Fabianus Tibo, Dominggus Da Silva dan Marinus Riwu, saat masih ditahan atau sebelum dieksekusi mati.
Fabianus Tibo, Dominggus Da Silva dan Marinus Riwu, saat masih ditahan atau sebelum dieksekusi mati.

sergap.id, KISAH – 16 tahun sudah tragedi kemanusiaan Poso berlalu. Kini tinggal kenangan dan lantunan doa agar kejadiaan yang sama tidak terulang. Kisah ini dirilis untuk mengenang tiga martir yang berjasa menyelamatkan anak-anak, guru-guru, dan rohaniwan di Poso.

Fabianus Tibo, Dominggus Da Silva dan Marinus Riwu, adalah perantau asal Provinsi Nusa Tenggara Timur yang tinggal di Desa Jamur Jaya, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.

Tibo merantau ke Sulawesi Tengah saat masih remaja di tahun 1960-an. Pria kelahiran 1945 ini kemudian menikahi perempuan Morowali dan dikaruniai tiga orang anak.

Selain bertani, Tibo juga bekerja sebagai perajin rotan. Semua pekerjaan dilakukan dengan keahlian khusus. Sebab Jari-jarinya tidak lengkap. Tangan kanannya tidak memiliki ibu jari.

Sementara Da Silva lain lagi. Ia lahir tepat ketika bangsa Indonesia memperingati hari proklamasi pada tahun 1967. Selulus STM selang 20 tahun kemudian, ia meninggalkan kampung halamannya menuju Sulawesi Tengah dan bekerja sebagai sopir angkot.

Sedangkan Riwu datang ke Sulawesi Tengah di tahun yang sama dengan Da Silva. Dengan modal dan kemampuan seadanya karena tidak sempat lulus sekolah dasar, Riwu yang lahir pada tahun 1957 membawa serta istri dan anak-anaknya mengadu nasib di Sulawesi Tengah. Disini Riwu bekerja sebagai petani.

Kehidupan mereka berjalan normal hingga suatu ketika seorang bernama Yanis Simangunsong asal Poso  datang ke Morowali dan memberitahu bahwa Gereja Santa Theresia Poso akan diserang, dan anak-anak penghuni Asrama serta rohaniawannya terancam dibantai.

Mendengar itu, Tibo cs yang merupakan umat Katolik tergerak hatinya berangkat menuju Poso. Benar saja, 20 Mei 2000, Gereja Santa Theresia Poso diserang dan dibakar massa. Tibo cs pun sibuk mengevakuasi anak-anak, guru-guru, dan rohaniawan gereja.

Tiga hari kemudian, Tibo ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Lima hari kemudian, Da Silva dan Riwu menyerahkan diri. Mereka bertiga dituduh  terlibat dalam Kerusuhan Poso jilid III. Meskipun selama persidangan ketiganya membantah semua tuduhan Jaksa Penuntut Umum, tapi JPU tetap menuntut Tibo cs dengan hukuman mati yang kemudian dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Palu pada tanggal 5 April 2001.

Selama di sel tahanan menunggu tibanya hari eksekusi,  Tibo melihat seekor burung dan anaknya yang baru menetas di depan pintu bagian dalam selnya. Tibo menerjemahkan itu sebagai simbol dari Roh Kudus, yang akan membawanya ke kehidupan baru. Akhirnya anak burung itu mati pada tanggal 13 Agustus 2006, sehari setelah ia dieksekusi mati.

Sementara Riwu, ketika menunggu eksekusi, bermimpi bertemu dengan Bunda Maria yang mengajaknya berdoa Novena Bunda Maria Penolong Abadi.

Sedangkan Da Silva ketika sedang tidur di selnya, melihat penampakan cahaya berbentuk wajah Tuhan Yesus Kristus.

Pada hari eksekusi, semua permintaan Tibo cs tidak dipenuhi oleh pemerintah, seperti permintaan agar ketika mereka di eksekusi, mereka harus didampingi oleh Pastor Jimmy dan Pastor Nobert Bethan, serta agar jenazah mereka disemayamkan di Gereja Katolik Santa Maria Palu untuk Misa Requiem yang dipimpin oleh Uskup Manado, Mgr Yosephus Suwatan.

Keputusan eksekusi mati saat itu mendapat perlawanan serius dari masyarakat kristen di tanah air. Sejumlah saksi pun didatangkan ke pengadilan pada sidang kedua, dan seluruhnya membenarkan pembelaan Tibo cs bahwa mereka hanya terlibat dalam mengevakuasi anak-anak, guru-guru dan para rohaniwan di Gereja Santa Theresia Poso. Namun pengadilan tetap memutuskan Tibo cs bersalah dan menjatuhkan vonis mati terhadap Tibo cs dengan hukuman mati. Eksekusi pun dilakukan pada tanggal 12 Agustus 2006.

Namun Pro Kontra Vonis Mati langsung menyeruak. Puluhan ribu masyarakat Kristen terutama di NTT, Maluku, dan beberapa daerah di Sulawesi, juga lembaga hak asasi manusia, mendesak agar vonis mati terhadap Tibo cs ditangguhkan dan dibatalkan. Seruan serupa datang pula dari sejumlah elemen kemanusiaan luar negeri, 5 tokoh agama terkemuka, yakni Gus Dur, Julius Kardinal Darmaatmadja, Pendeta Andreas A. Yewangoe, Bhikku Dharmawimala, dan Ws. Budi S. Tanuwibowo. Mereka memohon Presiden SBY untuk bertindak dengan mempertimbangkan alasan kemanusiaan serta demi menghindari dampak lanjutan.

Bahkan Paus Benediktus XVI, mengirimkan surat khusus kepada Presiden SBY tertanggal 11 Agustus 2006 yang meminta supaya vonis mati itu ditinjau. Beberapa jam kemudian, pemerintah mengeluarkan keputusan untuk menunda eksekusi mati yang sudah nyaris dilakukan dini hari. Namun pada akhirnya eksekusi tetap dijalankan selang 42 hari setelah surat dari Vatikan itu.

Presiden SBY sendiri sebelumnya telah menolak grasi yang diajukan Tibo cs pada tanggal 10 November 2005. Upaya hukum lainnya, yakni kasasi dan peninjauan kembali, juga tidak dikabulkan. Banyak yang menentang dijatuhkannya vonis mati untuk Tibo cs. Namun tidak sedikit pula yang mendukung, bahkan meminta pemerintah mempercepat pelaksanaan hukuman tembak mati yang sempat tertunda beberapa kali.

Setelah eksekusi mati dilakukan, kelompok pro Tibo cs melakukan demo besar-besaran. Ribuan massa kristen si Sulawesi turun ke jalan. Bahkan umat kristen di luar sulawesi, seperti di NTT dan Maluku ikut bereaksi.

Di Atambua, ibukota Kabupaten Belu, Provinsi NTT, massa meluapkan kekesalan terhadap keputusan ekseskusi mati dengan merusak Kantor Kejaksaan Negeri Atambua serta Rumah Dinas Kepala Kejari Atambua, Saut Simanjuntak.

Masyarakat Kristen tanah air meyakini apa yang dilakukan Tibo cs jauh dari tuduhan yang berujung hukuman mati. Kebenarannya adalah Tibo cs hanya membantu mengevakuasi korban kerusuhan Poso. Namun fakta pengadilan memutuskan Tibo cs bersalah.

Apa pun itu, kejadian ini patut kita jadikan pelajaran demi kehidupan yang damai di Indonesia.

Semoga Tibo cs bahagia di surga dan menjadi pendoa bagi kehidupan gereja di Indonesia. (cs/rd)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini