Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Din Syamsuddin, berjabat tangan dengan Paus Fransiskus dalam Forum Katolik Muslim ke 3 di Vatikan, 13 November 2014 lalu.

sergap.id, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat tidak melarang umat Islam untuk mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristen.

Namun pernyataan ini berbeda dengan pendapat MUI Provinsi Jawa Timur yang melarang umat Islam, kecuali Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin, untuk mengucap selamat Natal 25 Desember 2019.

Wakil Ketua MUI, Zainut Tauhid Saadi, mengatakan, pihaknya tidak melarang dan tidak pula menganjurkan ucapan selamat Natal. Sebab MUI belum pernah membuat fatwa khusus untuk hal ini.

“MUI Pusat sendiri belum pernah mengeluarkan ketetapan fatwa tentang hukumnya memberikan tahniah atau ucapan selamat Natal kepada umat Kristiani yang merayakannya. Sehingga MUI mengembalikan masalah ini kepada umat Islam untuk mengikuti pendapat ulama yang sudah ada sesuai dengan keyakinannya,” kata Zainut lewat keterangan tertulis, Senin (23/12/19).

Zainut menyampaikan ada perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait ucapan selamat Natal. Meski begitu, MUI menghargai perbedaan pendapat para ulama tersebut.

Dia menjelaskan, sebagian ulama mengharamkan ucapan selamat Natal dengan alasan itu merupakan keyakinan agamanya. Sementara sebagian lagi membolehkan karena berpendapat hal itu bukan bagian dari keyakinan, hanya bentuk penghormatan kepada sesama saja.

Terlepas dari perbedaan pendapat itu, Zainut mengatakan, pihaknya berharap masyarakat dapat bijaksana. MUI tak ingin masyarakat terbelah hanya karena beda pendapat soal ucapan Natal.

“MUI mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk arif dan bijaksana dalam menyikapi perbedaan pendapat tersebut dan tidak menjadikan polemik yang justru dapat mengganggu kerukunan dan harmoni hubungan intern maupun antarumat beragama,” tutur dia.

Wakil Menteri Agama itu juga berpesan agar masyarakat terus menjaga persaudaraan keislaman atau ukhuwah islamiyah, persaudaraan kemanusiaan atau ukhuwah basyariyah, dan persaudaraan kebangsaan atau ukhuwah wathanniyyah.

“Demi terciptanya kehidupan masyarakat yang harmonis, rukun, dan damai,” kata Zainut.

Sebelumnya, MUI Jawa Timur meminta umat Muslim tidak mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani. Namun, imbauan tersebut tak berlaku bagi Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin.

Sekretaris MUI Jatim, Mochammad Yunus menyebut pengucapan selamat Natal atau selamat hari besar agama lain, bisa merusak akidah Islam.

“Jadi mengenai ucapan Natal karena ini masuk wilayah akidah, ketika kita mengucapkan selamat kepada peringatan itu. Ini berpotensi merusak akidah kita,” ujar Yunus di Surabaya, Jumat (20/12/19).

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Din Syamsuddin, berjabat tangan dengan Paus Fransiskus dalam Forum Katolik Muslim ke 3 di Vatikan, 13 November 2014 lalu.

Sementara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyebut, ucapan selamat Natal tak jadi masalah, karena tidak mengganggu keimanan (akidah) umat Muslim. Terutama jika ucapan selamat Natal diungkap dalam dimensi ukhuwah wathaniyah. Ini adalah istilah untuk menerangkan ikatan persaudaraan yang dilandasi atas kesamaan negara.

Robikin Emhas, Ketua Tanfidziah PBNU mengakui banyak pendapat terkait ucapan selamat Natal di antara para ulama. Ada yang melarang karena khawatir mengganggu akidah, ada yang membolehkan dengan pengertian ucapan Natal sebagai bagian dari kesadaran bermuamalah.

Muamalah adalah sebuah hubungan manusia dalam interaksi sosial sesuai syariat,karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup berdiri.

“Kalau berniat hanya untuk menghormati atau berempati kepada teman yang Nasrani, maka tidak masalah. Indonesia kita ini kan negara majemuk. Apalagi ucapan Natal itu dimaksudkan sebagai ungkapan kegembiraan atas kelahiran Nabi Isa A.S. sebagai rasul,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Minggu (22/12/19).

Menanggapi ucapan selamat Natal ini, ia sepakat dengan pendapat ulama asal Mesir Syekh Yusuf Qaradhawi.

Menurutnya, boleh atau tidaknya ucapan selamat Natal dari umat Muslim kepada Nasrani dikembalikan kepada niatnya.

Dengan menerapkan batasan ini, menurut Robikin, momen Natal bisa menjadi ajang untuk mempererat dan mengikat kembali tali kebangsaan kita.

Ia pun meminta agar para pemeluk agama yang berbeda membuka ruang dialog antar umat. Sehingga, usaha mempererat tali kebangsaan tidak hanya sebatas ucapan selamat. (el/el)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini