
sergap.id, LARANTUKA – Aliansi Masyarakat Kota (Linmas Kota) melakukan aksi damai di Larantuka, ibukota Kabupaten Flores Timur, Senin (11/10/21). Aksi Linmas Kota ini dipicu oleh banyaknya persoalan dugaan korupsi di Flores Timur.
Meskipun telah diadukan oleh beberapa kelompok masyarakat, namun penanganan kasus dugaan korupsi di Flores Timur terkesan berjalan di tempat.
Linmas Kota meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil alih penanganan kasus Dana Hibah sebesar Rp. 10,1 milyar yang telah dilaporkan elemen masyarakat kepada Kejaksaan Negeri Larantuka.
“Kasus dana hibah kepada kelompok orang muda Bereun Senaren ini bermasalah dan itu telah dibuktikan dengan hasil audit BPK Perwakilan NTT,” ujar Petrus Paulus Tadon Kedang, salah satu unsur Linmas Kota.
Linmas Kota mencatat, sesuai dengan hasil audit BPK, penyaluran dana hibah ini tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Bahkan berdasarkan keterangan bendahara bantuan keuangan diketahui bahwa terdapat penetapan penerima hibah dan besaran nilai hibah berdasarkan disposisi bupati kepada Kepala Badan Keuangan Daerah tanpa melalui mekanisme evaluasi proposal oleh instansi teknis,” tegas Bachtiar Lamawuran, Ketua Aliansi Masyarakat Kota.
Bachtiar menambahkan, penerima dana hibah dimaksud tidak ditetapkan dengan keputusan bupati sebagaimana dimaksud dalam Pemendagri nomor 14 tahun 2016.
Kelompok Breun Senaren menurut Tadon Kedang, adalah kelompok masyarakat yang dibentuk setelah pasangan Anton Hadjon dan Agus Boli terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Flores Timur.
“Jadi ini kelompok dadakan dan tidak memiliki badan hukum sebagaimana disyaratkan Permendagri 14 tahun 2016,” tegas Bachtiar Lamawuran.
Bachtiar mengingatkan perihal penggunaan dana hibah di Flores Timur yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan, juga telah menjadi perhatian Gubernur NTT yang dituangkan dengan Keputusan Gubernur NTT tentang Evaluasi Perda APBD 2019.
“Dalam keputusan tersebut, pada pokoknya mengingatkan Bupati Flroes Timur agar penganggaran uang untuk diberikan kepada masyarakat hanya untuk kegiatan yang bersifat perlombaan atau penghargaan atas suatu prestasi,” ungkap Bachtiar.
Sementara itu, Tadon Kedang, menambahkan, ada kasus yang mengendap selama satu tahun sembilan bulan di tangan Polres Flores Timur.
“Kasus dugaan korupsi Talud Bubuatagamu dan Lamakera dilaporkan elemen masyarakat sejak Desember 2019 hingga sekarang tidak jelas ujungnya,” bebernya.
Ia menjelaskan, selain kasus dugaan korupsi Talud Lamakera dan Bubuatagamu, elemen masyarakat juga telah melaporkan kasus dugaan korupsi Dana Hibah HUT RI sebesar Rp.1,2 milyar yang penanganannya oleh Polres Flores Timur hingga kini belum jelas.
“Total nilai dugaan korupsi yang kami laporkan ke Polres Flores Timur sebesar Rp. 5,5 milyar. Sampai sekarang belum ada progress yang berarti,” papar Tadon Kedang.
Menurutnya, dari informasi yang beredar, untuk kasus Talud Lamakera dan Bubuatagamu telah ada audit dari Politeknik Negeri Kupang dan audit investigatif dari Inspektorat Daerah Flores Timur, namun tetap saja penanganannya tidak mengalami kemajuan.
Tadon Kedang menduga ada intervensi kekuasaan dalam penangangan kasus ini, karena melibatkan keluarga Bupati Flores Timur.
“Pertanyaan sederhana kenapa Polres bisa diintervensi, kami menduga karena Kapolres juga adalah salah satu unsur Forkompinda Flores Timur yang setiap bulan menerima honor Rp. 20 juta rupiah,” tegasnya.
