aduh… bisa begitu? Kita serahkan ke polisi usut ini”, ujar Lukas kepada SERGAP per telepon, Selasa (21/3/23) malam.

Menurut dia, tipu daya pemerintah membangun Bandara Mbay telah terjadi sejak tahun 1994. Saat itu pemerintah mendaratkan sebuah pesawat di Mbay di bekas Bandara Jepang yang dibangun Jepang tahun 1942.

Waktu itu tiga suku tuan tanah yang menyerahkan lahan bandara diajak naik pesawat keliling-keliling.

“Setelah tanah diserahkan, rencana pembangunan bandara lenyap. Selanjutnya pemerintah genjar lagi ingin membangun bandara, tapi sampai sekarang tidak jelas. Padahal uang miliaran rupiah sudah habis terpakai untuk rencana bangun bandara ini. Anehnya, antara eksekutif dan legislati saling serang. Ini maksudnya apa? Ini tipu daya kepada masyarakat”, kata Lukas. (sg/red)