Insentif bagi tenaga medis merupakan salah satu komitmen pemerintah yang diumumkan Presiden Joko Widodo pada 23 Maret silam. Kala itu, Presiden mengatakan pemerintah akan memberikan insentif bulanan kepada tenaga medis yang terlibat dalam penanganan Covid-19.
Insentif bagi tenaga medis merupakan salah satu komitmen pemerintah yang diumumkan Presiden Joko Widodo pada 23 Maret silam. Kala itu, Presiden mengatakan pemerintah akan memberikan insentif bulanan kepada tenaga medis yang terlibat dalam penanganan Covid-19.

sergap.id, DUH – Ratusan tenaga medis mengaku belum mendapat insentif yang dijanjikan pemerintah – sebagian dari mereka malah dirumahkan – namun pemerintah beralasan keterlambatan pencairan karena proses verifikasi.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menekankan pentingnya menjamin hak dan menjamin keselamatan tenaga medis yang berada di garda terdepan perang melawan Covid-19.

Sebanyak 109 tenaga medis di RSUD Ogan Ilir, Sumatra Selatan, dipecat karena menuntut transparansi insentif dan alat pelindung diri (APD) demi keselamatan kerja, asupan vitamin dan rumah singgah yang layak.

Dikutip dari BBC News Indonesia, Kamis (28/5/20), salah satu tenaga medis yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan risiko yang mereka hadapi ketika menangani pasien Covid-19, tak sebanding dengan kesejahteraan yang mereka terima.

Sementara insentif yang dijanjikan pemerintah tak kunjung tiba. Ironisnya ketika mereka menagih janji itu, mereka malah dipecat.

“Kami tidak berharap untuk dibeginikan, rasanya terzolimi. Kami mau menanyakan keselamatan kami, kami mau menanyakan hak-hak kami, cuma kok akhirnya kami begini, dirumahkan. Miris sekali rasanya,” ujarnya kepada BBC News Indonesia, Rabu (27/05).

Bupati Ogan Ilir, Ilyas Panji Alam, beralasan pemecatan para tenaga medis itu lantaran mereka ‘mangkir’ kerja selama lima hari karena mogok kerja. Namun para tenaga medis itu menegaskan meski melakukan aksi, mereka tetap menjalankan shift kerjanya. Bahkan, ketika mendapat kabar dipecat, mereka sedang bertugas.

Insentif bagi tenaga medis merupakan salah satu komitmen pemerintah yang diumumkan Presiden Joko Widodo pada 23 Maret silam. Kala itu, Presiden mengatakan pemerintah akan memberikan insentif bulanan kepada tenaga medis yang terlibat dalam penanganan Covid-19.

Setelah diumumkan oleh Presiden, pemberian insentif dan santunan bagi tenaga medis yang menangani corona telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan.

Dilansir dari laman resmi Kementerian Kesehatan, sasaran pemberian insentif adalah tenaga medis, baik aparatur sipil negara (ASN), non-ASN, maupun relawan yang menangani Covid-19 di sejumlah fasilitas pelayanan kesehatan.

Fasilitas kesehatan itu antara lain, rumah sakit yang khusus menangani Covid-19, rumah sakit pemerintah dan swasta yang ditunjuk pemerintah untuk menangani Covid-19, kantor kesehatan pelabuhan (KKP), dinas kesehatan di tiap wilayah, puskesmas, dan laboratorium yang ditetapkan Kementerian Kesehatan.

Adapun besaran maksimal insentif yang diterima tenaga kesehatan adalah sebagai berikut:

  1. Dokter spesialis sebesar Rp15 juta
  2. Dokter umum dan gigi sebesar Rp10 juta
  3. Bidan dan perawat Rp7,5 juta
  4. Tenaga medis lainnya Rp5 juta.

Selain itu, pemerintah juga memberikan santunan kematian sebesar Rp 300 juta kepada tenaga medis yang meninggal saat bertugas menangani pasien Covid-19.

Regulasi itu menyebut insentif dan santunan kematian diberikan terhitung sejak Maret hingga Mei dan dapat diperpanjang sesuai dengan peraturan perundangan.

Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, mengatakan, insentif tersebut telah disalurkan sejak 22 Mei silam.

“Menteri Kesehatan telah melaporkan kepada Bapak Presiden tentang insentif kepada tenaga kesehatan yang sudah mulai disalurkan sejak tanggal 22 Mei yang lalu, yaitu pada hari Jumat dan berlanjut sampai dengan selesai,” ujar Doni dalam keterangan pers usai rapat terbatas percepatan penanganan pandemi Covid-19, Rabu (27/05).

Akan tetapi sejumlah tenaga medis mengaku belum menerima insentif tersebut. Salah satunya, Hartati Bangsa, seorang dokter umum yang sejak awal pandemi hingga kini menjadi relawan menangani pasien Covid-19 di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet di Jakarta.

Hartati menuturkan sebagian rekannya sesama tenaga medis di Wisma Atlet telah menerima insentif yang dijanjikan pemerintah. Namun hingga kini dirinya belum menerima insentif tersebut dengan alasan perbedaan rekening bank.

Hartati menegaskan, “insentif tidak terlalu menjadi bagian yang betul diperhitungkan”, sebab komitmen awal ketika menjadi relawan Covid-19 adalah untuk mengabdi.

