Koordinator TPDI & Advokat Peradi, Petrus Selestinus.
Koordinator TPDI & Advokat Peradi, Petrus Selestinus.

sergap.id, KUPANG –  Koordinator TPDI dan Advokat Peradi, Petrus Selestinus, mengatakan, putusan bebas murni terhadap Ali Antonius merupakan kemenangan profesi advokat dari tindakan sewenang wenangan Kejaksaan Tinggi NTT.

“Prinsip Undang-Undang No 18 Tahun 2003 tentang Advokat, terutama mengenai Hak imunitas Advokat dalam proses penegakan hukum dan hak entitasnya,  diberikan secara mandiri, penuh, dan terpisah dari klien yang sedang dibelanya, sudah seharusnya dimengerti dan dipahami oleh Jaksa manapun di Indonesia,” ujar Selestinus kepada SERGAP, Senin (11/10/21).

Menurut Seletinus, hak imunitas advokat dimaksudkan untuk mencegah kesewenang-wenangan Polisi, Jaksa, dan Hakim, dalam Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan perkara.

Karena itu, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusannya No 26/PUU-XI/2013, telah memperluas Imunitas Advokat, dalam Undang-Undang No 18 Tahun 2003, Tentang Advokat, tidak hanya ketika Advokat melakukan pembelaan di dalam persidangan, tetapi juga diperluas pada pembelaan di luar persidangan (Penyelidikan/Penyidikan).

Konsekuensi yuridis dari ketentuan Pasal 16 Undang-Undang No 18 Tahun 2003, Tentang Advokat dan Putusan MK. No. : 26/PUU-XI/2013, maka hak imunitas seorang Advokat Indonesia, termasuk Imunitas Advokat Ali Antonius, SH. MH harus dihormati dan dijungjung tinggi oleh siapapun tanpa kecuali, termasuk oleh Jaksa-Jaksa di Kejaksaan Tinggi NTT.

“UU No 18 Tahun 2003 Tentang Advokat dan Putusan MK No. 26/ PUU-XI/2013 memiliki kekuatan mengikat pada semua pihak, termasuk Polisi, Jaksa, Hakim. Karena itu tindakan beberapa oknum Jaksa pada Kejaksaan Tinggi NTT terhadap Ali Antonius, meskipun dikemas sebagai tindakan hukum, namun tindakan demikian sebagai teror terhadap profesi Advokat, merampas kemerdekaan, dan mengkriminalisasi Ali Antonius”, ungkap Selestinus.

“Tindakan oknum Jaksa pada Kejaksaan Tinggi NTT yang menjadikan Ali Antonius sebagai tersangka dan ditahan di Rutan hingga dijadikan terdakwa, jelas bertentangan dengan prinsip Imunitas Advokat bahwa Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata ataupun secara pidana dalam melakukan tugasnya, di dalam dan di luar Pengadilan dengan iktikad baik”, tegas Selstinus.

Karena itu, lanjut Selstinus, putusan bebas murni yang diberikan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kupang, yang menolak penerapan pasal 22 Jo pasal 35 UU Tipikor terhadap Ali Antonius, harus dipandang sebagai bagian dari sikap arif dan bijaksana Majelis Hakim yaitu menolak arogansi kekuasaan Jaksa pada Kejaksaan Tinggi NTT demi menjunjung Profesi Advokat yang Officium Nobile.

Sebelumnya, JPU Kejati NTT, Hendrik Tip, menuntut Ali Antonus dengan ancaman hukuman penjara selama 5 tahun dan uang pengganti Rp 150 juta subsider 6 bulan penjara, karena Ali Antonius diduga menjadi aktor intelektual atas tindak pidana pemberian keterangan palsu dalam kapasitasnya sebagai Advokat.

“Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Fransiska Paula Dari Nino, dengan Hakim anggota Lizbet Adelina dan Ngguli Liwar Mbani Awang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Kupang, Selasa (5/10/2021) kemarin, Majelis Hakim dengan suara bulat membebaskan terdakwa dari segala dakwaan Jaksa Penuntut Umum (PJU). Pertimbangan Hakim dalam putusannya menyebutkan, perbuatan Ali Antonius merupakan tindakan sebagai advokat yang membela kliennya. Perbuatan terdakwa tidak melawan hukum, biaya perkara dibebankan kepada negara, dan nama baik terdakwa harus dipulihkan”, bebernya.

“Atas putusan bebas dimaksud, maka Advokat NTT sebagai bagian dari Advokat Indonesia akan menuntut balik oknum Jaksa Penyidik, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Kepala Kejaksaan Tinggi NTT secara pidana, perdata dan secara administratif kepada Ombudsman RI, karena dianggap telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan maladministrasi dalam pelayanan publik di bidang penegakan hukum,” pungkasnya. (sp/sp)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini