
sergap.id, KUPANG – 6 tahun sudah Fanty Regina Sira (23) berada di Malaysia. Wanita yang hanya sempat duduk di kelas 4 SD ini bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT).
Setelah dua tahun bekerja dan masa kontrak PRT selesai, Fanty sebenarnya ingin pulang ke kampung halamannya di Kampung Karisin, Desa Oefeto, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang. Ingin sekali ia berjumpa dengan ibu bapak serta saudara-saudaranya.
Namun keinginannya itu pupus setelah majikannya mengantarnya ke agen penyalur TKI di Malaysia. Lalu, secara sepihak agen tidak mengijinkannya pulang. Agen malah memperkerjakannya sebagai cleaning service pada rumah tangga atau perusahaan yang memiliki ikatan kerja dengan agen.
Apesnya lagi, anak ke 7 dari pasangan Daud Daniel Sira dan Agustina Sira itu tidak pernah memegang uang kes. Semua gajinya sebagai PRT dan cleaning service ditahan oleh agen.
Kamis (26/4/18) pukul 19.00, SERGAP menyambangi Defrit Maradona Sira, kakak kandung Fanty yang tinggal di kontrakan Mess GIA Penfui Kupang. Di rumah ini juga SERGAP bertemu dengan ibu kandung Fanty, sepupu Fanty bernama Renhold Sira dan Elifas Haumeni, serta Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Propinsi NTT, Maria Hingi.
Kepada SERGAP, Defrit mengatakan, sebelum ke Malaysia, Fanty tinggal dengan Pendeta Leny Banunaek di Sikumana, Kupang.
“Kemudian Okto, keluarga kami yang sekarang berada di Kalimantan, mengajak dia (Fanty) ke Malaysia. Saat itu tahun 2012 dan Fanty baru berusia 15 tahun,” papar Defrit.
Defrit mengaku tak tahu persis bagaimana proses hingga Fanty diloloskan ke Malaysia. “Kami heran,,, kok dia bisa miliki KTP? Padahal usianya baru 15 tahun,” tohoknya.
Defrit mengatakan, dirinya dan keluarga besarnya baru mengetahui Fanty sudah berada di Malaysia ketika Fanty menelpon ayahnya.
“Kami curiga Okto yang memalsukan datanya. Sebab Okto itu bekerja dengan PT Arny Family di Penfui sini. Tetapi sekarang ini PT itu sudah tidak ada lagi,” ucap Defrit, kesal.
Kini, Defrit hanya ingin Fanty pulang. Dia berharap Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Kabupaten Kupang bisa memfasilitasi Fanty kembali ke Kupang.
Harapan yang sama diutarakan juga oleh Agustina Sira, ibu Kandung Fanty.
“Saya rindu sekali. Saya pingin dia pulang. Apalagi saya sedang sakit-sakitan begini,” urai Agustina sambil menitikkan air mata.
Sepupu Fanty, Renhold Sira, mengungkapkan, awal mula ia mengetahui keberadaan Fanty berawal dari postingan facebook pada akun milik Ellan Mey, teman Fanty.
“Kami langsung kontak Ellan lewat nomor HP yang diposting Ellan. Ellan mengaku bahwa dia bertemu dengan Fanty di salah satu kantor agen di Malaysia, dan dengan terburu-buru Fanty meminta Ellan untuk memfoto dan menuliskan tentang dirinya agar diketahui oleh keluarga,” beber Renhold.

Sementara itu, Ellan Mey yang dihubungi SERGAP via telepon pada Kamis (26/4/18) malam, menjelaskan, dirinya bertemu dengan Fanty pada tanggal 18 April 2018, saat dirinya ke agen untuk mengurus paspor, karena ia akan segera pulang ke Kupang.
“Saya ketemu Fanty dan kami berkenalan. Saya bilang saya juga orang Kupang. Karena itu dia minta bantu ke saya untuk hubungi keluarganya via telepon. Tapi telepon yang dituju tidak aktif. Nomor itu dia simpan sejak tahun 2013,” kata Ellan.
Menurut Ellan, saat akan menelpon ke nomor yang tidak aktif itu, dirinya dan Fanty ke kamar WC dan bersembunyi disana. Fanty takut upaya menghubungi keluarganya diketahui oleh agen. Bisa-bisa ia dimarahi dan dipukul.
“Kami dua kontak (keluarga) dari kamar WC. Dia juga meminta saya untuk memotretnya dan memposting di facebook, supaya keluarga melihatnya. Fanty juga cerita ke saya sambil menangis bahwa dia ditahan agennya. Dia bilang, setelah dia kerja dua tahun, dia minta pulang ke majikannya. Majikan justru antar dia kembali ke agen. Sampai di agen, dia ditahan sampai sekarang dan dilarang pulang,” ungkap Ellan.
“Dua hari lalu saya dipanggil majikan saya, saya kena marah, karena saya bantu Fanty kontak keluarganya dan tulis di FB. Nama agennya, saya tidak tahu. Saya akan pulang dalam beberapa hari ini. Saya harap Fanty juga bisa pulang,” pungkas TKI asal Kelurahan Fatukoa, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang itu.

Lupa Tanya Alamat Agen
Defrit mengaku, Selasa (24/4/2018) lalu, saat ia bersama ayahnya mengantar Ibunya berobat ke RSUD Prof WZ Yohanes Kupang, tiba-tiba Fanty menelpon mengabarkan keberadaanya.
“Mungkin karena mama terlalu rindu, makanya mama sampai lupa tanya alamat majikannya atau agennya. Di akhir percakapan, Fanty berpesan untuk tidak boleh menghubungi dirinya lewat nomor yang baru saja dia pakainya untuk hubungi kami. Katanya, nanti dia kena marah dan bisa bahaya,” kata Defrit.
Defrit memohon agar Pemerintah Indonesia segera memulangkan Fanty.
“Mohon keamanannya dijaga. Sebab Fanty sangat takut ketahuan agen di sana. Pemerintah bisa mencari tahu PT yang mengirimnya. Kami juga minta kepolisian segera mengusut perekrutnya,” pinta Defrit.
Permintaan yang sama disampikan juga oleh Ketua SBMI Propinsi NTT, Maria Hingi.
“Ini orang (fanty) pergi karena ditipu. Saya minta aparat kepolisian mengusut dan menangkap para perekrut. Kita harus serius tangani dan cegah anak-anak kita pergi ke luar negeri yang ternyata di sana banyak susahnya. Semua pihak mesti bersuara dan menolong para TKI yang menjadi korban pembodohan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Kami akan mengawal masalah Fanty dan yang lainnya hingga tuntas,” tegas Hingi. (fwl/fwl)