Bupati Ngada Andreas Paru (baju hitam) saat mengikuti Sidang Paripurna di DPRD Ngada, Selasa (23/7/24).
Bupati Ngada Andreas Paru (baju hitam) saat mengikuti Sidang Paripurna di DPRD Ngada, Selasa (23/7/24).

sergap.id, BAJAWA – Pernyataan – pernyataan Bupati Kabupaten Ngada, Andreas Paru, di empat tahun terakhir ini membuat 17 dari 25 Anggota DPRD Ngada gerah. Apalagi pernyataan yang disampaikan jauh dari fakta sebenarnya.

Akibatnya 17 wakil rakyat itu membuat Petisi yang dibacakan oleh Anggota DPRD asal PKB, Yohanes Yoseph Bhuja Menge alias Johny Bhuja jelang penutupan Paripurna tiga Perda di gedung DPRD Ngada, Selasa (23/7/24) siang.

Kepada SERGAP, Anggota DPRD Ngada asal Partai Hanura, Marsel Nau, menjelaskan, setelah Johny membaca Petisi, Andreas Paru sempat menanggapinya dengan pertanyaan, “Saudara Johny apakah  waktu itu sudah menjadi DPR?”. Johny pun menjawab, “Saya ini diminta oleh 16 teman-teman, termasuk saya sebagai Juru Bicara”. Mendengar itu Bupati terdiam dan nampak tak bersemangat.

“Johny merupakan Anggota DPRD Penggati Antar Waktu (PAW) yang baru dilantik pada Selasa (29/8/2023). Ia menggantikan Blandina Mamo yang pindah partai lantaran menjadi Caleg dari Partai Gerindra Propinsi NTT”.

Menurut Marsel, Petisi 17 itu menyikapi pernyataan Bupati, serta menyikapi sikap Bupati yang melarikan diri dari tanggungjawab dan Sumpah Jabatan

Berikut Kronologi hingga terbitnya Petisi 17:

Pernyataan Bupati yang disampaikan di berbagai kesempatan di Kecamatan Riung, Soa, Bajawa dan tempat-tempat lainnya, menyatakan bahwa:

  1. Dia adalah satu-satunya Bupati Ngada yang berani meninggalkan ruang sidang DPRD, karena DPRD Melakukan rationalisasi anggaran Pembangunan Rumah Sakit di Late yang bernilai Rp 25 M atau DPRD mengurangi anggaran pembangun Rumah Sakit Late dalam Sidang Paripurna Pembahasan  RAPBD Kabupaten Ngada Tahun Anggaran 2022.
  2. Dia adalah Bupati yang berani membuat asset yang tertidur menjadi uang.
  3. Dia adalah Bupati yang berani tidak populer pada sekelompok orang dan DPRD Ngada.
  4. Dia adalah Bupati yang berani mencoret Pokir Anggota DPRD karena mulai dari pimpinan sampai anggotanya putar balek, Pokir DPRD tidak bermanfaat, karena hanya untuk mencari rente.

Hal-hal diatas telah merendahkan martabat lembaga DPRD Ngada dalam melaksanakan tugas-tugas konstitusional sekaligus rendahnya kualitas kepempinan Bupati sendiri.

Dengan latar belakang Bupati yang berpuluh tahun berkarir di daerah otonomi khusus penuh konflik fisik (Papua) dan tidak pernah berkarya dalam lingkup Eksekutif, tentunya tidak memahami dinamika dalam pembahasan anggaran antara Pemerintah dan DPRD di daerah Otonomi Normal.

Hal ini semakin menjelaskan rendahnya kemampuan Bupati dalam membangun komunikasi, koordinasi dan relasi  antar lembaga. Karena Prinsip kepemimpinan Bupati adalah KALAH  atau MENANG.

Persidangan ini merupakan Pembahasan RAPBD Induk pertama Bupati setelah dia dilantik menjadi Bupati Ngada pada tanggal  26 Pebruari 2021, dan keyakinan kami Bupati  belum Move On dari gaya kepemimpinan lama dan belum memahami secara utuh Kedudukan serta TUPOKSI Pemerintah dan DPRD dalam menjalankan roda pemerintahan sebagaimana  diatur UU Nomor 23 Tahun 2014 dan perubahannya UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah, tentang kemitraan sejajar  Bupati dan DPRD.