Linmas Kota menduga, besarnya honor Forkompinda yang juga diterima Kapolres Flores Timur dan Kejari Larantuka cukup mempengaruhi penanganan kasus-kasus korupsi di Flores Timur.
“Dugaan ini cukup beralasan melihat fakta lambannya penanganan dengan alasan yang tidak terlalu jelas,” ujar Tadon Kedang.
Selain kasus dugaan korupsi Talud Bubuatagamu dan Lamakera yang melibatkan lingkaran kekuasaan di Flores Timur, Linmas Kota juga menyoroti kasus dugaan korupsi Lampu Penerangan Jalan di Flores Timur, Kesalahan Klasifikasi Belanja Barang dan Jasa, Saldo Beban Utang Pemerintah, Realisasi Pelampauan Pendapatan dan Telah Dibelanjakan, Pembukaan Rekening Bencana atas nama Bupati Flores Timur, Peremajaan dan Penjarangan Mente, Pembangunan Jembatan Tambatan Perahu di Desa Sagu dan Pembangunan Jalan Menuju Stadion yang hingga hari ini tidak bisa digunakan.
“Total dugaan yang telah dan akan kami laporkan adalah Rp. 24,1 milyar,” ungkap Tadon Kedang.
Selain itu, Linmas Kota juga menyoroti Dana Covid-19 tahun 2020 yang tidak jelas penggunaanya. “Misalnya untuk pemulihan ekonomi dilakukan dengan penanaman kelor yang kemudian gagal total. Belum lagi insentif tenaga kesehatan yang menangani Covid[1]19 pun tidak jelas pembayarannya. Kasus dugaan korupsi Dana Covid-19 ini masih kabur hasil penanganan oleh APH,” beber Tadon Kedang.
Sementara itu, untuk dana penanganan Covid-19 tahun 2021 berdasarkan hasil refocusing APBD 2021 yang dianggarkan sebesar Rp. 47 milyar pun, hingga kini tidak jelas penggunaannya untuk apa.
“Kami sangat menyesalkan dana Covid-19 sebesar Rp. 47 milyar tidak jelas peruntukannya hingga sekarang,” kata Tadon Kedang.
Terhadap hal tersebut, Aliansi Masyarakat Kota meminta atensi KPK dalam penanganan dugaan korupsi dana Covid-19 ini.
“KPK telah mengatakan korupsi dana Covid-19 adalah kejahatan kemanusiaan dan ancaman hukumannya sampai dengan hukuman mati. Kita minta KPK tidak main-main dengan pernyataan ini,” pinta Tadon Kedang.
Berikut Pernyataan Sikap Linmas Kota:
- Mendukung unit Tipikor Polres Flores Timur untuk segera menuntaskan penanganan laporan dugaan korupsi yang telah dilaporkan elemen masyarakaat Flores Timur antara lain:
- Proyek Talud Lamakera Desa Watobuku senilai Rp. 3,2 milyar
- Proyek Talud Pengaman Pantai Desa Bubuatagamu Rp. 1,1 milyar
- Anggaran Hibah HUT RI senilai Rp. 1,2 milyar
- Proyek Kelor, Hijauan Pakan Ternak, dan Kebun Pembibitan Jambu Mete senilai Rp. 1,65 milyar yang bersumber dari Anggaran Covid-19 Tahun 2020
- Meminta Kapolres Flores Timur untuk lebih tegas dan jelas memperlihatkan komitmennya dalam mendukung kinerja bawahannya.
- Meminta Kapolres Flores Timur untuk bersikap adil, proporsional serta independen dengan mengabaikan tekanan atau pengaruh eksternal yang berusaha mempengaruhi jalannya proses penyelidikan dan penyidikan terhadap semua laporan dan/atau kasus yang sedang ditangani oleh Unit Tipikor Polres Flores Timur.
- Meminta Irwasum Mabes Polri dan Irwasda Polda NTT untuk melakukan monitoring dan mengevaluasi kinerja Kapolres Flores Timur AKBP I Gusti Putu Suka Arsa. (sp/sp)