
sergap.di, MBAY – Persekutuan Adat Lape (PAL), Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, menduga adanya peran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nagekeo, untuk mengulur- ulur waktu penyelesaian masalah tanah di Waduk Lambo antara Suku Labo dan Lape.
Demikian disampaikan Flori Ru Remi dan Honorius Tiwa, mewakili PAL kepada SERGAP, Senin (4/7/22).
Menurut Flori, tanah Mala Lala seluas kurang lebih 50 hektar merupakan lahan terkena dampak Pembangunan Waduk Lambo. Tanah ini adalah tanah yang diberikan oleh Suku Labo kepada Suku Lape sebagai hadiah perang saat Suku Lape membantu Suku Labo menang perang melawan Suku Ndora.
Karena itu, status hak kepemilikan tanah di Mala Lala itu adalah milik Suku Lape. Sebab secara budaya sudah diakui oleh Suku Labo selaku pemberi tanah.
Pada tahun 2010 lalu, Suku Lape dan Suku Labo pernah duduk bersama atau Babho dalam istilah lokal, untuk menyelesaikan masalah tanah ini. Saat itu Suku Labo mengakui bahwa tanah tersebut merupakan tanah hadiah perang saat Suku Labo yang dibantu Suku menang perang atas orang Ndora.
Perang antara Suku Labo dengan orang Ndora itu terjadi sekitar tahun 1800 saat Bangsa Portugis tiba di Nagekeo.
“Tahun 2010, mereka (Suku Labo akui bahwa benar tanah ini diberikan oleh leluhur Labo kepada leluhur lape”, tegas Flori.
Pembicaraan soal tanah tersebut berlanjut di tahun 2017. Hasilnya, salah satu tokoh masyarakat adat dari Suku Labo, yakni Markus Wolo, menyatakan, benar tersebut adalah tanah hadiah menang perang.
“Tahun 2022, kami dari masyarakat adat Lape menemui Kepala Desa Labolewa (Marsel Ladho) yang menurut dia bahwa sejarah perang antara masyarakat Labo dengan masyarakat Ndora yang dibantu oleh leluhur Lape benar adanya. Pada saat itu juga, Marsel Ladho secara pemerintah desa menerima pengaduan dari mayarakat adat Lape dan berjanji akan memfasilitasi dalam pertemuan desa besama ketua-ketua suku dari Labo dan hasil dari pertemuan tersebut Marsel akan mengundang masyarakt adat Lape untuk bertemu dengan masyarakt adat Labo dan membicarakan secara budaya mengenai tanah yang berlokasi di Mala Lala, tetapi hingga saat ini, kami dari masyarakat adat Lape belum meneriama undangan dari masyarakat adat Labo untuk duduk bersama agar masalah ini bisa diselesaikan”, beber Flori.
BACA JUGA: Salah Bayar Lahan Waduk Lambo
Flori menyesali sikap Pemkab Nagekeo yang terkesan masa bodoh dengan masalah ini. Padahal sudah dua kali Suku Lape bersurat ke Pemkab Nagekeo. Akibatnya biaya ganti rugi lahan terdampak Waduk Lambo jatuh kepada orang yang tidak berhak atas tanah tersebut.
“Ganti untung bukannya kami dari masyarakat Adat Lape yang terima, tetapi justru yang terima itu bukan orang yang berhak. Karena itu kami dari persekutuan adat Lape bersurat kepada Bupati Nagekeo agar bisa memfasilitasi kedua Suku untuk duduk bersama dalam menyelesaikan masalah ini. Tapi sudah dua kali bersurat, Pemda Nagekeo tidak gubris. Dugaan kami Pemda Nagekeo sedang bermain di air keruh”, ucap Flori.
Flori menambahkan, surat pertama kepada Bupati Nagekeo Nomor: 007/Kom.LN/01/06/2022 tanggal 30 Mei 2022. Sedangkan surat kedua bernomor: 007/Kom.LN/06/06/2022 tanggal28 Juni 2022.
Berikut isi suratnya:
Yth. Bapak Bupati Nagekeo di Tempat
Dengan hormat, bersama surat ini, kami atas nama Komunitas Lape – Ngegedhawe datang di hadapan Bapak untuk mengajukan permohonan mediasi terkait dengan pembangunan Waduk Lambo yang terletak di Tanah Ulayat Suku Labo, di mana tanah tersebut sebagian wilayah terdapat tanah dari kami Komunitas Lape Ngegedhawe yang diberikan oleh leluhur dari Labo dengan hasil perang antara leluhur kami Ebu Sekl Sel yang diminta leluhur Labo Ebu Gene Kune dan mosalaki Labo untuk melawan Ndora yang dipimpin Ame Naro.
Keberhasilan dari leluhur kami Seki Se diapresiasi oleh Gene Kune Mosalaki Labo dengan memberikan sebidang tanah yang terletak di Mala Lala dan sebagai bukti perang saat itu yaitu mariam perang dari Lape yang dipinjam oleh orang Labo dan nama mariam tersebut adalah kai koni. Adapun batas tanah yang diberikan mosalaki Labo kepada ebusekise yakni Utara dengan Lowo Repa, Selatan dengan Lowo Bell, Barat dengan Lowo Labo dan Timur dengan Eko Bhudu/Au Bo’a Zea (terlampir), yang tentunya tanah-tanh tersebut bersentuhan langsung dengan dampak Waduk Lambo.
Demikian surat permohonan ini kami sampaikan dan atas kerjasamanya yang baik dari Bapak kami ucapkan limpah terima kasih .
BACA JUGA: Penjelasan Kepala BPN Nagekeo
“Jika surat kedua belum juga ditanggapi, kami akan bersurat lagi untuk ketiga kalinya. Kalaupun tidak ditanggapi juga, maka kami akan mengambil langkah hukum, yakni gugat ke Pengadilan. Kami tidak sedang menghambat pembangunan Waduk Lambo, pembangunannya silahkan terus berjalan, yang kami tuntut itu hak-hak kami jangan sampai tidak diakomodir secara baik pungkas”, tutup Flori. (sg/sg)
kami hanya bisa mengikuti perkembangan pembangunan waduknya.