“Tapi kemudian menjadi haknya mereka yang harus dibayarkan, bagi saya kewajiban itu sebagai bentuk penghargaan dari pemerintah atas segala usaha yang diberikan, segala pengorbanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan,” kata dia.

Ketua DPP PPNI, Harif Fadillah, mengatakan, dilihat dari jumlah nominalnya, “insentif itu tidak seberapa nilainya dibanding risiko yang dihadapi” tenaga medis.

“Masalah insentif ini sebenarnya tidak seharusnya menjadi polemik. Kalau memang harus dilakukan cepat, ya lakukan cepat. Jangan sampai perawat ini seolah-olah bekerjanya karena insentif,” tuturnya seperti dilansir BBC News Indonesia.

Dia mengaku banyak perawat mendapat sindiran terkait “hak istimewa” yang diterima tenaga medis, sementara banyak orang lain justru kehilangan pekerjaan akibat pandemi.

Jika sebagian tenaga medis di Wisma Atlet sudah menerima insentif, berbeda halnya dengan tenaga medis di RSUD Ogan Ilir, Sumatra Selatan.

Tuntutan akan transparansi insentif dan kelengkapan APD justru dibalas dengan dengan pemecatan oleh Bupati Ogan Ilir.

“Sebenarnya kami kerja ikhlas, kalau dikatakan kami menuntut insentif, rasanya gimana gitu. Dari dulu kerjanya cuma ikhlas. Tapi berhubung dari pemerintah pusat menjanjikan ada insentif, kami perlu tahu lah kira-kira berapa,” ujar salah satu tenaga medis yang enggan disebut namanya kepada BBC News Indonesia, Rabu (27/05).

“Cuma ketika kami menanyakan aja nggak dijelaskan berapa nominal yang kita terima,” lanjutnya.

Namun, Bupati Ogan Ilir, Ilyas Panji Alam beralasan pemecatan 109 tenaga medis itu dilandasi tuntutan mereka yang dia sebut “mengada-ada”.

Ilyas menerangkan selain telah menyediakan APD, pemerintah daerah juga telah menyediakan insentif.

“Insentif ada, malah saya minta kasus per kasus, yang benar-benar menangani pasien ada lagi insentif, tambah lagi. Ini mereka kerja menangani pasien corona aja belum,” ujarnya kepada kompas.com.

  • Apa kata pemerintah?

Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Widyawati Rokom, mengakui hingga saat ini sudah ada tenaga medis yang menerima insentif, namun ada sebagian lain yang belum menerima, sesuai proses verifikasi yang dilakukan oleh tim verifikator.

Sementara, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Brian Sri Prihastuti, menyebut, proses verifikasi ini menjadi alasan keterlambatan pencairan insentif bagi tenaga medis.

“Dibutuhkan waktu untuk memverifikasi tenaga kesehatan untuk pencairan insentif,” kata dia.

Akan tetapi, dia menekankan “insentif kepada tenaga kesehatan sudah menjadi komitmen presiden” sebagai bentuk dukungan dan apresiasi kepada tenaga medis.

“Sekarang tinggal masalah eksekusi. Eksekusinya tidak bisa hanya sekedar uang ada lalu diserahkan. Uang sudah disediakan alokasinya, tapi kemudian untuk eksekusi ada Kementerian Kesehatan yang menjalankan, dan ada proses verifikasi tenaga kesehatan yang mana.”

“Sekarang sedang proses untuk verifikasi, setahu saya pencairan sudah dilakukan beberapa kali,” ujar Brian.

Dia menambahkan, verifikasi yang dia maksud adalah menetapkan besaran insentif yang diterima oleh tenaga medis sesuai dengan kriteria dan beban kerjanya.

Juru Bicara IDI, Halik Malik, mengimbau pemerintah untuk mempermudah birokrasi pencairan insentif tenaga, seperti halnya layanan medis yang memudahkan birokrasi layanan pasien Covid-19 di fasilitas kesehatan.

“Jika ada insentif tambahan dalam partisipasi mereka menangani Covid, itu juga bisa diberikan kemudahan-kemudahan sepanjang mereka betul-betul bekerja dalam penanganan Covid ini,” ungkap Halik.

Dia menegaskan para tenaga medis menghendaki negara hadir untuk memastikan mereka bisa bekerja dengan baik dan terlindungi ketika menjalankan tugasnya.

“Bagi dokter-dokter, mereka tidak mempermasalahkan insentifnya seberapa besar atau seberapa cepat, yang pasti ada kepastian terkait pembayaran insentif itu,” jelasnya.

“Kalau dilihat dari skala prioritas mereka saat ini adalah adanya jaminan keselamatan dan perlindungan, terutama proteksi terhadap mereka dalam bertugas seperti jaminan APD, sistem bekerja yang lebih baik, dan baru terakhir, apresiasi dalam bentuk insentif tadi,” ujarnya.

Faktanya, lanjut Halik, banyak tenaga medis yang meninggal akibat Covid-19 karena terpapar virus ketika bertugas lantaran minimnya APD yang mereka miliki. Merujuk pada data IDI, setidaknya 28 dokter dan 20 perawat meninggal dunia akibat Covid-19. (Vleg/BBC News Indonesia)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini