
sergap.id, MBAY – Asisten I Bidang Pemerintahan Pemkab Nagekeo, Imanuel Ndun, mengatakan, pembayaran ganti rugi lahan waduk Lambo akan dilakukan pada bulan Januari 2022.
“Untuk ganti rugi, pemerintah sudah menyiapkan dana sebesar Rp 232 miliar. Dana ini untuk warga yang terkena dampak pembangunan waduk Lambo”, ujar Ndun kepada SERGAP, Selasa (21/12/21).
Ndun menjelaskan, Rp 232 miliar tersebut akan diberikan kepada:
- Warga Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa, 231 Persil, Rp 87.971.040.000.
- Desa Ulupulu, Kecamatan Nangaroro, 172 Persil, Rp 66.145.490.000
- Desa Rendu Butowe, Kecamatan Aesesa Selatan, 151 Persil, Rp 78.235.640.000.
“Perlu kami tekankan bahwa nilai pendahuluan ini masih mungkin ada perubahan-perubahan kecil, yang akan disesuaikan di dalam laporan penilaian akhir yang lebih detail dan terperinci yang akan kami sampaikan kemudian hari”, tegas Ndun.
“Saat ini proses pencairan dana sedang ditangani oleh Lembaga Manajemen Aset Negara. Kita berharap bulan Januari 2022, dana sudah terealisasi dan di transfer ke rekening warga yang terkena dampak”, pungkasnya.
Sebelumnya, Senin (20/12/21) pagi, anggota gabungan Polres Nagekeo, BKO Polwan Polres Ende bersama Brimob Polda NTT yang dipimpin oleh Kabag Ops Polres Nagekeo AKP Tommy Kapesiang, melakukan pengawalan dan pengamanan terhadap tim dari PT Brantas, PT Waskita serta team BWS, saat melaksanakan kegiatan pengukuran Poligon tertutup, dan pengecekan elevasi dasar sungai rencana pembangunan waduk Lambo, serta peningkatan jalan menuju Lokasi Waduk Lambo.
Tim tersebut sempat dihadang oleh sekelompok warga yang menolak pembangunan Waduk Lambo, dan dalam aksi warga itu sempat terjadi insiden kecil yang mengakibatkan seorang anggota Polres Nagekeo, yakni Ipda. Stefanus Siga mengalami luka di bagian jari tengah pada tangan kanannya.
Polisi kemudian mengamankan seorang warga bernama Antonius Api, terduga pelaku yang menyebabkan Stefanus Siga terluka.
Sementara itu, para ketua suku di tiga kecamatan, yakni Aesesa, Aesesa Selatan, dan Nangaroro, menyatakan, mendukung pembangunan waduk Lambo. Mereka berharap pembangunan waduk segera dilaksanakan untuk mengatasi krisis air di Nagekeo.
Berikut nama Ketua Suku dari 3 Kecamatan itu:
- Desa Ulupulu, Kecamatan Nangaroro, Suku Wau: Wendel Wolo, Petrus Moi, Fransiskus Djo, Phelipus Weke, Simon Seda, Pius Pake dan Wenceslaus Wedo. Suku Boa Ao: David Dema, Maximus Bongo, Fransiskus Ranga, Remigius Tema, Yoseph Jogo, Theodorus Ceme dan Thomas Siga. Suku Naka Kowe: Martinus Nuwa, Leo Laga, Leonardus Lado, Phelipus Foni dan Emilia nus Meze.
- Desa Rendubutowe, Kecamatan Aesesa Selatan, Ketua Suku Redu: Gabriel Bedi, Ketua Suku Isa: Gaspar Sugi, dan Ketua Suku Gaja, Leonardus Suru.
- Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa: Suku Nakarobho, Suku Ebudai, Suku Anajogo, Suku Analara, Suku Kawa dan Suku Ananuwa.
Menurut para ketua dan petinggi suku lainnya bahwa polemik penolakan Waduk Lambo yang selama ini terjadi adalah mainan politik oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang bertujuan menggagalkan pembangunan Waduk Lambo.
Terpisah, Bupati Nagekeo, Johanes Don Bosco Do, mengatakan, komitmen Pemkab Nagekeo adalah pembangunan waduk harus tetap jalan sesuai skedul.
“Tidak ada masalah, yang ada hanya ada pihak yang mempermasalahkannya”, tegasnya. (sg/ps)