![Ansy Lema “Tidak boleh terjadi pembelokkan fokus pengusutan, dari pengusutan kasus korupsi di Malaka menjadi tuntutan pencemaran nama baik. Jangan sampai publik, masyarakat sipil, dan media yang bersuara kritis dikriminalisasi dengan pasal pencemaran nama baik. Ini merupakan bentuk perlawanan para pihak yang diduga terlibat kasus korupsi untuk memukul balik kritisisme publik yang menghendaki pengusutan tuntas kasus korupsi,” kata Ansy Lema.](https://sergap.id/foto/2020/06/Ansy-Lema.jpg)
sergap.id, JAKARTA – Anggota DPR RI Komisi IV, Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema mempertanyakan kelanjutan dan kejelasan penanganan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan bibit bawang merah di Kabupaten Malaka yang merugikan negara sebesar Rp 4,9 miliar yang kini sedang ditangani Polda NTT.
Menurut Ansy, korupsi adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang butuh penindakan dan penanganan serius. Karena itu Ansy mendesak aparat penegak hukum untuk bersikap tegas, transparan, dan adil atas kasus ini.
Sebab masyarakat Malaka sedang menunggu kejelasan kasus, sekaligus berharap aparat hukum menindak tegas para pelaku korupsi.
“Apa kabar kasus korupsi bawang merah di Malaka? Saya bertanya karena hingga saat ini belum ada kelanjutan dan kejelasan yang pasti tentang pengungkapan skandal kasus korupsi proyek pengadaan bibit bawang merah tahun anggaran sebesar 4,9 dari total nilai proyek sebesar Rp. 10,8 miliar. Ini pencurian uang rakyat. Untuk kabupaten kecil seperti Malaka, ini angka fantastis. Tidak heran rakyat Malaka sudah lama menunggu jawaban atas kasus pengadaan bibit bawang merah tersebut,” ujarnya.
Sejauh ini Polda NTT telah menetapkan Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malaka, Yustinus Nahak serta 8 (delapan) pihak lainnya sebagai tersangka pelaku korupsi bawang merah.
Proyek pengadaan bibit bawang merah ini merupakan program unggulan di bawah rentang kendali kebijakan Bupati Malaka Stefanus Bria Seran sejak 2015.
Pembahasan anggaran pasti melibatkan DPRD Kabupaten Malaka.
Aparat hukum harus berani menyelidiki dan mendalami pola relasi kekuasaan dan kewenangan eksekutif dan legislatif atas kasus ini. Jangan sampai terjadi makelar kasus yang mengakibatkan tertutupnya pengungkapan aktor-aktor utama korupsi bawang merah.
“Siapapun pelakunya harus diusut tuntas. Transparansi, ketegasan dan komitmen aparat hukum demi rasa keadlilan itu penting untuk mencegah moral hazard berupa praktek makelar kasus atau menghindari adanya bentuk pemerasan oleh oknum-oknum penegak hukum terhadap pihak-pihak yang sedang diperiksa demi menghentikan penanganan suatu kasus korupsi,” ucapnya.
Penyidik Direktorat Reskrimsus Polda NTT telah melimpahkan tiga berkas perkara kasus korupsi pengadaan bawang merah tahun 2018 kepada pihak penuntut Kejaksaan Tinggi NTT pada Selasa 21 April 2020. Kejaksaan pun telah merespon dengan mengembalikan berkas tersebut ke Polda untuk dilengkapi.
“Penyidik harus transparan memberi informasi kepada publik NTT, terutama rakyat Malaka agar tidak ada kesan aparat tidak serius terhadap pengusutan kasus korupsi. Sudah sampai di mana bolak-balik perkara antara penyidik dan jaksa? Mengapa terkesan ada tarik ulur? Padahal menurut ahli pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Dr Prija Djatmika, SH, seharusnya tarik ulur berkas perkara tersebut bisa diminimalisir jika minimal dua alat bukti sudah terpenuhi. Ini penting agar jaksa segera memulai tugasnya untuk melakukan pendalaman dan penuntutan,” tegas Ansy.
Menurut dia, korupsi bawang merah merupakan korupsi pangan yang terkait dengan hajat hidup orang banyak. Kemiskinan di Malaka hingga kini adalah kemiskinan petani. Petani harus diberikan bantuan untuk membuka lahan kering, diberikan bibit, dan mendapat pendampingan untuk pembukaan lahan.
Bantuan yang seharusnya digunakan untuk kepentingan para petani justru dikorupsi. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, petani Malaka yang djerat kemiskinan harus menanggung akibat dari mafia pangan yang bersembunyi di balik bantuan bibit bawang.
“Bantuan bibit yang seharusnya digunakan untuk kepentingan banyak orang dicuri oleh eksekutif pemerintah daerah dan bekerja sama dengan pengusaha. Mereka berpesta pora di balik penderitaan rakyat dan petani. Karena itu, penindakan kasus korupsi bawang di Malaka adalah indikator untuk menilai sejauh mana keberpihakan aparat penegakan hukum terhadap keadilan dan kepentingan masyarakat kecil,” kata Ansy.
Dalam Perpres Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal tahun 2020-2024, Kabupaten Malaka termasuk salah satu dari 62 daerah tertinggal di Indonesia. Ironis bila upaya untuk mengeluarkan Malaka dari ketertinggalan tidak diikuti oleh penegakkan hukum kasus korupsi pangan.
Penindakan tegas terhadap aktor-aktor korupsi merupakan bagian integral dari upaya membangun Malaka dari ketertinggalan. Sebab korupsi menjadi salah satu faktor yang memiskinkan masyarakat.
“Kebijakan pembangunan sebaik apapun jika tidak disertai SDM birokrasi yang bersih dari korupsi, tidak akan berjalan efektif. Penindakan hukum yang tegas dan adil terhadap pelaku korupsi pangan di Malaka ini harus menjadi momentum transformasi kepemimpinan yang bersih dari korupsi, sekaligus bersih-bersih eksekutif pemerintah daerah Malaka yang korup,” jelasnya.
Ansy meminta aparat penegak hukum di Malaka tidak membelokan pengusutan kasus korupsi dengan mengkriminalkan jurnalis atau media yang kritis menentang praktek KKN.
“Tidak boleh terjadi pembelokkan fokus pengusutan, dari pengusutan kasus korupsi di Malaka menjadi tuntutan pencemaran nama baik. Jangan sampai publik, masyarakat sipil, dan media yang bersuara kritis dikriminalisasi dengan pasal pencemaran nama baik. Ini merupakan bentuk perlawanan para pihak yang diduga terlibat kasus korupsi untuk memukul balik kritisisme publik yang menghendaki pengusutan tuntas kasus korupsi,” tutupnya. (sp/sp)
Pak Andy Lema, korupsi- korupsi di Malaka menurut kami tidak seserius masalah ribuan Veteran Palsu di Belu dan Malaka yang al. mendegradasi kehormatan bangsa dan negara, penipuan/pemerasan masyarakat, penggembosan uang negara, yang dilakukan oleh para calo/mafia veteran yang penegakan hukum di Polda NTT/Polres Belu sangat mengecewakan dan berjalan di tempat. Kami sudah audiensi dengan komisi III DPR RI tgl 04 September 2017 di Senayan tetapi tidak ada tindak lanjut. bagaimana dengan komentar dan usaha Psk Ansy yang mewakili Provinsi NTT?