Thomas Ola Langoday (kiri) saat bertemu Ketua INKUD, Herman Wutun, pada tanggal 24 Februari 2020 (foto: fb)
Thomas Ola Langoday (kiri) saat bertemu Ketua INKUD, Herman Wutun, pada tanggal 24 Februari 2020 (foto: fb)

sergap.id, LEWOLEBA – Wakil Bupati (Wabup) Kabupaten Lembata, Dr. Thomas Ola Langoday, akan diperiksa penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Lembata terkait kasus dugaan mafia tanah di Desa Merdeka, Kecamatan Lebatukan, pada Selasa , 23 Maret 2021.

Jadwal pemeriksaan ini berdasarkan surat pemanggilan saksi Nomor B-63/N_3.22./Fd.I/03/2021 yang diterbitkan Kepala Kejaksaan Negeri Lembata , Ridwan Sujana Angsar, SH, tanggal 16 Maret 2021.

“Untuk didengar dan diperiksa  sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terhadap penyimpangan tanah Desa Merdeka tahun 2019/2019 berdasarkan surat perintah penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Lembata Nomor PRINT-14/N_3.22/Fd 1/03/2021 tanggal 1 Maret 2021,” demikian bunyi surat pemanggilan itu yang copyannya diterima SERGAP, Senin (22/3/21) pagi.

Wabup akan diperiksa oleh penyidik Isfardy, SH, pada pukul 09.00 Wita, di Kantor Kejaksaan Negeri Lembata.

Kepada SERGAP, Wabup Langoday, mengatakan, ia siap memenuhi panggilan Kejari Lembata.

Lalu apa keterlibatan Wabup Langoday dalam kasus ini? “Itu yang saya belum tahu. Makanya saya akan penuhi panggilan besok agar saya tahu apa yang mau ditanyakan ke saya,” ujarnya.

Menurut Langoday, ia tidak tahu menahu soal jual beli tanah di Desa Merdeka.

“Waktu itu saya (Mei 2018) hanya memimpin rapat di ruang rapat (Kantor Bupati Lembata) yang dihadiri 7 tokoh masyarakat (Desa Merdeka) yang menolak adanya tambak (milik Ben Tenti), juga dihadiri Kepala Desa, Camat, Kadis PU, Kadis Lingkungan Hidup, dan Kadis Perikanan dan Kelautan. Rapat itu diadakan setelah tokoh masyarakat Desa Merdeka menyurati Bupati terkait aktivitas (pembuatan) tambak,” bebernya.

“Dalam rapat itu saya meminta Kadis Lingkungan Hidup dan Kadis Perikanan untuk turun ke lokasi membuat kajian yang kemudian Kadis Lingkungan Hidup menerbitkan surat teguran kepada Ben Tenti,” kata Langoday.

Sayangnya, Ben Tenti tidak mematuhi teguran Dinas Lingkungan Hidup itu.

Informasi yang dihimpun SERGAP menyebutkan, dalam kasus mafia tanah tersebut ada tiga surat hibah (hibah dalam hukum properti adalah pengalihan properti secara sukarela dan langsung dari satu orang ke orang lain tanpa pertimbangan atau tanpa bayaran).

Surat hibah pertama tanggal 26 September 2018: Laurensius Lanang Wuha (masyarakat) memberi hibah kepada Benediktus Lelaona atau Ben Tenti mengetahui Kepala Desa (Kades) Merdeka, Petrus Puan Wahon atau Rus Wahon.

Surat hibah ke dua tanggal 26 September 2018: Rus Wahon menyerahkan tanah kepada Ben Tenti.

Surat hibah ke tiga (tidak ada tanggal): Ben Tenti menerima penyerahan tanah dari Rus Wahon mengetahui Camat Leba Tukan Petrus Hare Kei.

Anehnya, dalam tiga surat hibah itu tidak tercantum luas lahan. Yang tertulis hanya batas-batas tanah, yakni Utara dengan Pantai Laut, Selatan dengan Kebun Desa, Barat dengan Hermanus Sabon, dan Timur dengan Kantor BKP3.

Bahkan pengalihan hak kepemilikan tanah tersebut diduga bukan hibah murni. Sebab Ben Tenti disebut-sebut telah membayar harga tanah kepada Rus Wahon senilai Rp 200 juta.

Rus Wahon yang dihubungi SERGAP via phone pada Senin 20 Mei 2019 lalu, membantah dirinya telah menjual lahan tambak kepada Ben Tenti.

“Lahan itu lahan milik orang per orang. Bagaimana mungkin saya bisa jual tanah orang,” katanya.

Namun masyarakat menyebut, lokasi yang dimaksudkan Rus Wahon itu adalah tanah atau aset milik Desa.

BACA JUGA

Wabup Langoday yang dimintai komentarnya terkait dugaan jual beli tanah itu enggan berkomentar banyak.

“Aduh… kalau soal itu saya tidak tahu. Karena memang saya tidak pernah tahu,” pungkasnya. (cis/dom)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini