Martinus Bere alias Manjo.

sergap.id, KUPANG – Tabir dugaan korupsi pengadaan bibit bawang merah tahun 2018 senilai Rp 10,8 miliar mulai terbuka. Satu per satu tersangka mulai ‘diseret’ ke tahanan.

Dari 9 tersangka yang telah ditetapkan oleh Polda NTT, 7 di antaranya telah menghuni sel tahanan Mapolres Kupang Kota.

3 tersangka ditahan sejak Jumat (6/3/20), dan 4 lainnya ditahan pada Senin (9/3/20) sore. Para tersangka akan menjalani masa penahanan selama 20 hari terhitung sejak mereka ditahan.

Para tersaangka yang sudah ditahan adalah Severinus Devrikandus Siriben alias Jepot dan Egidius Prima Mapamoda (makelar proyek), Yustinus Nahak (Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Malaka), Martinus Bere alias Manjo (Mantan Kepala Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Malaka), Yosef Klau Bere (Pejabat Pembuat Komitmen), Agustinus Klau Atok (Ketua Pokja), dan Karolus A. Kerek (Sekretaris Pokja).

Sementara tersangka Tony Baharudin (Kuasa Direktur CV Timindo) dan Simeon Benu (Direktur Utama CV Timindo) belum bisa memenuhi panggilan polisi karena sedang sakit. Toni dan Simeon dikabarkan kena serangan jantung.

Namun Ketua ARAKSI Alfred Baun melihat ada yang janggal dalam penetapan tersangka kasus ini. Sebab dari total dugaan korupsi sebesar Rp 4,9 miliar dari nilai proyek Rp 10,8 miliar, hanya Rp 1,2 miliar yang diterima para tersangka, yakni Jepot menerima Rp 475 juta, Mapamoda Rp 100 juta, Manjo Rp 500 juta, Yustinus Nahak Rp 25 juta, Agustinus Klau Nahak Rp 50 juta, dan Karolus A. Kerek Rp 50 juta.

“Sisanya kemana? Ini yang harus diusut. Dari wajah-wajah yang sudah ditahan ini, mereka tidak pantas memikul beban kasus ini. Polisi harus intens periksa dua makelar itu. Kemana lagi larinya aliran dana yang sisa itu?,” ujar Alfred saat bincang-bincang dengan SERGAP di halaman parkir Sub Direktorat Tipidkor Polda NTT, Senin (9/3/20) siang.

Menurut Alfred, tender proyek ini sebenarnya dimenangkan oleh perusahaan (CV) nomor urut 6, namun karena intervensi dua makelar tersebut, maka pemenang tender dialihkan ke CV Timindo.

“Pertanyaannya dua manusia ini disuruh oleh siapa? Muncul dari mana? Karena nama mereka dua itu tidak ada di dalam dokumen ULP maupun Pokja atau dokumen kontrak. Mereka menjadi tersangka karena berperan sebagai makelar. Saya yakin ini ada aktor lain dibalik mereka itu”, ucapnya.

Alfred Baun

Alfred mengaku, hasil investigasi ARAKSI menemukan bahwa penganggaran proyek bibit bawang merah tidak disetujui oleh DPRD Malaka. Namun anehnya ada dalam DPA ABPD 2018.

Ia menduga, dua kakak beradik kandung, yakni Bupati Malaka Stef Bria Seran dan Ketua DPRD Malaka Adrianus Bria Seran berperan penting hingga munculnya proyek tersebut dalam APBD Tahun Anggaran (TA) 2018.

Karena itu, dia meminta penyidik Polda NTT untuk memanggil dan memeriksa Stef Bria Seran dan Adrianus Bria Seran.

“Di tingkat puncak adalah Bupati. Untuk itu, Polda harus minta keterangan Bupati Malaka dan Ketua DPRD Malaka,” tegasnya.

Kata dia, program Revolusi Pertanian Malaka (RPM) yang dicanangkan oleh Stef Bria Seran sejak awal kepemimpinannya, dan salah satunya adalah program budidaya bawang merah, gagal total, dan menyebabkan negara dirugikan miliaran rupiah.

  • Proyek Bibit Bawang Merah Tidak Disetujui Komisi II

Krisatus Yulius Seran
Krisatus Yulius Seran

Anggota DPRD Malaka asal Partai Gerindra, Krisatus Yulius Seran, mengatakan, dalam pembahasan APBD TA 2018, item proyek bibit bawang merah tidak disetujui oleh Komisi II. Sebab program yang sama, pelaksanaannya gagal di tahun-tahun sebelumnya.

“Waktu itu saya Ketua Komisi II. Saat itu komisi II tidak menyetujui anggaran itu. Karena budidaya bawang merah tidak berhasil pada tahun-tahun sebelumnya,” papar Krisatus.

Menurut dia, kong kali kong terjadi di tingkat pembahasan Badan Anggaran (Banggar). Sebab di forum itu proyek yang tidak disetujui oleh Komisi II tiba-tiba muncul di dokumen APBD 2018.

“Kegiatan dan anggaran itu sudah di pangkas, tetapi tercantum lagi pasca asistensi anggaran. Itu kejanggalannya. Ini mengindikasikan adanya kong kali kong dalam pembahasan anggaran”, pungkasnya. (sel/fecos)