Pernyataan-pernyataan diatas disampaikan juga dalam ruang Akademis yang  berada jauh dari  Kabupaten Ngada (Universitas Flores)  Ende, di hadapan para Dosen, Mahasiswa, bahkan akhir-akhir ini dalam setiap sosialisasi menuju Pilkada 2024 terus menyebar fitnah tentang DPRD Ngada.

Karena itu kami perlu  mengklarifikasi pernyataan-pernyataan Bupati tersebut, dan Kronologis Bupati Lari Tinggalkan Ruang Paripurna:

  1. RAPAT BANGGAR BERSAMA TAPD / PEMERINTAH

Berawal dari Pembahasan KUA – PPAS Tahun Anggaran (TA) 2022 oleh Badan Anggaran (Banggar) DPRD dan TAPD yang akan menjadi dasar bagi Pemerintah untuk menyusun, menyampaikan dan membahas Rancangan Perda tentang APBD Kabupaten Ngada TA 2022 sampai tercapainya persetujuan bersama antara Bupati dengan DPRD selambat-lambatnya tanggal 30 Nopember tahun 2021. (berjalan sesuai agenda)

  1. RAPAT PARIPURNA PENYAMPAIAN NOTA KEUANGAN PEMERINTAH

Paripurna pembukaan Pembahasan RAPBD TA 2022 dengan agenda tunggal  Penyampaian Pengantar  Nota Keuangan TA.2022 oleh Bupati Ngada. (berjalan sesuai agenda)

  1. RAPAT PARIPURNA PEMANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI

Fraksi-fraksi di DPRD Ngada memberikan pendapat dan catatan-catatan kritis  terutama terhadap Belanja yang bersumber dari Pinjaman Daerah pada Bank NTT yang direncanakan sebesar Rp. 100 .000.000.000,- (berjalan sesuai agenda)

  1. RAPAT PARIPURNA PENYAMPAIAN JAWABAN PEMERINTAH

Bupati memberikan jawaban atas PU Fraksi-fraksi diikuti  penyerahan dokumen RAPBD TA 2022 untuk dibahas bersama (berjalan sesuai agenda).

  1. RAPAT KERJA KOMISI-KOMISI BERSAMA PEMERINTAH

Dilaksanakan selama 3(tiga) hari   (Komisi I, II dan Komisi III ). Hasilnya: Pendapat Komisi, Kesepakatan Komisi dan Rekomendasi Komisi, dilanjutkan ke Rapat Gabungan Komisi. (berjalan sesuai agenda)

  1. RAPAT GABUNGAN KOMISI BERSAMA PEMERINTAH

Dihadiri Bupati  dan jajarannya membahas hasil kerja Komisi-komisi. Hasilnya: Kesepakatan dan Rekomendasi Gabungan Komisi yang terdiri dari:

  • Kesepakatan Gabungan Komisi dan Pemerintah

Pinjaman Daerah sebesar Rp. 85.000.000.000,- harus dikelola secara Transparan, Akuntabel dan Berkeadilan dalam persebarannya serta harus berkontribusi pada peningkatan  Pendapatan Asli Daerah (PAD).

