
sergap.id, KUPANG – Pada masa penutupan kegiatan (lockdown) di Provinsi NTT, tidak hanya kantor-kantor, rumah makan, dan toko yang tutup, namun juga tempat ibadah, terutama gereja.
Gereja-gereja tampak lengang, bahkan sepi pada hari Minggu, hari beribadah umat Kristiani. Termasuk pekan Tri Hari Suci atau lebih dikenal dengan nama Semana Santa di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, yang pada tahun-tahun sebelumnya berhasil menyedot jutaan wisatawan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Warga NTT akhirnya ‘diperintahkan’ untuk tinggal di rumah dan bekerja dari rumah. Praktis jalanan menjadi lengang. Sejumlah tempat ramai berubah sepi. Semua patuh pada anjuran pemerintah Stay At Home and Work From Home.
Tiba-tiba, pada tanggal 18 Mei 2020, Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, mengaktifkan kembali kegiatan perkantoran pemerintah di Provinsi NTT. Banyak yang protes, termasuk Penasehat Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA) Provinsi NTT yang juga Anggota Depertemen Misi Nasional GSJA Indonesia, Pendeta John Adu S.Th M.A.
Karena itu, pada Selasa (19/5/20), Pendeta John Adu bertanya lewat surat terbukanya kepada untuk Gubernur NTT: kapan Gubernur memberikan himbauan mulai berlakunya ibadah di gereja?
Seketika pro kontra bergumul di tengah masyarakat, terutama di dunia maya. Sebagian netizen mendukung pertanyaan Sang Pendeta, sementara yang lain menolak, bahkan mencemooh, karena menganggap pertanyaan Pendeta tidak tepat di tengah pandemi Covid-19.
Anehnya ketika Gubernur memberi sinyal mulai berlakunya new normal pada tanggal 15 Juni 2020 mendatang, para protes diam membisu. Bahkan mengamini keputusan tersebut.
Padahal dari hari ke hari, jumlah pasien positif Covid-19 di NTT terus meningkat. Bahkan penularan lokal atau transmisi lokal kian mengkhawatirkan.
Per hari Minggu (31/5/20) saja, terjadi penambahan pasien positif corona karena transmisi lokal sebanyak 3 orang di Ende, dan 2 di Kota Kupang, hingga total pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di NTT saat ini berjumlah 97 orang.
Yakinkah pemerintah sebelum tanggal 15 Juni, wabah ini bisa disterilkan? Atau malah mengganas di tengah pemberlakuan new normal?
Ketika pemerintah membatasi aktivitas sosial, toh masih ada warga yang tidak turut. Apalagi ketika new normal diberlakukan? Siapa yang menjamin virus ini tidak menyebar lebih luas?
Namun Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng M Faqih, mengatakan, semua pihak harus mempersiapkan diri untuk menyambut fase new normal atau kenormalan baru dalam kehidupan di tengah pandemi Covid-19.
“Tidak ada tawar menawar lagi, siap atau tidak siap, kita harus mempersiapkan diri,” kata Daeng dalam sebuah diskusi virtual di Jakarta, Minggu (31/5/2020).
Ia mengatakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya telah memprediksi bahwa pandemi Covid-19 akan berlangsung lama. Oleh karena itu, seluruh aspek kehidupan umat manusia harus dapat beradaptasi dengan kenormalan baru tersebut.
“Tidak mungkin sendi kehidupan kita dikunci sekian lama. Kalau dikunci sekian lama seluruh aspek kehidupan kita, sosial dan lain-lain, berat bagi bangsa kita,” kata dia.
Baik pemerintah maupun masyarakat, ia berharap, harus sama-sama mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Apalagi hingga saat ini belum ditemukan vaksin untuk menyembuhkan serta mengendalikan laju penyebaran Covid-19.
“Kalau tidak patuh atau disiplin, maka pasti akan beresiko tertular. Sebelum vaksin keluar, disiplin protokol itu harus,” tegasnya. (san/san)