sergap.id, MOF – Mantan Anggota DPRD Kabupaten Sikka, Silfan Angi, mengingatkan Bupati Sika, Robi Idong, agar konsisten tehadap janji yang telah diutarakan kepada Uskup Maumere dan para pengelola sekolah Katolik di Sikka bahwa tidak akan menarik guru PNS dari sekolah swasta dan akan mengembalikan guru negeri yang telah ditarik dari sekolah swasta.
“Kenyataanya kan tidak! Bupati harus penuhi janjinya. Karena sudah duduk bicara bersama, bahkan RDP (Rapat Dengar Pendapat) di DPRD. Kalau janji tidak ditepati, ya (itu) nipu lah. Kan mereka (demonstran) tagih janji, kalau sampe tagih janji, kan berarti ada janji yang belum ditepati. Kalau tidak tipu, apa? Mengapa janji. Kalau tidak tipu, ya bohong lah”, ujar Silfan kepada SERGAP, Jumat (3/9/21) malam.
Menurut Silfan, saat dirinya masih menjadi Anggota DPRD Sikka hingga tahun 2019 lalu, ada edaran dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) yang mengharuskan guru PNS yang mengajar di sekolah swasta kembali ke sekolah negeri.
Saat itu, satu-satunya Bupati di Pulau Flores yang langsung melakukan protes ke Mendiknas adalah Bupati Kabupaten Manggarai, Almarhum Deno Kamelus. Alasannya, NTT, khususnya Flores memiliki sejarah pendidikan yang perlu dipertimbangkan jika ingin menerapkan disiplin guru negeri berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, serta Peraturan Bersama (PB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) bersama Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Keuangan (Menkeu), dan Menteri Agama Nomor: 05/X/PB/2011, SPB/03/M.PAN-RB/10/2011, 48 Tahun 2011, 158/PMK.01/2011, 11 Tahun 2011, tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS.
“Yang pertama bereaksi saat itu adalah Bupati Manggarai, Deno Kamelus. Itu saya apresiasi. Karena sejarah pendidikan di Flores ini harus diakui bahwa semua dimulai dengan sekolah Katolik, ya swasta itu. Ini kan berkembang sejak tahun 1978 mulai dengan adanya Instruksi Presiden Soeharto. Makanya muncul SDN (Sekolah Dasar Negeri) dan SDI (Sekolah Dasar Inpres), SPM Madrasah dan lain-lain. Jadi, pemerintah saat ini harus melihat sejarah pendidikan itu,” ungkap Silfan.
Siflan menjelaskan, sekolah Katolik di Flores dibangun sejak pemerintah belum mampu membangun sekolah negeri. Karena itu, pengembalian guru PNS dari sekolah swasta ke sekolah negeri akan berdampak pada matinya sekolah swasta. Sebab masih banyak sekolah swasta saat ini mengalami kekurangan guru dan belum mampu menambah jumlah guru, karena tidak mampu membayar gaji guru.
“Undang-Undang (aturan tentang pengembalian guru negeri ke sekolah negeri) itu diskriminasi. Saya melihat aturan itu punya maksud lain untuk NTT dan Flores khususnya. Ini Undang-Undang untuk mematikan sekolah swasta, sekolah Katolik kedepan, apa maksudnya? Apa maksudnya Diknas kasih keluar UU diskriminasi? Kalau semua guru PNS ditarik ke negeri, sekolah-sekolah swasta yang tidak bisa membiayai guru, pasti mati. Berarti suatu saat sekolah swasta tidak ada lagi. Ini apa maksudnya? Ini kan undang-undang ngamur”, tegasnya.
Saya minta wakil rakyat kita, lanjut Silfan, termasuk yang di senayan, jangan diam, berteriaklah. Selama ini saya hanya ikuti itu Ade Melki (Lakalena) dan Ade Ansi (Lema) yang teriak-teriak tentang kepentingan rakyat NTT. Punya kepedulian untuk NTT. Itu baru wakil rakyat yang betul! Undang-Undang yang tidak sesuai (dengan kebutuhan pendidikan di Flores) kok kita diam, ikut lagi, bikin rusak ini kabupaten.
(dunia pendidikan di Flores) ini beda. Dan, harus diingat bahwa yang sudah dibangun, sudah dicetus oleh founder-founder kita, itu kita harus rawat dan jaga. Kita pelihara dan kembangkan, bukan kita matikan.
Kalau ada Undang-Undang dari Pusat, misalnya dari Mendiknas, kan kita bisa protes! Masa kita ikut saja? Kan Undang-Undang itu tetap melihat dengan kondisi daerah dan sesuai dengan kebijakan pemimpin daerah.
Nah itu berarti tugas Bupati dan DPRD Sikka harus menghadap ke Kemendiknas. Tunjukan, ini loh, undang-undang ini tidak bisa diterapkan di daerah kami. Karena daerah kami punya sejarah begini, begitu.
BACA JUGA: Biarawan Biarawati Demo Bupati Sikka
- Menurut Anda, kenapa Robi Idong tetap mengembalikan guru PNS ke sekolah negeri?
Hemat saya, mungkin Bupati tidak ngerti sejarah pendidikan di Flores. Padahal dia tamat dari sekolah Katolik. Harusnya Bupati tahu dan paham. Bupati harus paham sejarah pendidikan di Maumere ini dan bagaimana dia punya kiat untuk komunikasi dengan Mendiknas bahwa (aturan mengembalikan guru negeri) ini tidak bisa diterapkan di Sikka.
Undang-Undang tidak bisa mengabaikan sejarah pendidikan di Flores, tidak bisa itu! Apa sulitnya guru PNS itu tetap (mengajar di sekolah) swasta? Memangnya sekolah swasta anak tiri? Atau swasta tidak diakui oleh negara?
Tanggung jawab negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, artinya tidak melihat ini swasta, tidak melihat ini negeri.
UU ini diskriminasi. Saya heran teman-teman DPR di sini kok tidak bisa bersama Bupati ke Mendiknas untuk protes? Ini UU diskriminasi, sekolah swasta tidak boleh dingajar oleh guru PNS. UU apa ini? Ini kan UU ngamur! UU diskriminasi tidak boleh ada di NTT. Karena di UUD 45 jelas itu, mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tanggung jawab negara dan mengimplementasikan itu sampai ke daerah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
Karena itu, seharusnya kebijakan Bupati bukan ikut lurus-lurus dengan perintah UU itu. Tidak bisa begitu! Kalau ikut lurus-lurus, ngamur juga namanya! Apalagi sudah ada komunikasi, sudah duduk bersama, terus mengikari janji!
Kalau Bupati mau cari aman, ya rakyat hancur lah. Kasian itu. Saya minta Bupati Sikka konsisten dengan kesepakatan-kesepakatan yang sudah dibuat bersama Majelis Pendidikan Katolik Keuskupan Maumere. Jangan mengingkari kesepakatan! (cp/cp)