  • Rekomendasi Gabungan Komisi :
  1. Alokasi anggaran dari Pinjaman Daerah untuk Pembangunan Rumah Sakit (RS) Late dirationalisasi menjadi 10 M dengan pertimbangan, belum adanya regulasi dari Kementrian Kesehatan tentang pembangunan Rumah Sakit Baru di Kabupaten Ngada. Sehingga perlu mempertimbangkan asas legalitas dan juga mempertimbangkan aspek pendanaan selanjutnya.
  2. Pengadaan 50 buah Traktor Pertanian senilai 21 M lebih, dibatasi hanya sebanyak 10 unit, dengan spesifikasi teknis maksimal. sesuai dengan kondisi lahan pertanian di  seluruh Kabupaten Ngada dan mampu menyumbang PAD guna pembayaran cicilan pada Bank NTT.
  3. Pengadaan 17 buah Kapal Penangkap Ikan senilai Rp 5,6 M, Gabungan Komisi meminta untuk “DIBATALKAN” Karena urusan  perikanan tangkap merupakan kewenangan Propinsi. Anggaran sebesar Rp 5,6 M dapat dialokasikan ke sektor lain (pemberdayaan di sektor pertanian dan perikanan budidaya) yang dapat menghasilkan PAD dan  berkontribusi bagi peningkatan perekonomian masyarakat.
  4. Pengadaan Alat Panjat Cengkeh DIBATALKAN mengingat kebun cengkeh milik masyarakat rata-rata berada di wilayah dengan kemiringan ekstrim.
  5. Pembangunan TW.“Pantai Jodoh” di Aimere senilai Rp. 600.000.000,- Dibatalkan karena berbau KKN dan tanpa kajian. Anggarannya dialihkan untuk Penataan TW Pantai : Salora (Legelapu), Sukapati (Paupaga), Lekoena (Ruto), Pasir Putih (Enabhara) masing-masing Rp. 150.000.000,-
  6. Pokir DPRD yang telah dimuat dalam Perdat  APBD Ngada TA 2021  namun belum dieksekusi, dianggarkan kembali pada RAPBD Kabupaten Ngada TA 2022. (berjalan sesuai agenda).

Dari Rapat I, II, III, IV, V dan Rapat ke VI semuanya berjalan dengan baik dihadiri oleh Bupati.

  1. RAPAT BADAN ANGGARAN BERSAMA PEMERINTAH

Membahas Sinkronisasi, Rationalisasi anggaran sesuai Rekomendasi Gabungan Komisi. Hal ini yang Bupati tidak paham. Pikirnya Gabungan Komisi adalah Puncak dan Final.

Sehingga ketika Bupati membaca Rekomendasi Gabungan Komisi, Bupati kaget. Dan, tanpa kami semua ketahui, Bupati langsung Keluar dari Ruang Paripurna dengan wajah sangat emosional diikuti seluruh jajarannya. Padahal Rapat Banggar Belum Dimulai.

Kami harus mengatakan, “BUPATI LARI DARI TANGGUNGJAWAB DAN SUMPAH JABATANNYA”.

Bupati yang datang sebagai tamu di Rumah Rakyat, diterima dengan HORMAT namun lari dan kabur meninggalkan Rakyat “DENGAN TIDAK HORMAT” bahkan sambil berkata: “KITA GUNAKAN PERKADA”.

