
sergap.id, NAPOLI – Perayaan Paskah di Napoli, Italia, Sabtu, 18 Mei 2019, dimeriahkan dengan tarian Likurai, tebe, dolo-dolo, dan Ja’i yang dibawakan oleh biarawan biarawati asal Indonesia.
Acara tersebut diawali dengan perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Pater Aleks Dancar, SVD pukul 22.00 waktu Italia dan diringi koor suster-suster Hamba-Hamba Kecil Kristus Raja (PACR).
Selanjutnya perayaan dimeriahkan dengan tarian Likurai yang dibawakan oleh suster-suster dan frater Vokasionis.
Anggota yang terlibat dalam tarian tersebut, yakni Suster Sari Keke SDV, Suster Engel Santos SDV, Suster Rina Ferreira SDV, Suster Ista Seran SDV dan Frater Vian Nana SDV sebagai peronggeng tunggal.
Tarian Likurai merupakan sebuah tarian tradisional asal Kabupaten Belu dan Malaka, Provinsi NTT.
Tarian ini sudah ditampilkan sebanyak dua kali di Italia, yakni di Roma dan terakhir di Napoli, 18 Mei 2019.
Menurut Robertus Fahik, novelis asal Malaka, dalam novelnya berjudul Likurai untuk Sang Mempelai menguraikan arti harafiah dari tarian Likurai itu sendiri.
Likurai berasal dari dua suku kata bahasa Tetun, yakni “Haliku” dan “Rai”.
Haliku berarti mengawasi, menjaga, melindungi, memelihara, mengambil, menguasai, dan Rai berarti tanah, bumi, atau negeri.
Haliku Rai yang kemudian menjadi lazim sebagai Likurai dapat dimaknai sebagai tindakan mengawasi, menjaga, melindungi, memelihara, dan mengambil tanah atau bumi, entah itu milik sendiri atau milik orang lain.
Tarian ini lahir sekitar tahun 1800 dan mulai menyebar ke seluruh antero NTT.
Awalnya tarian ini merupakan tarian yang sering ditampilkan untuk menyambut para pahlawan pulang perang.
Namun seturut perkembangan zaman, tarian ini kemudian dimultifungsikan dalam berbagai hal, terutama dalam acara pembangunan rumah adat, penjemputan tokoh-tokoh pemerintah, maupun tokoh-tokoh agama.
Selain itu, juga digunakan untuk memeriahkan perayaan Ekaristi, mengiringi seorang imam menuju meja perjamuan Ekaristi dan mengiringi umat mengantar bahan persembahan ke altar Tuhan.
Perpaduan tarian Likurai dan koor yang begitu semangat, bagaikan kidung para malaikat Surga membuat suasana perayaan Ekaristi 18 Mei 2019 terkesan hidup dan penuh iman.
Dalam khotbahnya, Ketua Ikatan Biarawan-Biarawati Indonesia di Kota Abadi Roma (IRRIKA), Pater Aleks Dancar SVD mengungkapkan bahwa kehidupan religius merupakan sebuah kehidupan yang menggembirakan, sebab di sana kita ‘bertemu’ dengan Yesus Kristus.
“Dialah hakim yang adil dalam mengatasi setiap persoalan yang kita hadapi. Sabda Yesus menjadi pedoman bagi kita untuk membangun relasi dengan orang lain. Dalam membangun relasi dengan orang lain perlu adanya keterbukaan dan pengenalan akan diri sendiri serta perlu adanya kerendahan hati,” katanya.
“Pengenalan akan diri sendiri dan kerendahan hati merupakan kesanggupan untuk membangun relasi dengan orang lain. Rendah hati berarti mampu untuk melawan segala ketidakadilan, baik dalam kehidupan religius maupun dalam kehidupan bermasyarakat,” tambahnya.
Selain Pater Aleks Dancar SVD dan Ketua IRRIKA bagian Napoli, P. Anisetus Bali, OAD, perayaan ekaristi kali ini juga dihadiri oleh Duta Besar Indonesia untuk Vatikan, Agus Sriyono.
Dalam sambutannya, Sriyono, mengatakan, kebangkitan Kristus membawa IRRIKA, khususnya di Napoli untuk berbakti kepada Negara dan Gereja.
“Perlu ingat bahwa kebaktian kita harus seratus persen Indonesia dan seratus persen Katolik,” tegasnya.
Dia menjelaskan, jumlah biarawan biarawati Indonesia yang berada di Italia saat ini sebanyak 1456 orang.
“Ini merupakan jumlah yang sangat besar dan tentu butuh perhatian yang intensif dari saya sebagai seorang duta, terutama dengan terus mendekati setiap pemimpin dari dari masing-masing konggregasi,” katanya.

Sementara itu, Pater Anisetus Bali, menyoroti ketidakadilan yang terjadi dalam komunitas-komunitas religius, baik yang terjadi antara anggota dengan anggota, maupun anggota dengan para pemimpin.
“Kita harus katakan TIDAK terhadap semua ketidakadilan yang terjadi, entah itu di dalam kehidupan religius maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Kita tidak perlu menjadi budak ketidakadilan. Ketidakadilan ini kita perlu lawan dengan persatuan di antara setiap anggota, kemampuan yang dimiliki (kemampuan spiritual maupun intelektual) dan kerendahan hati,” pintanya.
“Kita harus menjadi orang-orang yang bebas, bebas menemukan dan mengekspresikan diri. Menjadi orang yang bebas bukan mengekspresikan kebebasan yang sebebas-bebasnya, melainkan sebuah kebebasan yang bertanggungjawab,” ucapnya.
Setelah perayaan Ekaristi, acara dilanjutkan dengan pentas hiburan yang dipandu oleh Master Seremonial (MC) Fr. Valentinus Roby, SDV.
Berbagai acara hiburan laris manis terpotret di panggung susteran Maria Bunda Berdukacita (MBC).
Acara-acara yang ditampilkan adalah SUKA (Suara Vokasionis) yang dibawakan oleh para frater Vokasionis.
Selain itu ada acara PAPI (Patah Pinggang) yang dibawakan oleh para suster Katekis.
Acara-acara yang ditampilkan ini serentak mengiringi acara MAMI (Makan-Minum).
Acaranya terus berlangsung sampai dengan acara bebas. Lagu-lagu bebas yang dipilih oleh bung opreter, diantaranya, Tebe, Ja’i, Dolo-dolo, Portu, Dangdut dan beberapa lagu Batak.
Rangkaian kegiatan memberi kesan bahwa acara ini sangat menarik dan menggembirakan serta sangat mempererat rasa kekeluargaan di antara anggota IRRIKA Napoli. Kesempatan ini menjadi bekal dalam meneruskan perjalanan panggilan yang telah Tuhan percayakan. (Fr. Vian Nana, SDV, mahasiswa Teologi pada Universitas San Luigi, Napoli, Italia)