sergap.id, KUPANG – Selasa (31/8/21), Kelompok Cipayung Kota Kupang mendatangi Polda NTT untuk melapor kasus kerumunan massa yang terjadi di Pulau Semau pada hari Jumat (27/8/21) kemarin. Namun niat tersebut ditolak oleh Polda NTT.
“Polda NTT justru menokak Laporan Polisi (LP) dari Kelompok Cipayung, dengan alasan Polda NTT tidak berwenang dan melempar kewenangan itu kepada Satgas Covid-19. Polda NTT gagap dan tidak profesional. Melempar tanggung jawab hukum untuk Penyelidikan dan Penyidikan kasus dugaan pelanggaran Prokes Covid-19 ini adalah pembodohan sekaligus tindakan bodoh dari oknum Polda NTT. Sejak kapan KUHAP mengalihkan kewenangan menerima Laporan Polisi dan tindakan kepolisian dalam kasus pidana kepada Satgas Covid-19?,” beber Petrus Selestinus, Koordinator TPDI dan Advokat Peradi dalam keterangan tertulisnya yang diterima SERGAP, Selasa (31/8/21) malam.
Menurut Petrus, sikap Polda NTT tersebut akan melahirkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap Polda NTT.
“Masyarakat bisa saja bebas membuat pesta selama berlakunya PPKM level 4, sebagai signal ketidakpercayaan terhadap Gubernur dan Polda NTT, karena hukum hanya tajam terhadap rakyat kecil,” ucapnya.
Polda NTT, lanjut Petrus, seperti kehilangan kepekaan dan intuisinya ketika menghadapi kasus ini, hal ini nampak dalam narasi Kadiv Humas Polda NTT, Kombes Pol. Rishian Krisna B, bahwa pihaknya sedang menjalin komunikasi dan koordinasi dengan instansi terkait, guna mendapatkan daya dan informasi. Ini bukan narasi KUHAP dan SOP Polri!
Narasi KUHAP dan SOP Polri adalah Polda NTT segera melakukan tindakan kepolisian atau telah memanggil beberapa pihak untuk dimintai keterangan dalam tahap penyelidikan dan seterusnya, sebagaimana narasi Polri menghadapi kasus-kasus pidana umunya.
Karena itu demi menjaga wibawa pemerintah dan menyelematkan institusi Polri di NTT, maka sebaiknya Bareskrim Polri mengambilalih penyelidikan kasus “Kerumunan Semau” atau setidak-tidaknya dibentuk tim gabungan untuk penindakan kasus ini tanpa pandang bulu demi menjamin netralitas dan rasa keadilan publik NTT.
Acara pengukuhan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) di Semau itu, mestinya bisa dicegah. Sekiranya Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati-Bupati se NTT, Kapolda NTT dan seluruh jajarannya memiliki kepekaan atau intuisi bahwa ada Instruksi Kapolri, Mendagri dan Instruski Gubernur soal PPKM dan Prokes Covid-19 yang mesti dipatuhi.
Tapi kenyataannya acara mewah dan menghebohkan itu berjalan lancar tanpa ada satupun Petugas Polri, Satpol PP atau Satgas Covid-19 yang mencegah, apalagi menindak. Begitu juga Bupati-Bupati yang hadir, tidak ada satupun mau mengingatkan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur NTT untuk membatalkan atau menolak hadir dengan alasan adanya larangan dan perintah UU serta Instruksi yang wajib ditaati.
Peristiwa kerumunan di Semau itu memberi pesan kuat bahwa terdapat kesadaran secara kolektif dari Pejabat Publik untuk melakukan pembangkangan terhadap Instruksi Presiden dan Mendagri.
Peristiwa kerumunan ini juga dikualifikasi sebagai “Pelanggaran Hukum” dan “Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik”. (sp/sp)