sergap.id, MBAY – Cuaca di persawahan Mbay Kanan kemarin sangat panas. Namun Sevrinus Mego, seorang petani asal Kelurahan Lape, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, nampak tenang bekerja.

Di bawah terik mentari, Servinus terlihat tekun mengayunkan parang, membabat batang jagung miliknya untuk dijadikan pakan sapi.

“Terpaksa ini saya potong buat makan sapi. Lihat sendiri, batangnya pendek, pohonnya kerdil, beberapa yang sudah berbuah malah mengering. Kalau pun ada buah, di dalamnya pasti tidak berisi,” kata Servinus ketika disambangi SERGAP di kebun miliknya di KM1,2 Mbay Kanan, Rabu (16/10/19).

Sesekali Servinus berdiri menarik nafas panjang seraya menggeleng kepala memandangi hamparan jagungnya yang gagal panen.

Ia berniat menjual semua batang jagung bila ada yang mau membeli untuk pakan ternak.

“Saya mau jual semua,” tegasnya.

Servinus mengaku hasil panennya kali ini hanya satu karung seberat kurang lebih 50 kilo gram.

Usai berbincang di tengah sawah yang telah diubah menjadi kebun jagung, SERGAP pun diajak mampir ke pondoknya. Rupanya Servianus ingin menunjukan hasil panennya.

Nampak di pondok itu hanya ada satu karung jagung dengan berat yang diperkirakan sekitar 50 kilo gram.

“Itu pak, lihat saja sendiri kalau tidak percaya, itu total hasil yang saya panen, mungkin 50 kilo gram saja, bagaimana saya mau jual? Biar untuk makan sendiri saja,” ujarnya.

Sambil tertunduk lesu, Sevrinus mengatakan, cadangan makanan di rumahnya hampir habis. Ia tidak tahu harus mencari uang ke mana untuk biaya pengolahan sawahnya nanti.

“Kalau Pemerintah baik hati tolong bantu kami, modal kami tidak punya, mau bayar traktor pakai apa? Beli pupuk uang darimana? Harap jual jagung ini, tapi hasilnya tidak ada,” katanya.

Sevrinus mengaku, gagal panen yang dia alami ini akibat kondisi lahan yang tidak cocok untuk ditanami jagung. Sebab lahan sawah miliknya itu mengandung kadar air yang tinggi.

“Lahan di sini tidak cocok untuk tanam jagung, dari dulu saya tanam jagung tidak pernah jadi, hanya padi saja,” ucapnya.

Lah kenapa tanam jagung? Ternyata Servinus mengikuti progam seribu (1000) hektar jagung yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) melalui Dinas Pertanian (Distan) pada Juli 2019 lalu.

Saat SERGAP serius mendengar keluh Sevrinus, tiba-tiba Marselinus Lana, seorang petani yang lahan jagungnya tidak jauh dari lahan milik Sevrinus, datang menghampir.

Dari raut wajahnya ia terlihat sedang sedih menyimpan sejuta beban di batinnya.

Benar saja, ternyata ia juga mengalami gagal panen dan memiliki hutang sebesar Rp 5 juta di Bank.

Hutang tersebut dipinjam saat semua petani yang menjadi sasaran program 1000 hektar jagung dianjurkan meminjam uang lewat Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk biaya pengolahan, perawatan, dan beli pupuk.

“Saya terpaksa ikut, karena waktu sosialisasi, PPL bilang harus pinjam uang. Kalau tidak pinjam, maka mereka tidak mau tandatangan Rencana Dalam Kegiatan Kerja (RDKK). Terpaksa kami ikut,” bebernya.

Marselinus mengaku kebingungan bagaimana melunasi hutang Rp 5 juta itu. Sebab panen jagungnya gagal total.

Marselinus menjelaskan, dirinya mengikuti program 1000 hektar jagung tersebut karena termakan omongan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Distan Nagekeo yang mengatakan bahwa satu hektar sawah akan menghasilkan delapan ton jagung.

“Terus terang pak saya bingung mau bayar utang pakai apa, mau harap jual jagung, tapi saya punya hasil hanya sekitar 100 kilo gram. Awal sosialisasi PPL bilang ke petani hasilnya bisa 8 ton per hektar,” paparnya, lirih.

Gagal panen jagung kali ini tidak hanya dialami oleh petani dari Kelurahan Lape, tetapi juga para petani di Desa Aeramo, salah satunya adalah Kletus Isa.

“Aduh pak, saya sudah tidak mau sibuk lagi dengan itu jagung, di sini semua gagal panen. Saya punya di lahan 0,5 hektar malah bibit jagungnya tidak tumbuh sama sekali,” katanya.

Padahal, kata Kletus, sejak awal mengolah lahan dan menanam jagung, ia sudah mengikuti semua petunjuk PPL.

Setelah gagal menanam jagung, Kletus bersama Yolenta Embu, istrinya, terpaksa menenekuni pekerjaan sebagai pembuat bata merah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

“Saya dan isteri terpaksa kerja begini, biar bisa dapat uang untuk beli beras. Mau tunggu (musim) tanam padi atau mau mati kelaparan? Mau kerja sawah (sekarang), air tutup, pemerintah suruh tanam jagung, setelah kita tanam, jangankan berbuah, tumbuh saja tidak,” paparnya.

Kletus berharap Pemkab Nagekeo tidak tutup mata dengan masalah gagal panen yang dihadapi masyarakat.

“Harus bertanggungjawab. Ini pelajaran buat Distan, jika mau mengadakan suatu program, harus mempunyai kajian dan perencanaan yang matang. Sehingga bisa mendapatkan hasil yang memuaskan,” pintanya.

“Ini menyangkut kelangsungan hidup orang, janganlah kita buat program yang aneh-aneh, tetapi masyarakat yang jadi korban. Mau kerja sawah harus tunggu 4 bulan lagi baru bisa panen, terus kita mau makan apa? Bisa-bisa kita mati kelaparan,” tutupnya.

Kepala Dinas Pertanian (Kadistan) Nagekeo, Wolfgang Lena, mengaku belum tahu adanya kasus gagal panen jagung.

“Tunggu pak, tunggu besok dulu, hari ini masih sibuk, saya belum mengantongi data,” ujar Wolfgang ketika ditemui SERGAP dikantornya, Rabu (16/10/19). (sev/sev)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini