Joao Meco, SH
Joao Meco, SH

sergap.id, KUPANG – Penyidik Tipikor Polda NTT telah melimpahkan berkas kasus dugaan korupsi proyek pengadaan bibit bawang merah yang merugikan negara sebesar Rp 4,9 miliar ke Kejati NTT . Namun beberapa hari lalu, berkas tersebut dikembalikan ke Polda NTT untuk dilengkapi atau P19.

“Diharapkan segera P21 (hasil penyidikan dinyatakan sudah lengkap),” ujar Joao Meko, SH, kepada wartawan di Kupang, Rabu (17/6/20).

Namun menurut pengacara Tony Bahrudin alias Tony Tanjung yang menjadi salah satu dari sembilan tersangka kasus pengadaan bibit bawang merah di Dinas Pertanian Malaka pada tahun 2018 itu, penetapan status tersangka terhadap Tony Tanjung cacat hukum.

“Karena berkas perkara tersebut dihasilkan oleh penyidik yang koruptif dan melakukan pemerasan terhadap tersangka. Sehingga output dari prilaku penyidik yang melanggar hukum tersebut, seharusnya tidak patut menjadi alat ukur untuk mengadili tersangka,” ucapnya.

Joao menuding penyidik Tipikor Polda NTT telah menjadikan kliennya sebagai ATM selama proses penyelidikan kasus bawang merah.

“Output atau produk (berkas perkara) yang dihasilkan oleh penyidik yang koruptif atau memeras, mestinya tidak boleh dipakai sebagai dokumen negara. Karena mereka juga kotor. Mereka juga kriminal. Saya menentang itu. Karena merusak nama institusi Polri,” tegasnya.

Joao mengaku dirinya telah mengantongi nama-nama dan bukti-bukti pemerasan yang dilakukan oleh oknum-oknum di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTT saat Ditreskrimsus masih dipimpin oleh Kombes Pol Hery Tri Maryadi yang kini telah dimutasi menjadi Direktur Ditreskrimsus Polda Sulawesi Utara.

“Atas inisiatif sendiri, Propam Polda NTT telah melakukan penyelidikan terhadap seluruh penyidik yang terlibat dalam perkara bawang merah. Terhadap para tersangka, terutama klien saya dan keluarganya, juga sudah diperiksa. Di sana terbuka jelas, siapa menerima berapa, posisi dalam struktur Ditreskrimsus itu apa, itu ada. (Tapi) secara etik saya tidak bisa menyebut nama mereka, walaupun saya tahu, karena kita menghormati asas praduga tak bersalah,” katanya.

Joao menjelaskan, nilai uang yang diperas dari Tony Tanjung sebesar Rp 700 juta lebih.

“Dan tega-teganya, orang (Tony Tanjung) sudah ditetapkan sebagai tersangka, dan penangkapan (Tony Tanjung) sudah dilakukan, ada penyidik yang datang lagi minta Rp 10 juta,” paparnya.

Selain Tony Tanjung, dalam kasus ini, polisi juga sudah menahan delapan tersangka lainnya, yakni Yustinus Nahak (Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Malaka), Martinus Bere alias Manjo (Mantan Kepala Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Malaka), Yosef Klau Bere (Pejabat Pembuat Komitmen), Agustinus Klau Atok (Ketua Pokja), Karolus Aantonius Kerek (Sekretaris Pokja), Severinus Devrikandus Siriben alias Jepot (makelar proyek), dan Egidius Prima Mapamoda (makelar proyek).

BACA JUGA: DPO Polda NTT Ditangkap di Jakarta, Herman Hery Beri Apresiasi

Direktur Ditreskrimsus Polda NTT, Kombes Pol Yudi Agustinus Benyamin Sinlaeloe, SIK
Direktur Ditreskrimsus Polda NTT, Kombes Pol Yudi Agustinus Benyamin Sinlaeloe, SIK.

Sementara itu, Direktur Ditreskrimsus Polda NTT yang baru, yakni Kombes Pol Yudi Agustinus Benyamin Sinlaeloe, SIK, mengatakan, jika Joao memiliki bukti pemerasan, silahkan melapor ke Propam Polda NTT.

“Saya baru masuk disini (Ditreskrimsus). Saat saya masuk, Tony Bahrudin sudah ditahan bersama delapan tersangka lainnya. Kalau itu (pengakuan Joao) benar, silahkan adukan ke Propam. Siapa-siapa, kapan, dimana, bentuknya seperti apa, ya lapor ke sana. Karena Rp 700 juta itu uang loh! Jangan sembarang ngomong,” ujar Kombes Yudi saat ditemui SERGAP di ruang kerjanya, Rabu (17/6/20) siang.

Yudi terlihat ragu dengan pengakuan Joao. “Kalau peras dia (Tony Tanjung), kenapa penyidik berani tahan. Itu namanya bunuh diri. Buktinya 9 tersangka itu, termasuk kliennya dia, sudah ditahan,” tegasnya.

Menurut Yudi, saat ini Polri sangat transparan dalam upaya penegakan hukum, termasuk jika dugaan pemerasan tersebut dilaporkan ke Propam Polda NTT.

“Sekarang polisi terbuka. Jika merasa ada oknum penyidik yang memeras, silahkan tempuh jalur yang sudah ada. Silahkan lapor di Propam, supaya diproses. Kalau fitnah, ya harus tahu konsekuensinya. Apalagi ini sudah lewat media. Saya tidak bilang tidak atau bilang iya (telah terjadi pemerasan), karena saya baru masuk. Tapi yang pasti, sebelum saya masuk, para tersangka itu sudah ditahan,” pungkasnya. (cis/cis)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini