Dr. Ahmad Atang.

sergap.id, KUPANG – Konstelasi politik jelang Pilgub NTT 2018 meng gambarkan pertarungan partai politik pendukung pemerintah Jokowi – Jusuf Kalla melawan partai oposan atau partai oposisi.

“Trend koalisi partai menuju Pilgub 2018 telah terpolarisasi yang menggambarkan pertarungan antara partai pendukung pemerintah dengan oposan,” tegas pengamat politik asal Universitas Muhamadyah Kupang, Dr. Ahmad Atang kepada SERGAP.ID, Sabtu (30/9/17) malam.

Menurut dia, partai pendukung pemerintah, yakni Golkar – Nasdem akan berkoalisi untuk maju dengan pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jacky Uly – Melki Laka Lena atau Melki Laka Lena – Jecky Uly. Sedangkan PDIP kemungkinkan akan berkoalisi dengan Hanura, PKPI dan PKB.

Jika itu yang terjadi, maka akan ada dua paket dari partai pendukung pemerintah. Sedangkan oposan akan berkoalisi Gerindra, PAN dan PKS untuk mengusung Eston Foenay – Chris Rotok.

Sementara Demokrat sebagai partai tengah harus lebih keras membangun koalisi, jika tidak, maka bisa jadi Demokrat hanya jadi penonton atau tidak memiliki paket, walaupun memiliki figur Beny Harman.

“Karena kesulitan membangun koalisi,” ujar Atang.

Walau begitu, kata dia, lobi-lobi pilitik sedang kuat dilakukan untuk kompromi antara Golkar dan Nasdem tentang siapa yang diposisikan jadi Calon Gubernur dan siapa yang dapat jatah Wakil Gubernur.

Begitu juga antara PDIP dan partai koalisinya. Bisa jadi komporomi membuka ruang adanya barter pilitik antar elit partai di pusat.

Karena itu, paket yang bertarung nanti bisa jadi dua paket apabila kekuatan pemerintah bersatu (PDIP, GOLKAR, NASDEM, HANURA, PKPI dan PKB) yang mendorong satu paket akan berhadapan dengan oposan (Gerindra, PAN, PKS dan demokrat).

Pemetaan seperti ini memang agak sulit terjadi, namun politik selalu saja ada kejutan.

Kemungkinan kedua ada tiga paket, yakni partai pendukung pemerintah akan muncul dua paket, yakni Golkar – Nasdem dan PDIP dengan koalisinya, serta Gerindra, PAN dan PKS. Sedangkan Demokrat tidak mendapatkan teman koalisi.

Kemungkinan ketiga akan ada empat paket jika demokrat mendapat teman koalisi. “Menurut hemat saya, konfigurasi tersebut yang paling mendekati kebenaran yakni kemungkinan kedua dan ketiga,” paparnya.

Marianus Sae, Bupati Kabupaten Ngada periode 2010 – 2015 dan 2016 – 2021.

Peluang Marianus Sae

Kata Atang, munculnya Marianus Sae  merupakan kecerdikan PKB menawarkan figur alternatif untuk menjembatani dikotomi figur tua-muda. Sebab Marianus merupakan salah satu Bupati yang sukses membangun daerah, khususnya Kabupaten Ngada.

“Karena itu, tidak salah kalau PKB mendorong beliau menjadi calon gubernur,” ucapnya.

Menurut Atang, jika dilihat dari momentum kemunculan Marianus Sae, maka belum di anggap terlambat, karena partai politik belum benar-benar melakukan koalisi permanen. Sehingga masih ada waktu yang cukup bagi marianus dan PKB untuk membangun lobi-lobi politik, termasuk mancari figur yang menjadi wakilnya.

“Keseriusan Marianus untuk maju sebagai calon gubernur akan menambah daftar figur Flores yang telah ada, sehingga kompetitornya semakin ketat. Kondisi ini membuka ruang untuk dilakukan kalkulasi soal peluang,” katanya.

“Bagi saya, yang harus dilakukan oleh Marianus adalah memastikan elektabilitas sebagai prasyarat untuk mendapatkan kendaraan politik. Jika elektabilitas tinggi, tentu partai akan datang dengan sendirinya. Sebab partai hari ini justru memilih figur karena popularitas dan elektabilitas tinggi. Sebagai figur yang baru dimunculkan, posisi Marianus belum teruji berdasarkan hasil survey. Kerja-kerja politik ke depan memamg harus serius dilakukan untuk mendapatkan dukungan dari partai politik sebagai langkah awal dan selanjutnya memastikan figur wakil,” tutupnya. (Chris Parera)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini