obed gerimu
Obet Gerimu dan gedung megah Timor Express (Timex).

sergap.id, KUPANG – Polemik PHK wartawan Timex, Obed Gerimu, hingga kini belum berujung. Pesangon senilai Rp 19 juta lebih yang menjadi hak Obed tak kunjung dibayar oleh manajemen PT Timor Ekspress Intermedia.

Persoalan ini telah diadukan ke Dinas Nakertrans Kota Kupang dan telah melewati proses mediasi tahap pertama pada Rabu (25/8/2021) pagi. Nakertrans memberikan kesempatan kepada para pihak untuk melakukan perundingan bipartit. Namun hingga saat ini belum terlaksana.

Nakertrans pun telah melakukan penghitungan terhadap hak-hak yang harus diterima oleh Obet, yakni sebesar Rp 19.140.000.

Total uang pesangon itu dihitung dari masa kerja Obed sebagai wartawan Timex selama 10 tahun, 6 bulan, 27 hari, dengan gaji terakhir Rp 2,2 juta per bulan.

  1. Uang Pesangon: 9 x Rp 2,2 juta = Rp 19,8 juta.
  2. Uang Perhargaan Masa Kerja: 4 x Rp 2,2 juta = Rp 8,8 juta.
  3. Uang Penggantian Hak: 5/25 x Rp 2,2 juta = Rp 440.000.
  4. Uang biaya pemulangan pekerja/buruh ke keluarga/tempat asal tidak ada, karena Obed berdomisili di Kota Kupang.

Sesuai ketentuan Undang-Undang Cipta Kerja, uang pesangon Obed dipotong setengah, karena sebelum di PHK, Obed telah diberikan Surat Peringatan (SP) sebanyak tiga kali, sehingga Rp 19,8 juta x 0,5 = Rp 9.900.000. Dengan demikian maka total hak Obet yang harus dibayar oleh PT Timor Ekspress Intermedia adalah sebesar Rp 19.140.000.

Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Kupang, Philipus Fernandez, SH, mengatakan, sikap manajemn TIMEX yang tidak mau membayar pesangon tersebut merupakan perbuatan pidana dan bisa dilaporkan ke polisi sebagai perbuatan pidana sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Ada dua cara menyelesaikan masalah ini. Pertama, ajukan gugatan ke PHI (Pengadilan Hubungan Industrial) terkait hak-hak yang harus diterima oleh pekerja yang di PHK. Kedua, membuat laporan polisi terkait perbuatan managemen yang tidak mau membayar hak-hak pekerja setelah ada perhitungan dari petugas Nakertrans,” ujar Fernandez, Selasa (31/8/2021).

Apakah Timex tidak mampu bayar Rp 19 juta? Kepada SERGAP, Obet mengaku, yang terbaru dirinya ditawari Rp 8 juta dan dipekerjakan kembali di Timex.

Sebelumnya, Obed ditawari Rp 3,4 juta, kemudian naik menjadi Rp 7 juta. Namun semuanya ditolak oleh Obet karena tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya ia terima.

“Terakhir dong tawar lai mo kasi 8 juta. Beta tolak,” ungkap Obet.

“Jika tidak ada itikad baik dari manajemen PT Timor Express Intermedia, maka upaya hukum segera beta (saya) lakukan dengan melaporkan PT Timor Express Intermedia ke polisi,” tegas Obet.

Dalam UU 11/2020 tentang Cipta Kerja, ada pasal tambahan bagi pengusaha yang melanggar ketentuan PHK. Pekerja atau buruh yang diputus kontrak kerjanya berhak mendapatkan uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja.

“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima,” demikian bunyi Pasal 156 ayat (1) Bab IV tentang Ketenagakerjaan.

Sementara Pasal 157 ayat (1) dijelaskan komponen upah pesangon meliputi upah pokok dan tunjangan tetap yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya. Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja terdiri atas: a. upah pokok; dan b. tunjangan tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya.

Sedangkan Pasal 160 ayat (1) tercantum pengusaha tidak wajib membayar pesangon jika para pekerja ditahan oleh pihak berwajib karena diduga melakukan tindak pidana. Sebagai gantinya pengusaha wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja yang menjadi tanggungannya.

Jika pengusaha melanggar ketentuan yang sudah ditetapkan itu, maka pengusaha bisa dikenai sanksi pidana dan denda hingga ratusan juta rupiah.

“Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau Pasal 160 ayat (4) dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 Juta dan paling banyak Rp 400 Juta,” demikian bunyi Pasal 185. (sp/sp)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini