Kepala Kejaksaan Negeri Atambua, Alfonsius Gebhard Loe Mau.

sergap.id, KUPANG – Penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan bibit kacang hijau senilai Rp 617 juta di Dinas Pertanian Kabupaten Malaka dihentikan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Atambua.

Alasannya, kasus tersebut tidak ditemukan kerugian negara. Sebab bibit kacang hijau yang diadakan oleh CV Adam Pratama belum sempat dibagikan ke masyarakat, dan uang muka sebesar Rp 185 juta yang diberikan oleh Dinas Pertanian kepada CV Adam Pratama telah dikembalikan CV Adam Pratama ke Dinas Pertanian sebagai pemilik proyek.

Karena itu, Kejari Atambua menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus ini.

“Kasusnya sudah SP3 karena tidak ditemukan kerugian negara,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Atambua, Alfonsius Gebhard Loe Mau saat menghubungi SERGAP via telepon, Rabu (19/6/19) sore.

Alfonsius keberatan dengan pemberitaan SERGAP edisi Selasa (18/6/19) yang mengatakan berkas kasus korupsi pengadaan bibit kacang hijau hilang di Kejari Atambua.

Walau begitu, dia mengaku, saat serah terima jabatan dari Kajari lama, di dokumen kasus yang diserahkan oleh Kajari lama, tidak ada item kasus pengadaan bibit kacang hijau.

“Siapa yang bilang berkas hilang? Saya tidak pernah mengatakan itu,” tegasnya.

Lalu kenapa di dokumen kasus yang diserahkan oleh Kajari lama tidak ada kasus pengadaan bibit kacang hijau?

“Karena kasus ini sudah di SP3,” katanya.

Alfonsius menjelaskan, walau perintah Pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor mengamanatkan pengembalian kerugian negara tidak serta merta menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana, namun kasus pengadaan bibit kacang hijau bisa dibilang kasuistis.

“Karena bibit kacang itu belum diberikan ke masyarakat, dan uang muka itu sudah dikembalikan (CV Adam Pratama),” tegasnya.

Sayangnya Alfonsius tidak menjelaskan kapan kasus tersebut di SP3? Sebab mantan Kejari Atambua, Rivo Mandellu juga tidak pernah menjelaskan kepada SERGAP kapan kasus tersebut di SP3 kan.

Padahal, idealnya, sebelum menerbitkan SP3, Kejari Atambua harus mengumumkan kepada masyarakat disertai dengan alasan atau dasar pertimbangan.

Paling tidak, langkah ini dapat menunjukkan adanya akuntabilitas dan tranparansi dari kejaksaan dalam melaksanakan tugas atau wewenangnya, sekaligus membuka kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan masukan atau data-data pendukung yang dapat menjerat tersangka korupsi.

Wilfridus Son Lau, SH, MH, pengacara muda asal Desa Lakekun, Kecamatan Kobalima, Malaka, mengatakan, pengembalian kerugian negara itu seharusnya memudahkan Kejari Atambua untuk mempidanakan pelakunya.

“Dia kembalikan uang negara, berarti perbuatannya memenuhi unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pengembalian uang itu hanya mengurangi pidana, bukan mengurangi sifat melawan hukum! Jangan kita salah memahami bahwa pengembalian uang negara itu sudah pasti tidak dipidana,” ujarnya. (red/red)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini