sergap.id, KUPANG – Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Nagekeo, Kris Du’a, mengaku, dirinya dan Wakil Ketua II DPRD Nagekeo, Lory Papu telah menemui Bupati dan Wakil Bupati Nagekeo pada Senin (18/2/19).
Namun dalam pertemuan yang berlangsung di ruang kerja Bupati itu tidak menghasilkan apa-apa.
“Kita tanya (Bupati) dasar merumahkan para THL itu apa? Tapi bupati hanya diam saja,” ujar Kris Du’a kepada SERGAP di Kupang, Rabu (20/2/19) siang.
Menurut dia, pertemuannya dengan Bupati dan Wakil Bupati merupakan tindak lanjut dari desakan para mantan Tenaga Harian Lepas (THL) yang mendatangi DPRD pada Jumat (15/2/19).
Saat itu para mantan THL mendesak agar proses penerimaan THL tahun 2019 dilakukan secara transparan. Sehingga mereka yang telah dirumahkan bisa kembali mengikuti tes atau sejenisnya untuk menjadi THL.
Tidak seperti yang terjadi pada 4 orang THL baru, yang proses penerimaannya diduga syarat nepotisme.
Tapi, “Bupati bersikukuh merumahkan THL,” tegas Kris Du’a.
Kata Kris Du’a, pemberhentian terhadap 1000 lebih THL di Nagekeo berdampak kurang baik terhadap kehidupan ekonomi THL dan keluarganya.
“Sisi kemanusian mestinya juga menjadi pertimbangan. Apalagi kinerja mereka (saat masih menjadi THL) baik,” katanya.
Sebelumnya, Jumat (15/2/19), ratusan mantan THL mendatangi DPRD Nagekeo. Mereka meminta DPRD perjuangkan nasib mereka.
Pasalnya, sejak tanggal 31 Desember 2018 lalu, kontrak mereka tidak diperpanjang lagi oleh Bupati Nagekeo, Yohanes Don Bosco Do.
Saat dialog di ruang sidang DPRD, Gusty Bebi, mengatakan, perekrutan THL yang baru tidak transparan dan syarat muatan politik.
“THL yang baru diangkat itu adalah orang dekatnya Bupati dan Wakil Bupati,” katanya.
Menurut dia, seharusnya Pemkab Nagekeo memberikan pengumuman secara terbuka dan transparan terkait penerimaan THL baru.
“Perekrutan ulang THL tahun 2019 ini sangat syarat dengan Nepotisme,” tegasnya.
Ida Manetima, salah seorang mantan THL di Dinas Dukcapil Nagekeo, mengaku kecewa dengan keputusan Bupati.
“Kami bukan sampah yang dengan seenaknya di buang begitu saja. Perlu di ingat, kami di rekrut melalui sebuah mekanisme. Apa yang kami buat untuk Nagekeo sudah cukup banyak. Kontribusi kami sebagai THL untuk Nagekeo hanya di pandang sebelah mata? Kami kecewa,” katanya.
Sementara itu, Wakil Bupati Nagekeo, Marianus Waja, yang ditemui SERGAP pada Jumat (15/2/19) siang, mengatakan, para THL bukan diberhentikan oleh Bupati, tetapi berhenti dengan sendirinya karena masa kontrak mereka telah berakhir pada 31 Desember 2018 lalu.
“Apakah karena (gaji THL) sudah di tetapkan (di APBD), maka uang tersebut harus di eksekusi? Kalau tidak di eksekusi sanksinya apa,” kata Marianus.
“Legalitas THL dipekerjakan itu berdasarkan SK Bupati. Masa kontraknya satu tahun. Itu artinya berhenti dengan sendirinya, bukan PHK. PHK terkecuali ketika THL belum selesai masa kontraknya langsung di berhentikan. Kebijakan bupati dan wakil bupati itu tidak menabrak regulasi. Kuota CPNS (tahun 2018) menjadi berkurang karena jumlah THL yang banyak,” tutup Marianus. (r/sg)