  1. Karena Bupati sudah kabur, maka Rapat Banggar diskors, lalu komunikasi dengan Ketua TAPD agar Rapat dilanjutkan karena Paripurna Penutupan harus dilakukan tanggal 30 Nopember 2021, selambat-lambatnya pada Pukul 24.00 WITA.
  2. Rapat Banggar diagendakan pada pukul 18.00 WITA untuk Penandatanganan Persetujuan Bersama sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 312 ayat (1) UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Namun Bupati telah lari dari ruang sidang.
  3. Rapat Paripurna diskors menunggu kehadiran Bupati.
  4. Komunikasi melalui Sekda sebagai Ketua TAPD Ngada, tidak merubah sikap Bupati. Sesuai Tatib DPRD Ngada, pukul 21.00 WITA Pimpinan kembali membuka Persidangan tanpa kehadiran Bupati. Untuk yang kedua  kalinya  Sidang
  5. Pukul 23.00 WITA, Pimpinan kembali membuka Sidang Paripurna, namun lagi-lagi Bupati tidak hadir. Bupati bersikukuh akan menggunakan Perkada dalam Pelaksanaan APBD TA. 2022.  Rapat  diskors ketiga kalinya.
  6. Pukul 23.50. WITA Sidang Paripurna Penutupan Sidang Pembahasan RAPBD Kabupaten Ngada TA. 2022 dimulai  “TANPA KEHADIRAN” Pemerintah dan secara resmi ditutup pada pukul 23.58 WITA oleh Pimpinan.
  7. Baru pertama kali terjadi di Ngada Bupati lari dari sidang DPRD dan merupakan catatan terburuk sepanjang sejarah Kabupaten Ngada dimana Bupati dan segenap jajaran meninggalkan Lembaga DPRD TANPA PENJELASAN. Sanksi oleh pemerintah Pusat menanti Bupati karena tidak menandatangani Persetujuan Bersama DPRD atas RAPBD Tahun 2022 sesuai batas waktu. Ketentuan Pasal 312 ayat (2) UU 23 tahun 2014 : “dikenai sanksi administrativ berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama 6(enam) bulan”.
  8. Bupati seperti baru sadar dari mimpi panjangnya,  sehingga pada tanggal 01 Desember 2021, pukul 05.00 dinihari melalui Sekda Ngada Bupati “MEMOHON DENGAN SANGAT AGAR PIMPINAN DAN SEGENAP ANGGOTA DPRD NGADA DAPAT MEMBUKA RUANG UNTUK KEMBALI MELAKSANAKAN PERSIDANGAN”. Hal ini pasti karena Bupati takut sanksi yang akan diterima sebagaimana diatur dalam Ketentuan Pasal 312 ayat (2) UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
  9. Jika kami 25 Anggota DPRD angkuh dan egois  seperti Bupati, kami bisa saja tidak bersidang agar Bupati dikenai sanksi!  Tetapi, kami dipilih oleh Rakyat, Mewakili Rakyat, Bekerja Untuk Rakyat, maka Demi Rakyat, Pimpinan DPRD “MEMINTA” 25 ADPRD bersidang kembali pada tanggal 01 Desember 2021.
  10. Dalam persidangan ulang tersebut Bupati berkali-kali bahkan dengan berlimpah-limpah menyampaikan permohonan maaf kepada Pimpinan dan segenap Anggota DPRD dan menyatakan sangat menyesal atas ketidakpahamannya tentang tahapan persidangan. Bupati bahkan menyatakan bahwa dia perlu belajar lagi tentang mekanisme penganggaran pemerintah sejak dari perencanaan,  pembahasan sampai dengan persetujuan bersama DPRD.  Berulang-ulang permohonan maaf itu disampaikan kurang lebih 7 sampai 8 kali kepada lembaga DPRD atas kejadian lari dari Ruang Paripurna DPRD Ngada tanggal 30 Nopember 2021.

Dengan Kronologi diatas, maka DPRD membuat Petisi 17 yang ditujukan kepada Bupati. Isinya:

Kami 17 orang Anggota DPRD Ngada dengan hak imunitas yang diberikan Undang-undang menyampaikan kepada masyarakat Ngada, berkaitan dengan Pernyataan Bupati Ngada Andreas Paru yang telah Melakukan Pelecehan kepada lembaga DPRD dengan melakukan kekerasan  verbal terhadap Lembaga DPRD Ngada di berbagai tempat dalam berbagai kesempatan dengan menyebarkan BERITA BOHONG atau HOAX dan melakukan Pembodohan Kepada Masyarakat. Oleh karena itu kami perlu menegaskan :

