Bupati Kabupaten Kupang, Ayub Titu Eki saat memberikan penjelasan tentang program Taman Eden kepada wartawan pada Kamis 22 Juni 2017.

sergap.id, KUPANG – Mendengar istilah tanam paksa, otomatis yang terbayang adalah praktek kolonialisasi di era perang kemerdekaan.

Masyarakat dipaksa menanam tanaman tertentu, dan hasil panennya dibeli murah oleh Belanda, lalu dijual dengan harga tinggi di pasar Eropa.

Namun tidak demikian dengan program Tanam Paksa Paksa Tanam (TP2T) yang telah berjalan sejak 2006 di Kabupaten Kupang.

Bupati Kupang, Ayub Titu Eki, mewajibkan seluruh masyarakat untuk menanam tanaman pangan di kebun atau pekarangan rumah. Hasilnya dinikmati sendiri oleh masyarakat, bisa dijual atau dikonsumsi sendiri.

TP2T kemudian berganti nama jadi Program Taman Eden agar tidak lagi berkesan rakyat dipaksa menanam.

Inti dari program Taman Eden adalah meminta warga terus menanam sayur-sayuran atau buah-buahan yang dapat dipanen dalam 3 hingga 6 bulan. Sehingga dalam setahun minimal bisa dua kali panen, yang bisa dijadikan tambahan pendapatan atau alternatif bahan pangan bagi keluarga. Bisa pula ditambahkan budi daya ikan, ternak kecil, dan unggas.

Kini cakupan Taman Eden tidak sebatas di pekarangan rumah saja, tapi sekolah, bahkan halaman gereja juga dijadikan sebagai taman eden.

Setiap sekolah dan desa diwajibkan menanam tanaman produktif di lahannya. Sedangkan bagi desa, Taman Eden bisa berupa rangkaian hutan-hutan kecil yang terhubung dengan desa lain sehingga membentuk ekosistem hutan.

Selain menanam tanaman pangan, warga wajib menanam tanaman endemis setempat yang dilindungi.

“Satwa khas yang terdapat di tempat itu tidak boleh diganggu, karena itu merupakan satu kesatuan ekologi dan ekosistem yang indah. Tidak sekadar untuk makan, tapi bisa menjadi ekowisata,” kata Ayub.

advertisement

Bahkan dapat menjadi investasi desa, karena tidak bergantung pada pedagang besar. Kalau sudah dilakukan, tak ada ruang terbuka yang tidak bermanfaat. “Harapan saya, membangkitkan ekonomi desa, membangkitkan kemauan kerja untuk memberdayakan potensi desa,” kata Bupati Ayub kepada wartawan, Kamis (22/6/17).
Sedangkan Taman Eden di lingkungan sekolah, diharapkan mampu mendorong generasi sehat, cerdas, dan mandiri dengan cara menggabungkan Taman Eden dan koperasi serta kantin sekolah. Penggabungan tersebut bisa mereduksi dunia ekonomi dalam struktur yang mudah dijalankan siswa.

Kebun sekolah menjadi representasi sektor pertanian. Dapur kantin adalah industri kecil dan menengah, sedangkan koperasi mewakili sektor jasa. Taman Eden di sekolah menjadi laboratorium lapangan.

Ketika anak-anak ke sekolah, juga datang ke kebunnya, ke dapurnya, dan ke koperasinya untuk melihat dan terlibat secara langsung proses perjalanan bahan makanan menjadi sumber pendapatan.

“Saya harapkan, kalau ini benar-benar dijalankan, suatu waktu mereka menjadi sarjana, akan mau kembali ke pertanian karena pengalaman masa kecilnya, bahwa pertanian dan kehidupan mandiri di desa bisa memberikan jaminan hidup yang layak,” ujar Bupati Ayub

Kini, sudah lebih dari 70 desa yang memiliki taman eden, dan 300 lebih kelompok masyarakat yang jalankan program Taman Eden.

Guna meraih sukses Taman Eden yang diharapkan, kini Pemkab Kupang bekerjasama dengan LSM. “Kita fokus pada lokasi Taman Eden, yang luasnya satu hektar harus masuk dalam daftar Induk dan harus punya nomor Induk, juga dicatat. Setelah itu kita evaluasi agar target dicapai. (Dem)

KOMENTAR ANDA?

Silakan masukkan komentar Anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini