sergap.id, BETUN – Harga bawang merah di pasar tradisional Betun, Kabupaten Malaka mulai meningkat dari Rp 40 ribu menjadi Rp 45 ribu per kilo gram.
Penyebabnya adalah stok bawang yang selalu didatangkan dari Kabupaten Rote Ndao makin menipis. Kondisi ini tidak mampu ditanggulangi dengan stok bawang hasil produksi program revolusi pertanian yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) sejak 2016. Sebab bawang jenis ini tak laku di pasaran.
Demikian kata ibu-ibu pedagang di pasar tradisional Betun kepada SERGAP, Jumat 31 Mei 2019.
“Bawang yang kita jual ini, kita beli dari Atambua yang didatangkan dari Kabupaten Rote Ndao. Sekarang ini harga bawang merah Rp 45 ribu. Kemarin-kemarin masih Rp 40 ribu,” beber mama Maria Dacosta, pedagang bawang di pasar Betun.
Menurut dia, bawang lokal hasil produksi program revolusi pertanian, kualitasnya kurang bagus.
“Kita sudah tidak jual lagi itu bawang (revolusi pertanian). Soalnya pembeli tidak minat, katanya cepat rusak. Jika disimpan lama, bawang itu cepat busuk. Pembeli sering mengeluh begitu,” ujar Maria.
Kata Maria, dari ukuran buah, bawang revolusi pertanian lebih besar dari bawang lokal Rote Ndao. Namun kualitasnya tidak tahan lama.
“Saya pernah rugi Rp 500 ribu. Saya terlanjur beli banyak. Tapi saat jual kembali, pembeli tidak mau beli jika kita sebut bawang ini bawang Malaka. Pembeli lebih suka beli bawang Rote,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Veronika Seuk, pedagang bawang di Pasar Betun.
Veronika menjelaskan, selain harga makin mahal, pasokan bawang dari Rote Ndao kian menurun.
“Kadang kita tidak berani jual per kilo, sebab stoknya terbatas, apalagi bawang merah,” ucapnya.
Menurut Veronika, bawang merah produksi program revolusi pertanian di Malaka, setiap tahun hasil panennya bagus. Akan tetapi tidak menguntungkan pedagang.
“Pedagang rugi. Sebab sudah beli banyak (dari petani lokal), tapi tidak dibeli oleh pembeli (di pasar). Keluhannya sama saja, yakni tidak tahan lama,” ujarnya.
Selain bawang merah, harga tomat juga mengalami lonjakan harga. Bulan lalu, harga tomat berada di kisaran Rp 14 ribu per kilo gram. Namun kini naik menjadi Rp 20 ribu per kilo gram.
Sementara harga cabai dan sayuran masih normal. Cabai sedang Rp 20 ribu per kilo gram. Sedangkan cabai rawit Rp 35 ribu per kilo gram.
Program Revolusi Pertanian Malaka (RPM )
Bawang merah merupakan satu dari delapan komoditi unggulan Program Revolusi Pertanian Malaka (RPM ) yang mulai dikembangkan pada masa kepemimpinan Bupati Stefanus Bria Seran.
Pengembangan bawang merah ini terus dilakukan setiap tahun sejak tahun 2017.
Tahun 2019 ini, Pemerintah Kabupaten Malaka melalui Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (DPHP) menargetkan penanaman bawang merah seluas 150 hektar. Sedangakan intervensi dari dana APBN seluas 50 hektar.
Luas areal pengembangan bawang mereh ini tersebar di tiga Kecamatan, yakni Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Weliman dan Kecamatan Malaka Tengah. Ketiga kecamatan ini merupakan daerah yang sudah eksisting penanaman bawang merah di Malaka.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan, Kabupaten Malaka, Ir. Yustinus Nahak, M,Si kepada wartawan di Betun, Sabtu (30/3/19) lalu.
Menurut Yustinus, Pemerintah Kabupaten Malaka telah menganggarkan dana dari APBD II sebesar Rp 8,3 miliar untuk melaksanakan kegiatan budidaya bawang merah tahun 2019.
Dana tersebut diperuntukan untuk pengadaan benih bawang merah sebanyak 150 ton. Diperkirakan 1 ton bawang merah bisa memenuhi kebutuhan satu haktar.
Perhitungan ekonomisnya, produksi bawang merah dari 150 hektare itu bisa mencapai dua ribu lebih ton.
Menurut Yustinus, budidaya bawang merah RPM ini dilakukan oleh anggota kelompok tani binaan baru. Sedangkan kelompok tani yang lama sudah memiliki persedian benih sendiri dari hasil panen tahun sebelumnya.
Sesuai aturan, setiap kelompok mengembangkan 15-20 hektare lahan.
Tahun 2018 lalu, Pemerintah Kabupaten Malaka mengembangkan bawang merah seluas 250 hektar lebih. (sel/sel)