
sergap.id, ENDE – Maria Imelda Seni, kotraktor yang mengerjakan proyek Tanggul Penahan Abrasi Pantai Arubara di Kelurahan Tetandara, Kecamatan Ende Selatan, Kabupaten Ende, pada tahun 2019, senilai Rp 1,7 miliar, diduga dikriminalisasi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Ende.
Bahkan Kasi Intel Arbin Nu’uman, SH dan Plt Kasi Pidsus Taufik diduga juga melakukan intimidasi dan pemerasan.
Selain Maria, dugaan yang sama dialami oleh Erenesta Siri Sai, mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang kini menduduki jabatan Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Ende.
Cosmas Jo Oko, SH, Kuasa Hukum Maria dan Imelda, menilai Kejari Ende telah bertindak sewenang-wenang dalam kasus dugaan korupsi pada proyek yang dikerjakan oleh kliennya.
“Pihak Kejaksaan Negeri Ende mengada-ngada dan melakukan tindakan tidak bermoral”, ujar Cosmas.
Sebab, lanjut Cosmas, kliennya telah menyelesaikan tugas mereka dengan baik, yakni menyelesaikan proyek dengan kualitas baik dan tanpa perbuatan koruptif.
Fakta ini didukung oleh hasil audit Inspektorat Kabupaten Ende dan hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTT yang tidak menemukan adanya kerugian negara.
Justru hasil audit Inspektorat menunjukan bahwa ada kelebihan volume kerja sekitar 13 persen dalam proyek ini.
“Atas kelebihan volume itu mestinya negara yang harus bayar pada klien saya”, ucap Cosmas.
-
Intimidasi dan Pemerasan
“Menurut pengakuan kedua klien saya , mereka dipanggil oleh oknum Jaksa bernama Taufik. Mereka di tanya, apa mau bayar yang Rp 30 juta atau kasus ini dilanjutkan? Klien saya menjawab, kami bayar dasarnya apa? Hasil audit BPKP dan Inspektorat sudah jelas bahwa proyek ini tidak ditemukan kerugian negara! Tapi Taufik ngotot; sebaiknya begini ibu, ibu bawa itu uang Rp 30 juta lalu kita sama- sama ke Bank untuk transfer ke rekenening Pemda Ende. Namun permintaan Taufik itu tidak diindahkan oleh kedua klien saya. Akibatnya, klien saya ditakut- takuti dan diancam untuk ditetapkan jadi tersangka dan ditahan jika tidak menyerahkan uang itu”, ungkap Cosmas.
Anehnya, kata Cosmas, angka 30 juta itu tiba-tiba berubah menjadi Rp 160 juta. Dan, di ruangan Taufik, Arbin mengatakan kepada kliennya bahwa 160 juta itu berdasarkan hasil audit penyidik Kejari Ende.
Ketika dijelaskan bahwa hasil audit Inpektorat dan BPKP Perwakilan NTT tidak ditemukan kerugian negara, Arbin justru menohok dengan pernyataan bahwa pihaknya tidak memakai hasil audit Inspektorat dan BPKP Perwakilan NTT.
Padahal pada tanggal 20 November 2020 lalu, Kejari Ende melalui surat Nomor: B-1190/N.3.14/Fd. 1/11/2020, meminta BPKP Perwakilan NTT untuk mengaudit dugaan tindak pidana korupsi pada proyek tanggul penahan abrasi Arubara, dan hasilnya telah diekspose pada tanggal 8 Desember 2020 lalu, yang hasilnya adalah tidak ditemukan kerugian negara.
“Itu artinya kedua klien saya sudah selesai melaksanakan tugasnya dengan baik”, tegas Cosmas.
Cosmas mengatakan, intimidasi terhadap kliennya juga dilakukan oleh Arbin yang mengancam akan menahan kliennya.
“Kami kasih waktu ibu 1 minggu untuk membayar 160 juta. Kalau tidak ibu kami tahan”, ujar Arbin ditirukan oleh Corsmas.
Cosmas mengaku dirinya merasa aneh dengan sikap Kejari Ende yang tidak menghormati hasil audit BPKP NTT dan Inspektorat Ende.
“Masa negara tidak percaya dengan produk yang dikeluarkan oleh negara juga”, kritiknya.
Menurut Cosmas, sikap dan tindakan kedua oknum jaksa tersebut merupakan bentuk intimidasi dan pemerasan terhadap kliennya.
“Untuk itu saya minta Komisi Kejaksaan dan Jaksa Agung untuk mengevaluasi oknum jaksa ini”, pintanya.
Seharusnya, kata Cosmas, kasus yang tidak cukup bukti harus di -SP3- kan.
“Agar klien saya jangan dijadikan mesin ATM”, ucapnya.
Cosmas menambahkan pihaknya akan mengungkap siapa dalang dari permainan kasus ini.
“Kami akan bongkar semua”, ungkapnya.
Terpisah Kasie Intel Kejari Ende, Arbin Nu’uman, yang ditemui SERGAP pada 31 Januari 2024 lalu, mengatakan, pihaknya akan memberi release kasus yang sedang ditangani tersebut kepada Sergap. Namun hingga berita ini dipublikasi Arbin tak pernah tepati janjinya.
-
Warga Nyaman
Arubara merupakan sebuah kampung kecil di pinggir pantai. Letaknya persis di Pantai Selatan Pulau Flores. Kampung ini hampir saja hilang dikepung gelombang jika tak ada proyek penahan abrasi tahun 2019 lalu.
“Dalam kasus ini saya pernah dipanggil oleh Kejaksaan Negeri Ende”, ujar Abdulrahman Leba (72), warga Arubara, kepada SERGAP, Kamis (8/2/24),
Menurut dia, tidak ada yang salah dengan proyek ini.
“Itu Jaksa hanya mau cari- cari kesalahan orang saja”, tegasnya.
“Saat itu saya juga bilang kepada Jaksa, adanya proyek ini bikin kami senang . Karena setiap malam kami sudah bisa tidur nyenyak. Sebab sebelum tembok ini dibangun, malam hari kami tidur tidak nyaman”, ungkapnya.
Hal senada disampaikan warga Arubara lainnya, yakni Riswan (46).
“Waktu itu saya yang menjadi kepala tukang. Coba Pak (SERGAP) bandingkan dengan proyek ditempat lain. Ini sudah 5 tahun, tapi masih aman. Untung ada ini proyek, kalau tidak, mungkin ini kampung sudah tenggelam”, bebernya.
BACA JUGA: Warga Ancam Usir Jaksa
“Kalau soal mutu saya jamin, karena sampai sekarang masih tegak berdiri. Padahal ini di bibir pantai selatan yang terkenal dengan ombak ganasnya. Kalau kerja tidak benar, pasti penahan ini sudah roboh”, pungkasnya. (sg/sg)































