sergap.id, ATAMBUA – Kapolres Belu, AKBP Christian Tobing diduga menerima hadiah sebuah mobil Innova Venturer bernomor polisi DH 1823 FA dari Bupati Kabupaten Malaka, dr. Stefanus Bria Seran.
Pemberian mobil tersebut diduga berkaitan erat dengan mandeknya berbagai kasus KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) yang ditangani Polres Belu.
Menurut oknum polisi berinisial PR, pemberian mobil itu diurus oleh KBO Sat Lantas Polres Belu, Ipda. Maternus Klau, SH bersama Manjo yang merupakan Kepala ULP Kabupaten Malaka.
Namun Kepada SERGAP, Maternus Klau, membantah kalau dirinya yang mengurus mobil itu.
Walau begitu, ia membenarkan bahwa mobil itu merupakan hadiah dari Bupati Malaka untuk Kapolres Belu.
Hal senada disampaikan Kasat Intel Polres Belu via WhatsApp pada Senin (29/4/2019).
“Oh iya itu yang pak foto di Bandara kemarin itu saat Kapolres mengantar tamu ke Bandara A. A. Bere Talo Atambua,” katanya.
Namun pengakuan ketiga polisi tersebut dibantah oleh AKBP Christian Tobing.
“Informasi itu tidak benar,” ujarnya kepada SERGAP via WA, Senin (29/4/2019).
Sementara itu, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Wilayah Provinsi NTT, Meridian Dado, SH via keterangan tertulisnya, mengatakan, pengakuan soal hadiah mobil itu perlu ditelusuri lebih lanjut untuk memastikan benar atau tidak informasi itu.
Sebab, kata dia, saat ini kasus tersebut telah menjadi perhatian serius dari berbagai pihak di NTT dan Jakarta.
Karena itu, Dado meminta Kapolri sebagai pimpinan tertinggi Polri untuk segera memanggil dan periksa Kapolres Belu.
“Sangat disayangkan apabila hal itu benar terjadi,” katanya.
Menurut dia, kasus hadiah mobil ini bisa dijadikan sebagai pintu masuk oleh Mabes Polri atau KPK untuk menyibak alasan mandeknya proses hukum berbagai kasus KKN di Polres Belu.
“Untuk apa mobil diberikan kepada Kapolres Belu? Apakah Polres Belu kekurangan Mobil sehingga harus menerima mobil dari Pemda Malaka? Menjawabi keresahan publik, informasi ini wajib ditelusuri kebenarannya,” pintanya.
Dado berharap Kapolri dan KPK tidak menanggapi informasi pemberian hadiah mobil ini sebagai hal yang tidak berguna.
“Sebab ini mencoreng wajah penegakan hukum di Indonesia, khususnya di Belu dan Malaka,” tegasnya.
Dado menjelaskan, Belu dan Malaka saat itu harus menjadi perhatian serius KPK dan Mabes Polri. Sebab di sana terdapat beberapa kasus dugaan KKN yang mandek proses hukumnya di Polres Belu dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Atambua, diantaranya:
- Kasus pembangunan Unit Ruang Sekolah Baru (USB) SMA Negeri Wederok Kecamatan Weliman senilai Rp 2,1 miliar.
- Kasus proyek pembangunan tembok perkuatan tebing di Desa Naimana, Kecamatan Malaka Tengah senilai Rp 3.287.095.000 yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) tahun anggaran 2016.
- Kasus dugaan korupsi pengadaan lampu sehen sebanyak 1.529 unit pada tahun anggaran 2016 senilai Rp 6.792.404. 000 dan 268 unit pada tahun anggaran 2017 senilai Rp 1.130.131.000.
- Kasus pengadaan bibit kacang hijau sebanyak 22,5 ton senilai Rp 600 juta di Dinas Tanaman Pertanian Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malaka.
- Kasus pembangunan rumah tunggu Puskesmas Fahiluka di Kecamatan Malaka Tengah senilai Rp 440 juta serta beberapa kasus dana desa yang terjadi di sejumlah desa di Kabupaten Malaka di antaranya di Desa Weulun, Webriamata, Halibasar, Fafoe, Raimataus, Alas Utara dan Nanebot.
“Kita semua tau bahwa selama ini bukan rahasia lagi adanya segelintir oknum di Kepolisian atau di Kejaksaan yang diduga telah menjadikan perkara korupsi sebagai lahan untuk menekan, mengintimidasi dan memeras para pihak yang terlibat dalam perkara korupsi,” beber Dado.
“Setelah oknum penegak hukum berhasil menekan, mengintimidasi dan memeras para pihak yang terlibat dalam perkara korupsi maka oknum-oknum itu merekayasa proses penanganan perkara korupsi dengan menghentikannya atau tidak melanjutkan proses hukumnya, atau membiarkan berlarut-larut penanganannya walaupun sebenarnya perkara-perkara tersebut jelas-jelas merugikan keuangan negara serta sudah layak untuk disidangkan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi,” tambahnya.
Kata Dado, sejauh ini publik atau masyarakat Malaka tidak mendapatkan informasi yang akurat dari kepolisian serta kejaksaan tentang penanganan kasus dugaan KKN yang terjadi di lingkup Pemkab Malaka.
Sehingga wajar apabila publik menduga bahwa kasus-kasus KKN di Malaka diduga ada kongkalikong, dimanipulasi penanganannya oleh oknum polisi dan jaksa sebagai akibat adanya upeti dan uang suap atau hadiah lainnya dari pihak berpengaruh yang terlibat dalam kasus-kasus KKN itu.
Karena itu, kasus dugaan pemberian hadiah mobil ini harus menjadi momentum bagi KPK untuk turun ke Malaka guna memproses dugaan pemberian hadiah dimaksud serta menjalankan kewenangan supervisinya secara maksimal ataupun melakukan pengambil alihan proses hukum atas kasus-kasus KKN yang stagnan progresnya di Polres Belu maupun di Kejari Atambua.
BACA JUGA: KAPOLRES BELU BANTAH TERIMA HADIAH MOBIL DARI BUPATI MALAKA
“Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang membutuhkan penanganan yang luar biasa pula, sehingga apabila Polisi dengan Jaksa sudah tidak dipercaya publik, maka KPK segera tuntaskan kasus-kasus korupsi yang ada di Malaka,” pungkasnya.
Sayangnya hingga berita ini diturunkan Bupati Malaka belum berhasil dikonfirmasi. (sel/sel)