sergap.id, RAJA – Firmus Mateus Mega (40 tahun) alias Mus, warga Desa Raja, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo adalah seorang penyandang cacat. Walau demikian ia rajin bekerja menafkahi kedua orang tuanya dan adik-adiknya.
Dalam kesehariannya, usaha yang digeluti Mus adalah memelihara babi.
Saat bincang-bincang dengan SERGAP di kediamannya di Desa Raja, Mus berkisah, modal usahanya berawal dari sepasang anak babi.
“Uang yang dipakai beli sepasang bibit babi itu saya dapat dari bapak saya,” bebernya.
Seiring perjalanan waktu, sepasang anak babi itu berkembang menjadi 60 ekor induk dan 10 ekor pejantan.
Itu sebabnya, Mus bisa memperoleh puluhan anak babi atau bibit babi di setiap kelahiran babinya.
Bibit babi tersebut kemudian dijual untuk menambah modal usaha dan keperluan hidup sehari-hari.
Selain usaha ternak babi, Mus juga sering dipakai jasanya untuk urusan las kandang babi atau sejenisnya.
Dengan keterbatasan yang ada, Mus mengaku, awalnya ia kurang percaya diri dalam berusaha, termasuk bergaul dengan lingkungan sekitar.
“Terkadang kaum seperti kami jni jadi bahan olokan,” ucapnya, lirih.
“Tapi saya yakin dan percaya bahwa Tuhan punya rencana lain. Walaupun saya cacat secara fisik, tetapi otak saya tidak cacat. Karena itu saya fokus piara babi,” katanya.
Menurut Mus, uang hasil jual bibit babi atau babi dewasa, sebagiannya ia tabung di bank dan sebagiannya lagi ia pakai untuk memenuhi kebutuhan makan minum keluarganya.
“Ada juga keluarga yang butuh uang untuk anak sekolah, mereka datang pinjam di saya. Ada yang kasih kembali, tapi ada juga yang sampai hari ini belum kembalkan uang saya,” bebernya.
Lah siapa yang belum kembalikan uang yang dipinjam itu?
Dengan wajah geram, Mus mengatakan, “Itu Agus Tue, dia itu mantan Kepala Desa Wolowea Barat (Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo)”.
Mus mengaku, dua tahun lalu ketika Agus Tue masih menjabat sebagai Kepala Desa Wolowea Barat, Agus datang ke rumahnya.
“Saya tanya, ada perlu apa bapa desa? Agus jawab, Mus e saya bisa pinjam kau punya uang ko? Saya tanya pinjam untuk urusan apa, dia jawab, untuk urus proyek. Saya tanya lagi, pinjam berapa dan kapan di kasi pulang? Agus jawab, saya pinjam Rp 15 juta dan dalam satu minggu kedepan setelah uang proyek cair, saya langsung datang antar kembali uangnya. Pokoknya ade Mus tenang saja, saya tidak mungkin bikin susah ade,” papar Mus menirukan ucapan Agus.
Karena terbuai dengan mulut manis dan tipu muslihat Agus itu, Mus pun percaya dan memberikan uangnya kepada Agus.
Apesnya, setelah genap seminggu seperti yang dijanjikan, Agus tak nongol lagi. Dihubungi via hand phone pun, Agus tak merespon.
“Saya telpon dia, tapi HPnya tidak aktif. Dari situ saya mulai curiga, saya pasti kena tipu ini,” kata Agus.
Mus juga sudah berulangkali mendatangi kediaman Agus, namun Agus tak pernah ada di rumah.
“Saya heran dengan Agus ini, dia tahu saya ini cacat, tapi kenapa dia perlakukan saya seperti ini? Bagi dia mungkin 15 juta itu kecil, tapi bagi saya, uang itu sangat berarti, karena saya kumpul dengan kerja keras selama bertahun-tahun,” ujar Mus sedikit haru biru.
Kini Mus pasrah pada Tuhan dan menunggu kesadaran Agus untuk mengembalikan uangnya.
“Saya sudah capek bolak balik ke rumahnya. Semoga Tuhan menyadarkannya,” pungkas Mus.
Utang piutang tersebut diketahui juga oleh Nirkwadus Lado, paman Mus yang juga seorang penyandang cacat.
“Agus Tue itu penipu. Masa dia sudah tahu ponakan saya ini cacat, tapi dia masih tega buat begini,” tohoknya.
Kata Lado, karena saling percaya, saat Agus meminjam uang, Mus tidak buatkan kwitansi.
“Saya juga cacat sama seperti ponakan saya ini. Tapi kami tidak hidup minta-minta. Karena itu saya benar-benar kecewa dengan Agus Tue. Kok dia tega tipu ponakan saya yang cacat ini. Ini ibarat kami sudah jatuh, tertimpah tangga pula,” tutupnya. (sg/sg)