  1. TIDAK BENAR Bupati meninggalkan sidang tetapi lebih pantas “Melarikan diri dari Ruang Paripurna DPRD. Ini adalah tindakan yang sangat tidak terpuji dari seorang Pemimpin dan Melecehkan Lembaga DPRD (Contempt of Parliament). Perilaku yang hanya dilakukan oleh pemimpin yang tidak BERETIKA dan hilang iman politiknya serta tidak paham peraturan regulasi tentang Hubungan Kemitraan sejajar antara Bupati dan DPRD.
  2. TIDAK BENAR DPRD menghambat pembahasan anggaran Pembangunan Rumah Sakit Late. Hal itu merupakan penyesatan dan membohongi publik. YANG BENAR adalah Gabungan Komisi merekomendasikan agar pembangunan RS.Late dirationalisasikan sebesar 10 Milyard, Pengadaan: 50 buah Traktor Pertanian dirationalisasi menjadi 10 buah,  Pengadaan 17 buah Kapal Penangkap Ikan dibatalkan karena bukan urusan Kabupaten dan Pembangunan Pantai Jodoh di Aimere dibatalkan, dialihkan pada 4(empat) lokasi lainnya (Salora, Sukapati, Lekoena dan Enabhara).
  3. Prinsip pembangunan yang sangat tidak seimbang dan tidak memprioritaskan kepentingan masyarakat banyak harus dikembalikan kepada semangat pemerataan, dengan alokasi anggaran untuk perbaikan ruas jalan dalam Ibu Kota Kecamatan, seperti Bupati membangun jalan menuju kebun pribadinya di Radawigu-Golewa Selatan yang dilaksanakan dengan kualitas jalan Hotmix seperti jalan di Kota Metropolitan.
  4. TIDAK BENAR pernyataan Bupati bahwa, pemerintah kesulitan anggaran, YANG BENAR adalah Bupati tidak mampu mengelola APBD. Hal ini terbukti dengan besarnya SILPA yang mencapai ratusan milyard. kontribusi SILPA terbesar berasal dari POKIR Pimpinan dan ADPRD Ngada, yang secara sengaja dicoret karena Ande selalu melihat program dan kegiatan POKIR dalam konteks Rivalitas Politik 2024.
  5. ADALAH KEBOHONGAN Bahwa Pengelolaan asset tidur untuk meningkatkan PAD, terbukti PAD pada masa Bupati Andreas semakin turun. PAD dari 50 Unit traktor seharga Rp. 16,5 Milyard cuma sebesar Rp. 71.000.000,- PAD dari 17 buah Kapal Penangkap Ikan  seharga Rp.5.600.000.000,- sebesar Rp. 0,- (nol rupiah). Pantai Jodoh yang merugikan keuangan daerah sebesar Rp. 600.000.000,- kontribusi PAD sebesar Rp.0,-(nol rupiah). Program dan Kegiatan yang dibiaya dari Pinjaman Daerah tidak berdampak pada kenaikan PAD. Sehingga Dana Transfer Pusat harus dikorbankan untuk  membayar Hutang pada BANK NTT.
  6. Kami berpendapat, sebenarnya SUDAH ADA NIAT BURUK dalam otak Bupati, untuk mengelola dan memanipulasi belanja-belanja yang bersumber Pinjaman Daerah, senilai Rp. 85 Milyard dengan menggunakan PERKADA.
  7. Terkait Aset Tetap Gedung / Bangunan, justeru Bupati Ande melakukan pemusnahan asset : Pemusnahan Kantor Lurah Aimere, Pemusnahan Kantor KUD Aimere, Terminal Aimere, Pemusnahan sebagian Bangunan Stadion Lebijaga dilakukan  “TANPA PERSETUJUAN DPRD”. Dan telah merugikan Daerah bahkan akan berdampak hukum.
  8. Meminta kepada Aparatur Penegak Hukum (APH) untuk memeriksa Bupati Andreas atas Korupsi yang terjadi pada belanja-belanja yang menggunakan Pinjaman Daerah serta Monopoli proyek pembangunan hanya dikerjakan oleh krooni-kroninya.
  9. Kehadiran kembali Bupati Ande pada Sidang Paripurna di DPRD Ngada tanggal 01 Desember 2021, setelah kabur dari DPRD, semata-mata  karena Bupati takut sanksi yang akan diterima sekaligus menunjukan Ketakutan dan Penyesalan Yang Terlambat kepada Wakil Rakyat Ngada.
  10. Permohonan Maaf Bupati Ande pada Rapat Paripurna tanggal 01 Desember 2021 ternyata hanya lips service dan merupakan Drama Kemunafikan seorang Pemimpin. Karena setelah memohon maaf berulang-ulang dan berlimpah-limpah kepada lembaga DPRD tetapi sampai saat ini masih menyebarkan fitnah kepada DPRD ke tengah-tengah masyarakat. Hal ini menunjukan Bupati Ande pemimpin berwajah ganda yang sedang bermasalah dengan dirinya sendiri.

Demikian Petisi 17 ini kami sampaikan kepada Masyarakat Ngada agar menjadi referensi pembanding antara apa yang telah disampaikan Bupati  dengan kenyataan selama sidang dan pasca sidang.

“Ngada sedang membutuhkan pemimpin jujur, beriman dan berkualitas, bukan pemimpin berwajah ganda yang menularkan konflik yang membawa wabah konflik fisik dari rantau dan menyebarkan konflik ekonomi dan politik di tengah-tengah masyarakat Ngada”. (cs/sc)