sergap.id, MBAY – Sekitar 300 warga yang tergabung dalam forum Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) melakukan aksi untuk rasa di depan Kantor Badan Pertanahan, Kantor Bupati dan DPRD Kabupaten Nagekeo, Senin (18/3/19).
Para demonstran mendesak pemerintah memindahkan lokasi waduk Lambo dari Lowose ke Malawaka atau Lowopebhu.
Saat berorasi di depan Kantor Pertanahan Nagekeo, Kristian Minggu, salah seorang pengunjukrasa, mendesak Badan Pertanahan Nagekeo untuk segera menghentikan kegiatan pengukuran tanah demi kepentingan waduk Lambo di Lowose.
“Karena itu adalah tanah ulayat kami yang adalah warisan dari leluluhur kami,” tegasnya.
Dia juga menuding Badan Pertanahan Nagekeo sebagai biang kerok terjadinya masalah atau konflik tanah di Nagakeo selama ini.
“Badan Pertanahan itu yang menjadi biang kerok konflik tanah di Nagekeo. Hentikan semua konspirasi yang merugikan kami masyarakat adat Lambo, Rendu dan Ndora,” pintanya.
Sementara itu, Ketua AMAN, Philipus Kami, dalam orasinya mengaku, prinsipnya masyarakat tidak menolak kehadiran waduk Lambo, tetapi menolak penggunaan lahan yang saat ini akan dijadikan lokasi waduk Lambo.
Menurut dia, warga menolak karena di lokasi itu ada perkampungan warga, tempat ibadah dan tempat ritual adat.
“Ada dua lokasi yang sudah disiapkan oleh warga untuk dijadikan lokasi waduk (Malawaka atau Lowopebhu). Tinggal pilih itu,” paparnya.
Hal senada diamini Bernadinus Gaso, Ketua Forum Penolakan Pembangunan Waduk Lambo di Lowose.
“Kami tidak menolak waduk, yang kami mau adalah pindah lokasi waduk dari Lowose ke Malawaka dan Lowopebhu. Kenapa pemerintah ngotot untuk di bangun di Lowose?,” tegasnya.
Setelah puas mengutarakan keinginan di Kantor Pertanahan Nagakeo, pendemo yang dikawal aparat Polsek Aesesa pun menuju Kantor Bupati dan DPRD Nagekeo.
Di Kantor Bupati, pengunjukrasa ingin bertemu Bupati dan Wakil Bupati. Namun maksud mereka tak terwujud lantaran orang nomor 1 dan 2 di Nagekeo itu sedang tidak berada di tempat.
Mereka kemudian hanya bisa menemui penjabat Sekda Nagekeo, Bernad Dinus Fansiena.
Kepada pendemo, Bernad menjelaskan, Bupati dan Wakil Bupati sedang tidak berada di tempat.
Setelah berdialog singkat dengan Bernard, para pendemo menyerahkan pernyataan sikap mereka ke Bernard, yang isinya, antara lain:
Berhubungan dengan rencana pembangunan waduk Lambo yang di wacanakan sejak tahun 2001/2002 dengan nama waduk Mbay dan tahun 2015 dengan nama waduk Lambo yang berlokasi di Lowose, Rendu Butowe, Kecamatan Aesesa Selatan, Nagekeo, dengan ini kami masyarakat adat Lambo sebagai sasaran pembangunan waduk menyatakan sikap:
- Menolak lokasi pembangunan waduk Lambo dan memberikan solusi berdasarkan kesepakatan Mubes.
- Komunitas adat Rendu, Lambo dan Ndora sepakat lokasi waduk dipindahkan ke Lowopebhu atau Malawaka.
- Bahwa pada bulan Oktober 2015 Forum Aliansi Masyarakat Adat Lambo ( AMAL) dengan tegas menolak pembangunan waduk di Lowose, hal ini di buktikan dengan surat kami yang di tujukan kepada Presiden RI dan tembusanya ( Gubernur NTT, Bupati Nagekeo, DPR RI dan DPRD Nagekeo).
- Dasar penolakan kami diatas adalah lokasi yang akan di bangun waduk terdapat tanah adat, kubur leluhur, tanaman produktif, pemukiman warga, rumah ibadah, dan sekolah yang perlu kami jaga dan lestarikan dari masa ke masa.
- Sampai saat ini masyarakat adat Lambo, tetap konsisten menolak lokasi pembangunan waduk yang terletak di Lowose dan memberikan solusi untuk pindah ke lokasi alternatif pembangunan waduk di maksud.
- Mendesak DPRD Nagekeo dan Bupati segera merekomendasikan ke pihak terkait untuk menghentikan segala aktivitas yang berkaitan dengan rencana pembangunan waduk Lambo yang berlokasi di Lowose.
- Dan apabila Bupati Nagekeo tidak mengindahkan tuntutan ini maka di duga Bupati sedang dengan sengaja menciptakan konflik di atas tanah adat Lambo, Rendu dan Ndora.
Pernyataan yang sama juga diserahkan ke DPRD Nagekeo. (sg/sg)