sergap.id, MBAY – Malas dan ketiadaan pekerjaan membuat sejumlah oknum mengambil jalan pintas menghidupi diri. Salah satunya dengan cara membuka usaha media online.
Sayangnya, pekerjaan yang dilakoni itu tidak diimbangi dengan kompetensi dan sarat yang diamanatkan Undang-Undang.
Data yang dihimpun SERGAP dari berbagai sumber, termasuk dari Dewan Pers, menyebutkan, di Provinsi NTT ada sekitar 203 media online. Namun 93 persen diantaranya merupakan media abal-abal.
Selain tidak memiliki alamat kantor yang jelas, berita yang dirilis pun tidak dapat dipertanggungjawabkan. Parahnya lagi, berita yang dibuat merupakan hasil copy atau kloning dari media lain.
Sejumlah sumber yang ditemui SERGAP secara terpisah, mengaku, keberadaan media abal-abal dan perilaku wartawannya sangat meresahkan.
“Pernah saya didatangi wartawan itu. Sebelumnya tidak pernah ada komunikasi dengan saya. Tiba-tiba dia datang tagih uang iklan. Saya kaget! Siapa yang suruh pasang? Saya tanya itu ke dia. Lalu dia jawab, aiiiii bapa saya yang inisiatif sendiri untuk pasang. Kan kita teman baik. Katanya. Saya langsung jawab, ah saya tidak bayar. Ini namanya pemerasan dengan modus iklan. Saya usir dia. Akhirnya dia pulang dengan malu penuh muka,” ujar M, salah satu Kabid di Lingkup Pemkab Nagekeo.
Hal yang sama juga dialami salah satu pejabat eselon II di lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT.
“Kita tidak pernah undang mereka untuk liput dan buat berita dari kantor ini. Tiba-tiba mereka datang bergerombol dan bawa kwitansi tagihan berita. Kata mereka, itu berita iklan, jadi harus bayar. Lah siapa yang suruh kamu tulis dan muat? Saya tanya begitu ke mereka! Mereka bingung dan diam membisu. Saya bilang, saya tidak bisa dikadalin seperti ini. Saya juga kenal baik dengan wartawan-wartawan hebat di luar sana. Perilaku mereka tidak seperti ini. Akhirnya mereka pamit pulang,” kata pejabat yang mewanti-wanti agarnya namanya tidak ditulis itu.
Mantan Ketua Dewan Pers, Yosep adi Prasetyo, mengatakan, kumpulan media abal-abal juga aktif mendirikan organisasi, dan organisasi tersebut dimanfaatkan untuk mencari uang di tengah tidak pahamnya pemerintah akan keberadaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Media abal-abal ini bebas “bergerilya” karena minimnya pengetahuan instansi pemerintah tentang Undang-Undang Pers, sehingga mudah di peras.
Nah,,,, kondisi ini membuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nagekeo bersikap, yakni tidak meladeni media abat-abal, termasuk tidak melakukan kerjasama dalam bentuk apa pun dengan media abal-abal.
“Kami hanya kerjasama dengan media yang sudah terdaftar dan diverifikasi Dewan Pers,” ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Nagekeo, Lukas Mere, kepada SERGAP, Rabu (22/1/20).
Lukas mengaku, di Nagekeo, banyak media yang telah memasukan proposal ke Bagian Humas Pemkab Nagekeo.
“Sebagai mitra kita terima. Tetapi secara regulasi, kita juga perlu mengecek apakah media tersebut sudah terdaftar di Dewan Pers atau belum. Apalagi di era digital sekarang ini, perkembangan media online ibarat jamur di musim hujan. Tapi setelah kita cek, ternyata dari sekian banyak media yang ada, beberapa diantaranya bisa kita kategorikan abal-abal,” kata Lukas.
“Mengapa saya katakan abal-abal? Karena alamat kantornya saja tidak ada. Bahkan susunan kepengurusan di dalam medianya juga tidak ada,” tegasnya.
Karena itu, lanjut Lukas, pihaknya akan segera menyurati Dewan Pers dan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk mengambil sikap tegas terhadap media dan wartawan abal-abal.
Ini penting dilakukan karena sekarang ini banyak media abal-abal yang pemberitaannya tidak bisa dipertanggungjawabkan tentang kebenaran informasi yang dipublikasi.
“Bila perlu memberikan sanksi hukum kepada perusahaan media yang abal-abal itu,” timpalnya.
Lukas kembali memastikan, Pemkab Nagekeo hanya akan melakukan kerjasama dengan media resmi atau media yang selama ini bekerja profesional, memiliki payung hukum yang disyaratkan aturan, memiliki alamat jelas, serta sudah terdaftar dan diverifikasi Dewan Pers.
“Ada beberapa media yang sudah melaporkan keberadaannya di bagian Humas (Pemkab Nagekeo). Tapi kami hanya mau bekerjasama dengan media yang sudah resmi terdaftar di Dewan Pers,” pungkasnya. (sg/vj)