
sergap.id, KUPANG – Salinan atau foto copy Surat Perintah Tugas (SPT) Ditreskrimsus Polda NTT beredar luas di Kabupaten Sikka. Surat tersebut diduga disalahgunakan oleh sejumlah oknum polisi dan dipakai untuk memeras para pedagang di daerah itu.
Koordinator Umum TPDI, Petrus Selestinus, menjelaskan, surat perintah tugas dengan Nomor: Sprin-Gas/249/IX/Res.2.1/2021/Direskrimsus, tanggal 1 September 2021 yang ditandatangani oleh Dirkrimsus Polda NTT, Kombes Pol. Yohannes Bangun, S.Sos, S.I.K itu tidak menyebutkan wilayah hukum mana yang menjadi batas pelaksanaan tugas dari para pemegang Surat Perintah Tugas tersebut.
“Apakah untuk Penyelidikan atau Penyidikan, karena tidak mungkin digabung pelaksanannya menjadi satu. Apa pasal pelanggarannya dan UU mana saja yang dilanggar dan menjadi dasar dalam tahap Penyelidikan dan Penyidikan,” beber Selestinus kepada SERGAP, Senin (20/9/21) malam.
“Ini memperlihatkan betapa Ditreskrimsus Polda NTT ceroboh dalam memposisikan Surat Perintah Tugas dengan memasukan Tindakan Kepolisian dalam Penyelidikan dan Penyidikan secara bersamaan”, tegasnya.
Menurut Selestinus, sejumlah petugas Ditreskrimsus Polda NTT mendatangi dan bertemu dengan pedagang yang sedang berjualan di toko. Para pedagang kemudian disuruh menghadap dan dipanggil via telepon untuk datang ke Hotel Go pada sore harinya sebagai tempat untuk dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Saat BAP itulah terjadi kompromi, tawar menawar uang damai didahului dengan intimidasi bahwa akan para pedagang akan dipidanakan dengan ancaman pidana paling tinggi dan denda miliaran rupiah.
“Surat Perintah Tugas Direskrimsusus dimaksud, diduga dijadikan sebagai tameng oleh oknum Anggota Polda NTT, berkedok Penyelidikan dan Penyidikan dugaan Tindak Pidana Merek, Indikasi Geografis, Perindustrian, Makanan dan Minuman Kadaluarsa, dan lain-lain, mencantumkan KUHAP dan UU Nomor: 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI guna menegakan belasan UU lainnya, namun prakteknya berujung dengan transaksi damai”, ungkap Selestinus.
“Yang menjadi aneh dalam Surat Perintah Tugas Direskrimsus Polda NTT itu, tanpa merujuk pada Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik) dan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik), sebagai dasar tahapan Tindakan Kepolisian pada peristiwa pidana dengan belasan UU yang diduga dilanggar. Ini berarti pelaku dan pelanggaran pidana sudah ditentukan, setelah itu baru dilakukan penyelidikan dan penyidikan”, bebernya.
Selestinus mengatakan, kejanggalan lain adalah Surat Perintah Tugas itu disertai dengan batas waktu pelaksanannya, dari tanggal 1 sampai dengan 30 September 2021. Terkesan hanya sekedar untuk kejar setoran, padahal substanai Surat Perintah Tugas dimaksud untuk dilakukan Tindakan Kepolisian dalam rangka Penyelidikan dan Penyidikan kasus-kasus serius dan berat dengan ancaman pidana hingga 10 tahun penjara dan denda miliaran rupiah.
“Publik Sikka meragukan Keabsahan dan Itikad Baik Surat Perintah Tugas Direskrimsus Polda NTT dan meyakini bahwa Surat Perintah Tugas itu ditujukan di luar tujuan Penegakan Hukum atau hanya sekedar kedok untuk pemerasan. Karena menurut informasi dari masyarakat, ada pedagang yang karena ditakut-takuti lalu dimintai sejumlah uang damai agar kasusnya tidak dilanjutkan dan dihentikan”, paparnya.
Selestinus mengaku pihaknya akan segera melaporkan peristiwa ini ke Propam, Irwasum Bareskrim Polri dan Kompolnas.
“Karena tanpa Sprinlidik dan Sprindik, surat tugas itu juga bermuatan kepentingan pemerasan”, ucapnya.
Padahal, lanjut Selstinus, para pedagang di Sikka baru saja mau menggerakan ekonomi akibat PPKM Covid-19 yang berkepanjangan. Ironisnya, Polda NTT justru menurunkan tim yang terkesan ingin mematikan gairah ekonomi dengan tuduhan kepada para pedagang melalukan tindak pidana melanggar belasan UU.
Para pedagang secara gelondongan ditelpon datang ke Hotel Go, lalu di-BAP mirip proses hukum untuk tipiring, lalu bayar denda untuk pundi-pundi oknum Polisi.
“Kapolda NTT harus hentikan dan batalkan Surat Perintah Tugas Direskrimsus dimaksud, karena telah mencampuradukan Penyelidikan dan Penyidikan, meresahkan pedagang, bahkan sulit dibedakan, apakah tahapan penyelidikan atau penyidikan, dan pasal apa saja yang dilanggar dari belasan UU yang dianggap sudah dilanggar oleh puluhan bahkan ratusan pedagang itu. Untuk itu, Ketua Komisi III DPR RI, Propam, Irwasum Bareskrim Polri dan Kompolnas diminta untuk memberi atensi agar praktek penegakan hukum yang beraroma pemerasan ini dihentikan”, pungkas Selestinus. (sp/sg)