sergap. Id, KUPANG – Yuliana Tino (68) tak menyangka Mery Faot, anaknya yang ke 6 dari 8 bersaudara bakal menemui ajal mengenaskan di hutan gamal, kawasan penghijauan Penfui, Kupang, Minggu (18/3/18).
Yuliana mengaku, sebelum polisi mengabarkan bahwa Mery telah meninggal, dirinya telah dihantui firasat buruk sejak Jumat (16/3/18).
“Selama ini saya tidak pernah omong dengan dia, tetapi baru kemarin hari Jumat itu, saya ingin sekali ketemu dia, kepingin sekali omong dengan dia. Sepanjang hari saya sebut terus dia punya nama. Ternyata akhirnya begini,” ujar Yuliana saat ditemui SERGAP di depan ruang jenasah RS Titus Uly Kupang, Senin (19/3/18) sekitar pukul 10.00 Wita.
Yuliana datang ke RS Titus Uly untuk mengetahui hasil otopsi dan membawa pulang jasad Mery ke rumahnya di Desa Nifukani, Kecamatan Amanuban Barat, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) untuk dimakamkan.
Ia datang bersama Yefta Faot (kakak kandungnya Mery), Kornelis Taneo (sepupunya Mery) dan Kepala Desa Nifukani, Oktovianus M. Selan.
Yuliana nampak lesu, wajahnya sedih, matanya berkaca-kaca. Sesekali pandangannya mengarah ke sekeliling rumah sakit seolah sedang mencari bayangan anaknya yang telah tiada.
Saat ditanya SERGAP, Yuliana hanya menjawab singkat. “Saya tidak tahu harus bagaimana lagi. Saya tidak bisa omong lagi,” kata Yuliana, lirih.
Sementara itu, Yefta Faot (39), mengatakan, dirinya sempat berkomunikasi dengan Mery pada malam Minggu sekitar jam 8 malam. Saat itu Mery ingin berbicara via telepon dengan ibunya. Namun permintaan Mery tidak bisa dipenuhi karena Yefta masih berada di rumah saudagarnya.
“Saya jawab oke setelah saya kasi masuk oto (mobil) ke garasi. Tapi ketika jam 10 malam saya telepon balik, nomornya sudah tidak aktif. Setelah itu, hari Minggu siang, kami dengar dari Buser Polres Babau bahwa dia sudah meninggal,” papar Yefta
Yefta menjelaskan, Mery meninggalkan rumah sejak 10 Desember 2017. Namun 8 Januari 2018 ia sempat kembali ke rumah untuk urusan hutang piutang.
Masalah berawal dari kiriman uang sebesar Rp 700 ribu dari salah satu kerabat di Kalimantan untuk keluarganya di kampung. Uang tersebut dikirim lewat rekeningnya Mery. Namun Mery menggunakannya.
“Karena itu keluarga yang punya uang marah-marah. Tetapi kita belum bereskan, dia sudah kabur dari rumah. Saya akhirnya yang bereskan masalahnya. Lalu,,,, tanggal 12 Februari 2018 dia hubungi saya untuk kirimkan KTP nya lewat Bis. Dia juga sempat minta maaf atas ulahnya itu. Sejak itu nomor HPnya tidak aktif lagi,” beber Yefta.
“Tanggal 17 malam kemarin itu dia telepon saya pakai nomor baru lagi. Dia bilang begini, hari Minggu (18/3/18) jam 08.00 pagi, tolong ketemu saya di Oekamusu, saya mau titip uang kasi bapak mama. Setelah itu nomornya tidak aktif sampai hari Minggu ditemukan telah meninggal itu,” kata Yefta.
“Saya atas nama keluarga menyerahkan semua proses hukum ini ke Polisi untuk mengusut tuntas siapa pelaku yang sudah membunuh adik saya,” pungkas Yefta sambil menarik napas panjang.
Kepala Desa Nifukani, Oktovianus M Selan (30), mengaku, dirinya mengetahui kematian Mery dari berita media online SERGAP.
“Setelah saya baca, saya langsung ke rumah kedua orang tuanya. Saya ingin memastikan bahwa nama dan foto yang ada di dalam berita itu apakah benar warga saya. Setelah kami chek ternyata memang benar korban adalah warga saya,” ujarnya.
Menurut Selan, Mery sesungguhnya telah berkeluarga dan memiliki satu orang putra. Hanya saja ia dan suaminya telah pisah ranjang sejak Desember 2017.
“Nama suaminya adalah Bernard Boimau. Waktu kami dengar kabar bahwa korban telah meninggal, suaminya berada di Soe sedang kerja,” ucap Selan. (fwl/fwl)