sergap.id, MBAY – Bupati Kabupaten Nagekeo, Yohanes Don Bosco Do, menjawab tuntutan FPPN dengan berjanji akan segera mempekerjakan kembali 1046 mantan Tenaga Harian Lepas (THL) di lingkup Pemkab Nagekeo.
Namun kebijakan tersebut tidak lagi menggunakan nomenklatur jabatan THL, melainkan penyedia jasa.
“Kita tidak menggunakan lagi THL, melainkan penyedia jasa. Semua akan dilakukan di perangkat daerah masing-masing. Penandatanganan perjanjiannya (akan dilakukan) bersama kepala perangkat daerah selaku kuasa pengguna anggaran”, tegas Bupati Don kepada wartawan di Rumah Jabatan (Rujab) Bupati Nagekeo, Selasa (16/7/19).
Menurut Don, keputusan perubahan nomenklatur tersebut diambil setelah pihaknya melakukan pertemuan dengan seluruh pimpinan perangkat daerah (kadis dan kaban) di ruang VIP Kantor Bupati Nagekeo, serta berberkonsultasi dengan BPKP NTT melalui Asisten III Beneditus Ceme.
Terkait pembayaran gaji para penyedia jasa tidak lagi melalui pos belanja pegawai, melainkan melalui pos belanja langsung barang dan jasa.
“Saya berharap secepatnya sudah dilakukan perekrutan para penyedia jasa ini dan bagi perangkat daerah yang belum ada pos anggaran belanja langsung barang dan jasa terpaksa menunggu sampai perubahan,” ujarnya.
Soal jumlah penyedia jasa yang akan direkrut, Bupati Don belum tahu angka pastinya. Namun diperkirakan sekitar 600 orang yang akan direkrut.
“Saya memberi apresiasi kepada eks tenaga harian lepas yang hari ini sudah memilih jalan lain, misalnya wiraswasta atau usaha lain untuk menyambung hidup”, tutupnya.
Sebelumnya, Senin 15 Juni 2019, ratusan mantan THL yang tergabung dalam Forum Pemuda Peduli Nagekeo (FPPN) menggelar aksi demo di Kantor Bupati Nagekeo.
Kordinator FPPN, Faris Tiba, mengatakan aksi tersebut untuk menagih janji Bupati Don mempekerjakan kembali THL yang diberhentikan sejak 31 Desember 2018.
Kata Faris, para mantan THL tersebut telah ikut berjuangan hingga Nagekeo dimekarkan menjadi kabupaten sendiri serta telah mengabdikan diri untuk Nagekeo sejak Nagekeo dikukuhkan menjadi kabupaten sendiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2007.
“Banyak dari teman-teman THL kita yang berjuang pada hari ini, orang tua mereka telah melimpah sejumlah aset untuk pembangunan sejumlah fasilitas Pemda Nagekeo, dan itu sudah melalui sebuah perjanjian atau kompensasinya,” ungkapnya.
Menurut Faris, konsekuensi penyerahan aset tersebut ada perjanjiannya, salah satunya adalah Pemda harus memperjakan anak-anak yang orang tua mereka telah menyerahkan aset, misalnya tanah, untuk kepentingan Pemda.
“Tetapi kenyataannya, setelah terpilih, Dia (Bupati Don) malah mementahkan semua perjanjian itu. Padahal sejak Nagekeo terbentuk, dia (Bupati Don) tidak punya kontribusi apapun. Tetapi setelah terpilih dia malah mengabaikan semua kesepakatan-kesepakatan yang buat orang tua dan para bupati pendahulu”, bebernya. (bel/bel)