Investigator BPKP NTT saat memeriksa fisik proyek Awalolong di Pulau Siput, Selasa (18/8/20) sore.
Investigator BPKP NTT saat memeriksa fisik proyek Awalolong di Pulau Siput, Selasa (18/8/20) sore.

sergap.id, KUPANG – Hingga kini Polda NTT belum menetapkan tersangka karena masih menunggu hasil audit BPKP terhadap dugaan korupsi proyek Awololong. Namun para aktivis dan pelapor kasus Awalolong ke Mabes Polri yakin dalam kasus ini ada kerugian negara dan Polda NTT akan segera menetapkan tersangka. Sebab pekerjaan proyek ini masih nol persen, namun 85 persen dananya telah dicairkan, atau dengan kata lain tak ada pekerjaan, tapi uang proyeknya sudah habis.

Kordinator Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Rakyat Lembata (AMPPERA), Emanuel Boli, mengatakan, pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga terang benderang.

Proyek yang menghabiskan uang negara Rp 5.542.580.890.- (lima milyar lima ratus empat puluh dua juta delapan ratus Sembilan puluh) atau sekitar 85% dari total pagu proyek 6. 892.900.000 ini realisasi fisik proyeknya nol persen.

Perkara ini telah dinaikan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan sejak tanggal 20 Mei 2020.

Polda NTT pun telah melakukan pemeriksaan terhadap 31 saksi secara pro justicia di Kabupaten Lembata sejak tanggal 11  Agustus 2020 sampai 22 Agustus 2020.

Selain memeriksa para saksi, penyidik juga telah menyita 2 box barang bukti yang kini diamankan di ruang Subdit 3 Tipidkor Polda NTT.

“Barang bukti itu telah diperlihatkan kepada aktivis Amppera dan Front Mata Mera pada tanggal 28 Agustus 2020 lalu,” ujar Emanuel.

Berdasarkan SP2HP kedua yang diterima Amppera dari Polda NTT, penyidik juga telah melakukan pendampingan terhadap tim auditor BPKP untuk melakukan proses audit kerugian negara terhadap konsultan perencanaan teknis dan konsultan pengawasan teknis di ruang Subdit 3 Tipidkor Polda NTT.

“Setiap pekan sejak proses penyelidikan hingga naik ke penyidikan, kami selalu koordinasi dan menanyakan progres perkembangan penanganan kasus Awololong kepada Dirreskrimsus, Kombes. Pol. Yudi Sinlaeloe dan Penyidik Tipidkor Polda NTT yang menangani kasus ini,” kata Emanuel.

Emanuel berharap Penyidik Tipidkor Polda NTT melakukan kerja-kerja extra ordinary secara profesional serta  menjadikan kasus Awololong sebagai kasus prioritas.

Emanuel mengaku, AKP Budi Guna Putra, S.I.K selaku penyidik melalui WhatsApp mengatakan Penyidik Tipidkor Polda NTT profesional melakukan penyidikan kasus Awololong

“Amppera juga sudah menyurati BPKP NTT,” tegas Emanuel.

Aktivis Amppera lainnya, Obed Lewotobi, Minggu, (27/9/20) di Kupang, berharap BPKP lebih cepat menyerahkan hasil audit investigasi kepada Polda NTT.

Menurut Obed, kerugian negara tidak hanya berupa kerugian negara yang sifatnya tangible atau nyata, akan tetapi kerugian negara juga ada yang sifatnya potensi.

“Para auditor BPKP tentunya sudah memahami apa yang dimaksud dengan potensi kerugian negara, sehingga melalui metode pembanding, jelas-jelas terjadi ketidaksesuaian antara jumlah pengeluaran atau pembayaran dengan fisik pengerjaan di lokasi proyek,” tandasnya.

Sementara itu salah satu pelapor kasus Awalolong di Mabes Polri yang juga Kuasa Hukum Sparta Indonesia, Mathias Ladopurab, SH, meyakini, Polda NTT akan menetapkan tersangka kasus Awololong.

“Kami selaku kuasa hukum yakin Polda NTT akan penetapan tersangka. Ini proyek konstruksi yang dananya sudah keluar 85%, tapi fisiknya 0%. Dari sisi mana pelaku bisa lolos dari jeratan hukum?,” tegas Mathias saat dihubungi via telepon, Minggu (27/9/20).

Mathias menjelaskan, dari sisi hukum, kasus ini sudah memenuhi 2 alat bukti menurut KUHAP. Oleh karena itu kasus ini dinaikkan ke penyidikan.

“Kami yakin penyidik sudah mengantongi siapa-siapa tersangkanya, ini soal waktu saja, waktu untuk menetapkan tersangka. Sampai hari ini kami masih yakin Polda NTT akan menetapkan tersangka,” ucapnya.

Menurut dia, Pasal 184 KUHAP menjelaskan alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Karena itu, dari sisi alat bukti sudah lebih dari cukup, karena lebih dari dua alat bukti.

UU Tindak Pidana Korupsi tidak mensyaratkan kerugian Negara yang rill dan nyata. Kerugian Negara adalah delik formil, bukan materil.

Dalam stelsel pemidanaan hukum pidana, kata Mathias, terdapat dua jenis perbuatan hukum yang diatur sebagai suatu delik, yakni perbuatan yang mengakibatkan suatu hasil delik (materil) dan perbuatan yang berpotensi menimbulkan suatu akibat (delik formil).

Khusus tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Tipikor yang berlaku adalah delik formil. Tidak terdapat kerugian Negara tapi terdapat tendensi atau kecendrungan atau potensi dapat merugikan keuangan Negara dan pelaku akan dihukum berdasar UU Tipikor.

“Sudah ada yurisprudensinya. Ada putusan Pengadilan Tipikor Yokyakarta dalam putusan Nomor 27/Pidsus/2013/P.Tipikor-Yk tanggal 27 Maret 2014 majelis hakim menguatkan delik formil terkait kerugian Negara yang diatur dalam UU Tipikor,” terangnya.

Ia mengatakan, dalam kasus Awololong, kerugian negara itu terang benderang ada dan nyata, tidak dapat dibohongi. Publik sudah tahu.

“Coba tanya pada kontraktor yang biasa kerja proyek Pemerintah, apa boleh progress fisik pekerjaan masih 0%, uang bisa cair 85%? Tidak ada, kalau ada kontraktor berbuat demikian sudah gemetar kontraktor itu, dan pasti sudah ditahan Penegak Hukum. Ini perbuatan melawan hukum yang nyata,” tegasnya.

Dijelaskan, walau dalam kasus Awololong ini, pelaku masih dimanja-manja, tapi waktu yang akan menentukan. Pihaknya selaku kuasa hukum Sparta Indonesia akan mengawal kasus ini sampai tuntas, sampai dibawa ke Pengadilan Tipikor.

“Kami percaya penyidik Polda NTT professional akan menangani secara baik kasus Awololong ini. Tidak mungkin Polda NTT membiarkan pelaku kejahatan korupsi Awololong bangga dengan perbuatan jahatnya, kita lihat saja,” pungkas Mathias yang juga putra Ile Ape Lembata yang kini tinggal di Jakarta itu. (SP/EB)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini