Tiang Pancang Pembangunan Jeti Apung di Pulau Siput. Kondisinya kini berkarat dan terlantar. Gambar diambil Selasa (18/8/20) sore.
Tiang Pancang Pembangunan Jeti Apung di Pulau Siput. Kondisinya kini berkarat dan terlantar. Gambar diambil Selasa (18/8/20) sore.

sergap.id, KUPANG – Teknisi Iformation Technology (IT), Poltak Gromang, diperiksa penyidik BPKP NTT terkait dugaan adanya ‘permainan kotor’ dalam proses tender proyek Awalolong pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Lembata.

Pemeriksaan dilakukan di Mapolres Lembata pada Rabu (19/8/20).

“Saya ditanya seputar urusan jaringan dan server. Karena lelang secara elektronik itu sudah ditutup tanggal 28, tapi ada oknum di Pokja (Kelompok Kerja) ULP mengupload dokumen yang belum diupload oleh peserta tender yang menjadi pemenang tender proyek itu,” ujar Poltak kepada SERGAP di Kupang, Senin (31/8/20).

Pengakuan Poltak tersebut selaras dengan hasil gelar perkara proyek Awalolong di Mabes Polri yang mengatakan, seharusnya PT Bahana Krida Nusantara sudah gugur pada tahap evaluasi teknis. Namun Pokja tetap menetapkan PT Bahana Krida Nusantara sebagai pemenang.

“Pemenang tender punya chanel di Pokja. Nah orang Pokja ini yang upload dokumen, sehingga (PT Bahana Krida Nusantara) bisa menang,” ucap Poltak.

Menurut Poltak, pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) ada aplikasi yang namanya SPSE. Nah aplikasi ini hanya bisa dioperasikan oleh admin di Pokja.

“Saya diberitahu bahwa saya akan diperiksa lagi pada tanggal 5 (September 2020) besok, ya saya siap saja,” tegasnya.

Poltak mengaku ia diperiksa bersamaan dengan Kepala Dinas (Kadis) Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lembata, Apol Mayan, dan mantan Plt SekdaKabupaten Lembata, Atanasius Amuntoda.

Sementara itu, Erna Ruing, mantan pegawai pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lembata, menyebut, Apol Mayan pernah mengskenariokan penolakan proyek Awalolong.

Saat itu, Erna diminta Apol Mayan untuk mengumpul massa dan membuat pernyataan menolak proyek Awalolong.

“Pak Kadis waktu itu ada di Kupang. Beliau bertemu dengan (aktivis tolak Proyek Awalolong), salah satunya Emanuel Boli. Waktu itu mereka sedang makan-makan. Lalu Pak Kadis kirim foto ke saya. Pak Kadis Kemudian WA saya, Pak Kadis bilang, sudah Erna, saya sudah amankan mereka. Saya bingung, kata aman ini, maksudnya apa? Lalu Pak Kadis perintahkan saya, suruh saya cari 30 orang tokoh masyarakat atau tokoh adat untuk memberi pernyataan penolakan pembangunan di Pulau Siput. Saya bingung, kenapa suruh saya? Kenapa bukan suruh Kabid mereka? Jo kalau ada apa-apa saya yang kena? Makanya saya tidak mau. Karena menurut saya ini ada yang tidak beres,” beber Erna kepada SERGAP via phone, Minggu (30/8/20) malam.

Perintah Kadis tersebut kemudian diketahui oleh Bupati Lembata, Yentji Sunur. Ernah lantas dipanggil oleh Bupati untuk memberi klarifikasi.

“Di depan Pak Apol, Pak Sil, Pak Sukur Wulakada, dan Pak Kabid (Feri Irawan), saya menjelaskan kepada Pak Bupati, saya bilang, saya ada disini, saya tidak sedang menjual siapa-siapa. Tetapi apa yang saya omong ini berdasarkan apa yang Pak Kadis perintahkan ke saya. Tetapi karena saya ini staf, makanya saya beritahu kepada Pak Kabid. Pak Kabid pun merasa tidak aman. Beliau kemudian perintahkan saya untuk menyampaikan secara langsung kepada Pak Bupati. Makanya kita ada semua disini,” beber Erna.

Erna mengaku, pasca dirinya memberi keterangan kepada Bupati, Apol Mayan tidak menyukainya lagi. Bahkan Apol Mayan sempat mengeluarkan pernyataan sindiran, “staf tu mesti tahu diri, jangan lompat tangga”. Erna kemudian dimutasikan ke Kantor Camat Lebatukan hingga saat ini. (cis/cis)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini